"El.... El...., buka mata kamu, sayang!" jerit Hanai. Ia menepuk-nepuk wajah Ela pelan dengan wajah yang sangat panik.
Siapa yang tidak panik, selama itu Ela berada di dalam kamar mandi, dan saat Hanai berhasil masuk ke dalam kamar mandi itu, ia sungguh terperanjat. Menemukan Ela terbaring telentang di dalam kamar mandi.
Yang membuat tak habis pikir adalah, posisi Ela sungguh aneh. Dia pingsan atau memang tidur?
Tak berhasil dengan tepukan di wajah, Hanai mencoba menggoyangkan tubuh Ela yang terlentang dengan sangat cantik. Posisinya begitu nyaman. Seperti ia baru bekerja rodi yang menguras tenaga banyak dan akhirnya lelah lalu ketiduran.
Bahkan guncangan ditubuhnya pun tak membuahkan hasil.
Hanai semakin bingung. Ia harus bagaimana. Dan ia juga semakin bertanya-tanya. Ini istrinya tertidur atau pingsan?
Untungnya Ela masih mengenakan pakaian lengkap - kebaya pengantin, jadi tidak ada yang membuat sesuatu dalam diri Hanai tegang. Tetapi, apakah Ela sudah mandi atau belum? Banyak pertanyaan yang menggunung di benak Hanai.
Beberapa saat kemudian....
"Aku dimana? Kenapa ada yang menggoyang-goyang tubuhku? Seperti di ayunan? Apa aku sedang bermain ayunan? Ah, Ela, Ela. Kayak anak kecil saja. Masa kamu main ayunan sih," gumam Ela dalam hati.
"Atau jangan-jangan aku sedang di dunia lain? Oh Tuhan, aku belum siap untuk berkelana ke dunia lain. Tolong aku, Tuhan," gumamnya semakin menjadi-jadi.
Ia merasakan tubuhnya melayang di udara.
Sementara Hanai yang menggendongnya, memperhatikan dengan seksama bibir mungil Ela yang komat-kamit tak jelas, membuatnya merasa lucu dan semakin gemas
Belum lagi gigi Ela yang bergemeletuk serta dengkuran halus yang keluar dari mulut istri mungilnya itu. Dan juga hidung minimalisnya yang turut kembang kempis. Membuat Ela semakin menggemaskan bagi Hanai.
Selangkah lagi sebelum keluar dari pintu kamar mandi, Ela membuka mata. Ia membelalakkan matanya. Dan ....
"Aaaa!" pekiknya.
"Siapa kamu? Mau apa kamu?" pekiknya.
Sepertinya nyawanya belum terkumpul sampai ia tak menyadari bahwa suaminya lah yang sedang menggendongnya sekarang. Yang telah menyelamatkannya dari dinginnya hawa kamar mandi.
Hanai juga jadi ikutan histeris dan panik. Heran, masa istrinya tak mengenalinya. Dengan refleks, tubuh Ela terlepas dari gendongannya dan terjatuh.
Brukk
"Aww!" pekik Ela. "Sakit," keluhnya lagi.
Seketika Ela tersadar. "Bang, Nai Kenapa gendong aku? Aku kenapa? Kakiku nggak lumpuh kan? Kok bisa aku di gendong?" Ela berujar panjang lebar.
"Kirain tadi aku di dunia lain," gumamnya di hati.
"Hmm, banyak banget pertanyaan mu. Baru sadar? Kamu kira aku apaan? Masa sama suami sendiri nggak kenal?" celetuk Hanai tak terima.
"Ya maaf, habis aku...."
"Kenapa kamu tidur di kamar mandi? Bikin orang panik aja."
"Aku lelah, bang. Seharian berdiri, menyalami para tamu, makan juga nggak selera. Akhirnya aku ketiduran di kamar mandi saat badanku merasakan sejuknya di dalam."
"Dasar," celetuk Hanai. Ia menoel hidung minimalis sang istri.
"Bahkan kamu belum mandi sama sekali," imbuhnya.
Hanai dongkol sudah. Malam pertama yang ia bayangkan, ternyata tak sesuai ekspektasi. Gagal total akibat ulah sang istri kecilnya. Masa tidur di kamar mandi, seperti tidak ada kamar saja.
"Ya sudah, kamu mandi sana. Udah malam. Jangan mandi air dingin, nanti kamu masuk angin."
"Boleh nggak bang, nggak usah mandi. Aku mager."
"Nggak mandi, kamu tidur di luar."
"Eh," pekiknya.
Hanai meninggalkan Ela dengan senyum tipisnya. Sementara Ela masih menganga dengan ancaman yang baru saja dilontarkan suaminya itu padanya.
Bahkan Hanai memilih abai dengan pekikan berulang dari istrinya tersebut.
Ela pun akhirnya masuk ke dalam kamar mandi karena ia tak mau mewujudkan ancaman dari suami tercintanya itu.
***
"Hmm, harum banget istriku," ucap Hanai. Ia menghampiri Ela yang sedang mengeringkan rambutnya di depan meja rias.
"Sinikan, biar Abang yang keringkan."
Ela membiarkan saja Hanai mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Kayaknya pakai hairdryer lebih cepat kering ya," ujarnya.
"Nggak usah, bang."
"Lho, kenapa?"
"Aku nggak terbiasa. Nggak kuat, kepalaku suka sakit menahan sengatan panasnya. Lebih terbiasa dengan handuk kecil saja," tutur Ela menjelaskan.
"Iya deh, tuan putri. Hamba akan lakukan sesuai perintah tuan."
"Lagian, hairdryer juga nggak ada kok," celetuknya lagi.
"Jadi?" jerit Ela.
"Abang hanya ingin menggoda mu," sela Hanai sambil tertawa.
Ela tersenyum saja dengan tingkah suaminya. Bisa dikategorikan memang, Hanai adalah tipe pria humble dan romantis. Berpacaran selama enam bulan, itu yang ia lihat dari Ela selain dia baik, perhatian dan juga tidak pelit.
"Nah, sudah kering. Sekarang kita tidur yok," ucapnya.
"Belum, bang. Masih basah. Aku nggak bisa tidur kalau rambutku masih lembab."
"Oh, banyak banget sih pertanyaan istriku ini."
"Hehe." Ela hanya cengengesan sebagai jawabannya.
Dengan sabar, Hanai mengipas-ngipas rambut Ela dengan kertas. Berharap segera kering. Dalam hati ia masih kesal, malam pertama kok disuguhkan dengan kegiatan-kegiatan yang nyeleneh seperti ini.
""El..." panggilnya pelan. Suaranya agak berat.
"Iya, bang."
"Tidur, yok."
"Belum ngantuk bang."
"Abang tau gimana biar kamu bisa cepat ngantuk."
"Apa?" tanya Ela antusias.
"Olahraga."
"Malam-malam olahraga? Olahraga apaan?"
"Olahraga ranjang."
Terdiam Ela mendengar celetukan suaminya itu. Bahkan ia merasa malu. Ucapan suaminya tak difilter sedikitpun. Begitu mudah dan frontal Hanai mengucapkan kalimat itu.
"Ta-tapi, bang."
Hanai tak menghiraukan protes yang coba dilayangkan Ela. Ia menuntun sang istri agar duduk diatas meja rias, sementara mereka berhadapan, dimana Hanai berdiri, menangkupkan kedua tangan ke pipi chubby istrinya itu.
Ia membelai surai panjang hitam Ela dengan lembut, lalu beralih ke tengkuk Ela.
"Sayang."
"Hmm."
"Abang pengen..... Sekarang ya...... Kan ini malam pertama kita. Boleh ya?"
Bahkan suara Hanai pun terdengar serak.
"Tapi, bang aku...."
"Menolak keinginan suami dosa loh."
Tak bisa Ela mengelak atas permintaan suaminya itu. Mereka sudah halal. Dan sudah semestinya ia melaksanakan kewajibannya sebagai istrinya, yaitu melayani suaminya.
Ela pun menganggukkan kepalanya. Membuat Hanai senang sekali sampai tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata, akibat sinyal yang diberikan istrinya itu.
Benda kenyal dan lembut itu pun beradu, kemudian menyatu, menimbulkan suara napas yang terengah-engah akibat hampir kehilangan oksigen mereka berdua.
Mereka pun melanjutkan sesuatu yang seharusnya mereka lanjutkan. Apalagi mereka sudah pasangan suami istri yang sah. Tentunya malam pertama adalah malam impian bagi setiap pasangan pengantin baru.
Bunyi tik tik tik dari suara hujan, bahkan tak menjadi penghalang pasangan itu untuk melakukan ritual mereka. Tetapi, suhu udara yang dingin semakin menambah nikmatnya melodi memori yang mereka ciptakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments