"Kenapa wajah Bik Sari kayak orang takut gitu, sih?" tanya Moses yang baru keluar dari kamar mandi.
"ASTAGA, DEN! Ngagetin aja sih? Jantung Bibi rasanya mau copot," kata Bik Sari sambil mengelus dada.
"Emang ada apa sih, Bik?"
"An ... anu, Den. Di bawah ada hantu, Bibi jadi takut," jawab Bik Sari ngeri.
"Hantu? Yang bener aja, Bik! Mana ada hantu siang bolong kayak gini? Hantu itu takut sama sinar matahari, takut terbakar, makanya kalau siang dia ngumpet."
"Nah itu dia, Den. Kan hantunya ada di gudang dan di perpustakaan, kan di sana gak ada sinar matahari. Jadi, kedua tempat itu jadi tempat ngumpet buat hantu kalau siang gini," Bik Sari tetap saja ngeyel, membuat Moses ingin menggodanya.
"Coba jelaskan, Bik! Gimana ceritanya Bibi kok bisa bilang di dapur dan di gudang ada hantunya?"
Bik Sari menceritakan kejadian aneh yang baru saja dialaminya, dan Moses mendengarkannya dengan serius. Kepala cowok itu tampak manggut-manggut tanda tertarik dengan cerita Bik Sari.
"Sejak kapan, Bibi merasa ada yang aneh di rumah ini?"
"Baru kali ini, Den. Sebelum-sebelumnya, Bibi tak pernah merasa ada yang aneh kok. Meski banyak orang bilang rumah ini berhantu, Bibi kan gak pernah ketemu sama hantunya."
"Siapa yang bilang rumah ini berhantu?"
"Banyak, Den. Tukang ojek, tukang becak, tukang sayur, tukang sampah,---"
"Tukang gosip."
"Hehehehe, ya jangan sewot, Den! Kan mereka bebas berpendapat. Lagi pula, rumah ini memang kelihatan serem kok."
"Karena bangunannya bangunan lama kali, Bik. Jadi suka dikaitkan sama cerita-cerita hantu yang di teve."
"Ya mungkin saja sih, Den. Ya udah deh, karena Den Moses sudah selesai sarapannya, biar piring kotornya Bibi bawa ke belakang. Obatnya udah diminum belum, Den?"
"Udah kok, Bik. Tuh bungkusnya, ku taruh di dekat piring kotor."
"Kalau begitu, Den Moses istirahat aja, Bibi mau nyuci lagi."
Setelah Bik Sari keluar dari kamarnya, Moses menarik napas lega. Cowok itu kemudian merebahkan diri di kasur, dan mencoba untuk tidur.
Di sekolah, tampak Thalita sedang asik dengan ponselnya. Seperti biasa, mengetikkan part baru untuk novelnya di pf NovelToon. Thalita tampak sangat serius, hingga mengabaikan Deasy yang dari tadi mengajaknya ngobrol.
"Tha? Please deh, taruh tuh HP, dengerin aku cerita bentar!"
"Please deh, Des, jangan rese! Mumpung aku lagi ada ide nih, jangan ganggu dulu!"
Deasy cemberut, Thalita mengabaikannya ketika dia ingin bercerita tentang makan malam romantisnya dengan Moses. Dengan kesal, Deasy meraih ponsel, dan bermain game online. Tapi karena sedang kesal, Deasy selalu kalah.
"SIAAAAL," teriak Deasy yang membuat Thalita melotot kesal.
Melihat Deasy terus-terusan cemberut, akhirnya Thalita menaruh ponselnya dan mengajak Deasy ngobrol.
"Kenapa sih, Des? Cemberut mulu, lagi dapat?"
"Gak kok, dua minggu lalu kan baru dapat, masa dapat lagi?"
"Kan bagus, itu tandanya kamu gak hamil."
"SEMBARANGAN! Kamu kira aku cewek apaan, hah?" kata Deasy makin kesal.
"Hihihihi, gitu aja kok marah sih, Buk? Katanya gak lagi dapat? Eh, Des ... kok aku jadi kepikiran sama cewek yang namanya Renata ya? Kira-kira, dia ngekost dimana?"
"Ya mana aku tau, kenal juga enggak, kok ditanyai dia tinggal dimana. Emang kenapa dengan dia?"
"Ya gapapa, aku cuma penasaran aja. Jiwa detektifku meronta, kalau ada kasus yang belum terpecahkan."
"Nanti aja kita tanya Bik---"
Deasy tiba-tiba diam, sepertinya dia teringat sesuatu. Tangannya kembali sibuk dengan ponselnya, sepertinya Deasy mengirim pesan pada seseorang.
"Kenapa, Des?"
"Tunggu, Tha!" kata Deasy yang tampak asik berbalas pesan dengan seseorang. Tak lama, gadis itu tampak tersenyum lebar.
"Kesambet, Des?"
"Sembarangan! Ini aku lagi cari info, di kostan mana Renata tinggal sebelum menghilang."
"Dapat dong."
Deasy menunjukkan ponselnya pada Thalita. Di situ ada chat Deasy dengan seseorang yang disimpan dengan nama Abang Ojol.
"Ini alamat rumah Abang Ojol?" tanya Thalita tak mengerti.
"Ya bukanlah. Itu alamat kostan tempat Renata pernah tinggal."
"Abang Ojol ini siapa? Kok dia tau alamat Renata dimana?"
"Haduh, Tha! Kamu ini nanya mulu kayak Dora deh. Heran, masa ada sih, detektif bawel kayak gini?" gerutu Deasy.
"Ya maaf, gak nanya-nanya lagi deh kalau begitu."
Thalita ngambek, dia kembali asik dengan ponselnya. Tapi kali ini tidak sedang mengetik cerita, hanya membaca. Moodnya untuk nulis, musnah sudah, seiring hembusan angin yang mengacak rambutnya.
"Tha? Gitu aja kok ngambek sih?" tanya Deasy.
"Gimana gak ngambek, kamu gangguin aku sedang nulis. Padahal udah ku bilang, aku lagi ada ide. Kamu kira nemuin mood nulis yang bagus itu gampang, hah?" kata Thalita ketus.
"Maaf deh, Tha! Aku cuma pengen bercanda aja sama kamu." kata Deasy penuh sesal.
Thalita hanya mendengkus kesal dan kembali asik dengan ponselnya. Deasy mendekat pada Thalita, untuk merayu cewek itu.
"Jadi gini, Tha. Yang malam-malam aku pulang naik ojol itu, aku kan dapat cerita dari abang ojol, kalau dia pernah nganterin cewek yang bawa tas gede. Setelah lama gak melihat cewek itu lagi, si abang baru nyadar, kalau tempat si cewek pesan ojol itu, ternyata kostan. Ini tadi, aku dapat dari dia, alamatnya. Aku curiga, cewek yang dia antar itu, Renata."
Thalita mengalihkan perhatian dari ponselnya, dan menatap Deasy dengan mimik wajah serius.
"Ayo kita ke sana, Des! Aku benar-benar penasaran dengan sosok Renata ini."
"Sebenarnya aku juga penasaran. Tapi aku gak bisa nemenin kamu ke sana."
"Kenapa?"
"Bang Moses lagi sakit. Dia minta aku ke rumahnya nanti pulang sekolah."
"Ya udah kalau gitu."
Thalita kembali sibuk dengan ponselnya, tak lagi menghiraukan Deasy yang sibuk membujuknya. Thalita sedang asik membaca novel di aplikasi Noveltoon.
Setelah capek membujuk Thalita dan tak berhasil, Deasy segera beranjak meninggalkan Thalita. Karena kesal, Deasy lupa membawa ponselnya. Thalita menyeringai, melihat ponsel Deasy tergeletak di sampingnya.
Thalita cepat-cepat menyalin alamat kost Renata dari ponsel Deasy, kemudian tersenyum puas. Thalita berencana mengajak Gideon, pacarnya, untuk menyelidiki kostan Renata.
Sesuai dugaan, Deasy kembali sambil celingak-celinguk mencari ponselnya. Cewek itu tampak cemberut, melihat benda yang dicarinya, ada di sebelah Thalita.
"Kenapa gak bilang, kalau HP ku ketinggalan?" tanya Deasy ketus.
"Mana aku tau, Des. Kan dari tadi aku asik baca novel. Lagian, belum tua kok udah pikun."
Deasy mendengkus kesal, kemudian pergi lagi, tapi kali ini membawa serta ponselnya. Thalita hanya ngakak, melihat kelakuan sahabatnya itu. Ternyata emosi, bisa membuat orang berubah pikun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments