"Kak malam ini kami akan membawa baby Awal pergi," ucap Fiya. Saat ini mereka sedang berada di dalam kamar Ela. Kamar yang dulu juga menjadi kamar Fiya, juga Ela. Hidup sederhana yang sudah mereka jalani sedari kecil, tiga kamar dalam satu rumah. Kamar pertama untuk orang tua mereka, kedua untuk Fiya dan Ela, kamar ketiga untuk adik bontot mereka. Adik laki-laki bernama Elfan Trio Ondos.
"Kenapa harus malam, Fi? Kasihan Awal,' sela Ela cepat. Bahkan Fiya belum selesai menjelaskan.
"Kamu masih tanya kenapa? Kamu nggak sadar, bila kita perlihatkan dia keluar apa kata tetangga? Kalau tangis baby Awal sampai terdengar tetangga, kamu bisa jelasin? Kamu sanggup menjawab semua tanya mereka?" sergah Fiya, dengan menggebu-gebu.
"Makanya, kalau orang lagi ngomong, jangan suka menyela," tambahnya lagi.
Ya, saat pulang dari rumah sakit waktu itu keadaannya malam. Sengaja memang. Supaya tidak timbul banyak pertanyaan dari tetangga dan berita pun tak sampai kepada keluarga calon suami Daniela
Beruntung orang yang membantu Ela melahirkan adalah dari pihak keluarga juga dan tentunya pulang dengan becak langganan yang termasuk juga bagian dari keluarga mereka, tepatnya sang ayah.
Ibu Basagita, memohon dengan sangat kepada Dokter Alya dan juga tukang becak - Pak Supri itu untuk merahasiakan semua ini. Dan mereka turut membantu. Mereka tentu sangat iba kepada keluarga yang baru kehilangan kepala keluarga, terutama kepada ibu Basagita.
Ela tertunduk lesu. Semakin terkikis rasanya waktu kebersamaannya bersama sang anak. Tetapi ia tak mampu berbuat apa. Hanya bisa menghabiskan waktu bersama, selagi baby masih belum dibawa pergi oleh sang adik.
"Nak, jadi anak yang baik ya. Jangan lupakan mama. Kelak kita akan berjumpa lagi," gumam Ela lirih. Berurai sudah air matanya. Sungguh tak terbendung lagi.
Esok saat mentari menyapa, tak akan ada lagi bayinya. Sungguh, hati ibu mana yang tidak pilu harus berpisah dari anaknya sendiri, darah dagingnya yang rela ia pertaruhkan nyawa demi lahirnya ia ke dunia yang kejam ini.
"Ini semua salahku. Seandainya aku nggak tergoda dengan laki-laki itu, aku nggak mungkin mengalami ini semua. Aku nggak mungkin se-menderita ini," lirihnya masih dengan lelehan air mata.
***
Hiks hiks hiks
"Titip Awal ya, Fiya. Tolong jaga dia baik-baik aku mohon. Jaga dia untukku aku mohon." ucap Ela dengan terisak. Ia masih memeluk bayinya itu dengan erat. Tak ingin rasanya ada yang merebut bayi mungil itu darinya.
"Tanpa kamu bilang pun, aku akan menjaganya dengan baik. Aku akan memperlakukannya layaknya anakku sendiri. Biar bagaimanapun dia tidak bersalah, tapi orang tuanya lah yang bersalah," ucap Kaifiya.
Kalimat panjang lebar yang ia ucapkan sangat mengena di hati Ela, tapi semua itu benar adanya.
"Siniin bayinya. Aku nggak mau, air mata buaya mu itu membasahi tubuhnya walau sedikitpun. Makanya, kalau mau berbuat dipikir dulu," kata Fiya tegas. Masih saja dia membubuhkan sindiran dalam setiap perkataannya itu.
Dengan berat hati, Ela menyodorkan tubuh mungil yang terlelap itu pada adiknya. Berat sekali rasanya berpisah darinya.
"Jangan lama-lama kan dong? Kamu mau malam semakin larut yang membuat Awal semakin tak nyaman? Lepaskan lah dia," hardik Fiya
Seolah mengabaikan hardikan Fiya, masih saja Ela menggenggam tangan mungil itu, dan menarik mantel halus sang bayi.
Arion- suami dari Kaifiya, sudah menyewa sebuah mobil untuk membawa mereka jauh meninggalkan kampung ini. Ia memikirkan keadaan baby Awal, kalau mereka menggunakan transportasi umum, maka nggak akan leluasa si bayi beristirahat.
Arion juga menerima si bayi dengan sangat baik. Bahkan ide untuk mengadopsi baby Awal, tercetus dari dia awalnya. Karena dia tak ingin si bayi dititipkan di panti asuhan.
Arion dan Kaifiya berharap, dengan adanya baby Nawal, mereka akan mendapatkan keturunan. Tidak apa-apa mereka mengadopsi Awal, toh anak dari kakaknya sendiri. Dari pada adopsi anak dari tempat lain yang tidak jelas asal-usulnya?
Begitulah kesepakatan Arion, Kaifiya dan mertuanya. Mereka sangat mendukung sekali suami istri itu untuk membawa Nawal pergi. Dan tentunya merahasiakan semua dari orang-orang. Apalagi mertua Kaifiya dan mama Basagita masih sekampung.
Mertua dari Kaifiya juga sangat senang dengan baby Awal. Dari awal beliau sudah jatuh cinta dengan malaikat kecil itu.
Calon suami dari Ela juga berasal dari kampung yang sama, hanya saja jaraknya agak jauh, tidak tetanggaan.
"Awal," lirih Ela. Ia masih berdiri mematung meski mobil yang ditumpangi oleh adiknya telah menghilang dari pandangannya.
"Awal, mama bukannya nggak perduli sama kamu. Mama bukannya nggak sayang sama kamu, nak. Tapi dengan bersama Fiya, kamu akan aman. Kamu akan mempunyai orang tua yang lengkap."
"Dengan bersama Fiya, kamu tidak akan dibully teman-temanmu kelak saat kamu sudah besar, karena orangtuamu lengkap."
"Kamu akan dihormati, kamu akan disayangi. Mama adalah ibu yang tak pantas untukmu," batin Daniela. Meski ia tak bersuara, tapi air matanya lah yang sedari tadi sibuk bergulir diatas pipinya yang mulus itu.
"Hanya karena kesalahan mama, kamu lahir ke dunia ini, nak," gumamnya lagi.
Mama Basagita iba sekali melihat putrinya. Dengan lembut dia belai surai panjang Ela dan membawanya ke dalam pelukannya.
"Sudahlah, nak. Sekarang yang harus kamu pikirkan adalah pernikahan mu. Persiapan mental dan fisik mu. Jangan lagi larut dalam kesedihan. Mau nangis darah kamu sekalipun, itu tak kan mengubah keadaan," ucapnya lembut mencoba mengingatkan kembali putrinya itu.
"Tapi, ma...." lirihnya dengan lelehan air mata yang sedari tadi tiada mau berhenti.
To be continue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments