Anakku, Bukan Anakku
Ceklek
"Mau ngapain kau kesini?" hardik wanita cantik yang baru saja membuka pintu.
"Aku... "
"Apa? Masih berani kamu datang ke sini? Nggak malu apa?"
"Dek, please. Aku mohon sama kamu. Aku ingin bertemu dengan Awal," mohon wanita yang memanggil lawan bicaranya itu adik.
Ya, adiknya bernama Kaifiya. Sementara dia sendiri bernama Daniela.
"Fiya, kakak mohon. Pertemukan aku dengan Awal. Aku begitu merindukannya." Wanita itu menangis tergugu.
"Kenapa? Untuk apa kau ingin bertemu dia? Hah?"
Sampai saat ini Kaifiya masih marah dengan sang kakak. Marah sekali.
"Kau yang berbuat, tapi aku yang harus menanggung akibatnya. Bahkan sampai sekarang kau nggak tau dimana lelaki brengssek itu, kan? Taunya hanya mencetak saja," hardik Fiya dengan emosi yang membara.
Ela terpaku di tempatnya. Ia menundukkan wajah dengan air mata yang masih mengalir deras.
"Awal lagi tidur. Pulang lah. Aku nggak mau kau mengganggu anakku," titah Fiya dengan suara agak keras.
Daniela sungguh tersentak mendengar penuturan dari Fiya. Apa dia bilang? Anakku? Jadi dia sudah mengklaim kalau Nawal Kahla adalah anaknya?
Kaifiya menamai anak yang masih merah itu dengan nama Nawal Kahla, yang berarti hadiah yang cantik dengan bentuk tubuh yang bagus.
"Dia anakku, Fiya. Bukan anakmu," batin Ela menjerit.
Sebagai ibu dari bayi yang masih merah itu ia tak mempunyai hak lagi untuk dipanggil atau untuk menyandang status sebagai ibu dari anak kandung dia sendiri setelah ia menyerahkan bayi itu kepada adiknya sendiri.
Iya mengabaikan perasaan bayi Awal, lebih memilih kehidupannya dan juga demi menjaga nama baik keluarganya.
Sakit rasanya, sangat sakit. Saat ia tak bisa dengan bebas memanggil anaknya, mencium anaknya dengan bebas dan memeluk anaknya hanya untuk sekedar melepas rindu saja.
"Kakak mohon, Fiya. Ijinkan kakak bertemu Awal."
"Nggak. Aku tetap nggak mau. Aku nggak mau kau berpengaruh buruk pada anakku. Aku nggak mau gara-gara ketemu kau.. " Fiya melotot pada Ela. "anakku jadi menurut sifat egois mu. Aku nggak mau itu. Titik."
Ia mendekat ke pintu dan hendak menutup pintu itu.
"Pergilah, sebelum aku menggunakan kekerasan!"
"Tega sekali kamu, Fiya. Kamu pisahkan aku dengan anakku," ucap Daniela dengan tangis yang sudah semakin pecah.
"Apa kau bilang? Tega? Di sini siapa sebenarnya yang tega? Hah? Aku?" hardik Fiya. Pipinya memerah menahan amarah.
"Aku yang sudah mencoba menjadi pemecah masalah mu, sekarang kau bilang aku yang memisahkan kau dari anakmu? Ingat, kak! Ingat! Siapa dulu yang menolak baby Awal? Siapa yang tak ingin gagal pernikahannya hanya karena adanya baby Nawal? Siapa? Hah?" ujar Fiya meluap-luap.
"Kuingat kan kalau kakak lupa ...."
"Tapi, Fi..." Isak tangis itupun terdengar jelas di indera pendengaran Fiya.
"Hentikan tangis palsu mu itu. Aku nggak akan terpengaruh. Karena semua yang kau ucapkan aku udah nggak percaya lagi," sela Fiya.
Bahkan ia tak menghormati lagi kakaknya karena terlalu marah bercampur kesal. Ia menyebutkan kau kau kepada sang kakak.
Kakak yang ia anggap selama ini bisa sebagai contoh untuknya dan juga untuk adiknya yang paling kecil, Elfan Trio Ondos. Mereka terdiri dari tiga bersaudara. Daniela sebagai yang sulung, Kaifiya sebagai anak kedua dan Elfan lah sebagai anak ke tiga atau si bungsu.
"Selama ini aku mendengar semua perkataan mu. Aku menghormati mu sebagai kakakku. Tapi sekarang tidak. Semua yang kau janjikan non sense. Itu hanya janji palsu," timpal Fiya.
"Apa maksud mu, Fiya. Aku janji apa ke kamu?"
"Hmmm. Pura-pura lupa atau memang sengaja lupa. Biar aku ingatkan." Fiya geram atas sikap sang kakak.
"Kakak kan yang pernah berjanji ke aku, ke mama bahkan ke adek kalau kakak akan pulang ke rumah kita, kakak akan menemani mama setelah bapak tiada? Masih ingat?"
Ela terdiam. Kembali tertunduk. Ia mengingat kembali apa yang pernah ia ucapkan. Seketika ia tersadar. Kalimat yang baru saja Fiya ucapkan seolah berputar dibenaknya.
Hanya penyesalan lah yang ia rasakan sekarang.
"Sekarang apa? Hah?" hardik Fiya.
"Bukannya menemani mama, malah membuat masalah baru yang mencoreng keluarga. Mempermalukan mama di depan khalayak ramai. Itu yang kau ucap membahagiakan? Hah?"
Suara Fiya meninggi kembali. Emosinya masih belum mereda. Rasanya sulit sekali melupakan momen itu.
"Sok polos padahal munafik. Sok menasihati aku dulu, kalau pacaran jangan dekat - dekat. Jangan pulang malam-malam. Jangan mau dicium."
Fiya menirukan gaya sang kakak ketika menginginkannya pada saat itu. Bahkan semua ucapan kakaknya waktu itu, ia review ulang.
"Nyatanya apa? Huh. Pulang - pulang ke Indo malah bawa benih yang tak tau benih siapa. Dan nggak jujur lagi dari awal. Ini kakak panutan itu? Ini yang kakak ajarkan sama kami?"
Brakk
Fiya menutupkan pintu dengan kasar. Tak mau ia semakin marah lagi kepada sang kakak. Walau bagaimanapun Ela adalah kakaknya, satu ayah satu ibu, kakak kandungnya sendiri.
Sementara Ela masih berdiri mematung di depan pintu itu. Pupus sudah harapannya untuk bertemu dengan putrinya kecilnya tersebut. Padahal rindunya sudah tak tertahankan.
Beberapa tahun tak bertemu, ditambah lagi sampai sekarang ia dan sang suami - Hanai belum juga memiliki keturunan, membuat hati Ela semakin sakit, kesepian.
Hanya penyesalan saat ini yang bergelayut dalam hatinya. Putri yang dulunya ia tolak untuk ia besarkan, sekarang tidak bisa ia temui. Hanya bisa menangis, meratap atas semua apa yang terjadi padanya.
Bahkan sampai saat ini, rahasia kebenaran tentang Fiya yang sudah punya anak, rahasia tentang Awal, masih tersimpan dengan rapi di hati mama Basagita, Fiya, Arion - suami Fiya yang ia panggil sebagai kuda laut, si kakak atau Ela, dan yang terakhir Elfan sebagai keluarga inti.
Bahkan Hanai tak tau sama sekali perkara itu. Begitu pun dengan mertua Daniela.
Beberapa saat kemudian, Daniela pun meninggalkan rumah Fiya lalu menaiki taksi hendak pulang ke rumahnya. Ia pulang dengan tangan kosong. Bahkan tanpa bertemu Awal walau sedetik pun.
Ibu mana yang tak luka bila tak bisa bertemu dengan anak yang lahir dari rahimnya? Anak mana yang tidak akan terluka bila sang ibu menolak membesarkan dia? Suatu saat nanti Awal akan berpikiran seperti itu.
Lalu, apakah rahasia yang sudah disimpan rapi selama ini akan tetap terjaga dengan baik? Akankah dengan adanya Nawal, Arion dan Fiya akan memiliki keturunan? Lantas apakah Ela bahagia setelah ia menyerahkan putrinya kepada sang adik?
Hanya takdir sang Khalik yang menentukan segalanya. Sebagai manusia hanya bisa mengikuti alurnya dan menerima dengan lapang dada.
****
Sementara Hanai, sedang mondar-mandir di dalam rumahnya menunggu Ela yang tak kunjung kembali. Entah kemana wanita itu, istrinya itu, dia pun tak tahu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Mak mak doyan novel
mulai baca.. kayaknya seru
2023-02-03
2