Pekatnya malam menyambut pengantin baru yang baru saja tiba di rumah keluarga Hanai, suami dari Daniela yang baru saja sah di mata hukum dan agama.
Mereka memutuskan untuk beberapa hari tinggal bersama di sini sebelum mereka menjalani biduk rumah tangga dengan rumah terpisah.
Kesepakatan yang telah mereka buat sebelum mereka memutuskan untuk menikah. Dan mereka sepakat, mereka akan menyewa sebuah rumah sebelum mereka mampu untuk membeli rumah sendiri kelak.
Hanai pun sudah menceritakan ini kepada orang tuanya. Awalnya memang orang tuanya tidak mau karena mereka merasa tak perlu buang-buang uang dengan menyewa rumah, lebih baik tinggal dengan mereka, di samping mereka juga karena kesepian.
Julie - adik dari Hanai, memilih nge-kost karena kampusnya jauh dari tempat tinggal mereka. Hanai hanya mempunyai saudari, Julie seorang.
"Kamu duluan yang mandi atau aku?" tanya Hanai canggung.
Sungguh berbeda rasanya ketika mereka pacaran dengan situasi sekarang. Gugup, malu, canggung bercampur menjadi satu. Ela yang tak pernah sekamar dengan pria, begitu pun sebaliknya. Ini awal dia se kamar dengan wanita, yang bahkan dimulai dari sekarang, setiap sehari-harinya akan melihat wanita itu.
"Kamu saja duluan, bang. Aku masih melepas sanggul ku dan semua ini," ucapnya juga gugup dan malu sambil menunjukkan perhiasan-perhiasan yang melekat di tubuhnya.
Akan butuh perjuangan memang untuk melepas semua yang menghiasi kepalanya.
"Ya sudah, aku duluan ya."
Hanya dijawab Ela dengan anggukan kepala.
Hanai beranjak ke kamar mandi. Kebetulan kamar mandi ada di dalam kamar mereka, tepatnya kamar Hanai dulunya. Jadi tak perlu berebut dengan anggota keluarga lain.
Kehidupan keluarga Hanai memang jauh dari kata mewah karena bukan dari kalangan konglomerat ataupun bangsawan, atau keluarga yang mempunyai bisnis dimana-mana.
Ayah Hanai - Ghaffar, adalah seorang dosen yang saat ini menjabat sebagai rektor di kampus tempat ia mengajar. Mengajar di dua kampus yang berbeda. Namun dia sebagai rektor hanya di satu kampus.
Ibu dari Hanai - Heera, sebagai ibu rumah tangga pada umumnya. Suaminya tak memberinya kesempatan untuk bekerja setelah mereka menikah beberapa puluh tahun yang lalu.
Ceklek
Tak berapa lama, pintu kamar mandi terbuka. Keluarlah Hanai dari sana, dengan handuk yang melilit di tubuhnya. Pemandangan ini tentunya juga hal pertama bagi Ela. Ia malu sekali, bahkan sampai berpaling menghindari pemandangan itu.
Tetapi ia tak bisa memungkiri, setiap hari ia akan menyaksikan pemandangan itu. Mungkin karena masih awal, jadi masih malu.
"Kenapa kamu menghindar?" tanya Hanai. Ia berjalan mendekati sang istri yang sedang duduk di tepian ranjang.
"Ng-nggak, bang. Aku hanya..."
"Malu? Apa yang membuat mu malu? Kita udah suami istri. Setiap hari kamu akan melihat pemandangan yang seperti ini. Jadi mulai biasakan dari sekarang," sela Hanai.
"I-iya, bang."
"Segeralah mandi, nanti semakin larut. Aku nggak mau kamu sampai kedinginan dan masuk angin." timpal Hanai.
Ela terkesiap mendengar kalimat panjang yang keluar dari bibir suaminya itu. Perhatian kecil memang, tapi ia merasa kupu-kupu sedang menari dalam hatinya sekarang. Ia merasa hangat.
Ia berjalan semakin mendekati Ela, membuat Ela menelan ludah. Semakin dekat, dan semakin dekat... membuat jantung Ela berdegup sangat kencang.
Sampai tubuh yang hanya dililit handuk tersebut tepat dihadapannya. Ela bahkan sampai salah tingkah.
"Kenapa keringat dingin? Kamu sakit?" tanya Hanai. Keningnya berkerut.
"Ng-nggak. Ke-kenapa ada mendekat?" tanya Ela gugup.
"Kan baju Abang di samping mu."
Blush
Memerah lah pipi Ela saat itu juga. Ia mengira apa, eh ternyata Hanai ingin mengambil bajunya. Padahal pikirannya sudah melayang kemana-mana. Ia pun langsung terdiam.
"Kok bengong? Atau mau Abang mandikan?"
"Ng-nggak, bang. Emang aku anak kecil apa?" sungut Ela, masih gugup. Segera ia beranjak dari tepian ranjang itu lalu melangkahkan kakinya ke kamar mandi dengan pipi merona merah.
Hanai tertawa sumringah melihat pemandangan itu. Pipi memerah dengan rambut yang mengembang seperti rambut singa. Sungguh lucu baginya. Mungkin karena efek pengeras rambut itu, membuat rambut Ela layaknya rambut singa.
"Abang tunggu, ya. Yang cepat mandinya, biar kita bobo bareng," seru Hanai dengan suara agak keras karena Ela telah masuk ke dalam kamar mandi dan langsung mengunci pintunya dari dalam.
Ia tersenyum malau mendengar godaan receh dari suaminya itu.
Saat Ela sedang mandi di kamar mandi, Hanai mengenakan pakaiannya yang tergeletak di atas ranjang. Sambil memakai baju, ia terbayang,malam pertamanya bersama istri tercinta. Bayangan - bayangan apa yang akan mereka lakukan di malam pertama telah berputar di pikirannya.
Cerita dari sahabatnya, teman-temannya serta film hot yang pernah ia tonton telah bersorak ria dalam pikirannya.
"Aku kok jadi mesum gini sih," gumam Hanai sambil tersenyum akan tingkahnya sendiri. Senyum yang memabukkan kaum hawa apabila melihatnya.
Sudah hampir setengah jam menunggu, Ela tak kunjung keluar dari kamar mandi. Hanai merasa curiga. Ia berjalan mendekati kamar mandi lalu mengetuknya.
"El, kamu sudah selesai?" jeritnya sambil menggedor-gedor pintu.
Beberapa saat tidak ada sahutan dari dalam. Hanai pun mencoba mengetuk lagi pintu lebih keras.
"El, kamu masih di dalam sayang?" serunya.
Masih belum ada juga sahutan dari dalam.
Karena cemas, Hanai pun memutuskan untuk mendobrak pintu tersebut.
"El, kamu mundur ya sayang. Biar Abang dobrak pintunya," pekiknya dengan cemas bercampur panik.
Alangkah terkejutnya ia saat melihat Ela di dalam kamar mandi itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments