Rasa cinta bisa timbul dari seringnya bersama. Witing tresno, jalaran soko kulino. Sebuah pepatah bahasa Jawa yang menyatakan, rasa cinta akan tumbuh karena terbiasa. Itulah sekarang yang dialami Deasy. Gadis berseragam putih abu-abu itu akhirnya jatuh cinta pada Moses, pemuda yang dikenalnya beberapa waktu yang lalu.
Pembawaan Moses yang lembut, sabar dan pengertian, membuat Deasy merasa nyaman. Cowok itu terkesan sangat dewasa, meski usia keduanya hanya bertaut tiga tahun saja. Moses juga sangat mandiri, mungkin karena sudah tak mempunyai orang tua lagi, jadi Moses terbiasa berjuang sendiri.
Moses juga selalu meluangkan waktu untuk menemani Deasy, di tengah kesibukannya bekerja dan kuliah. Ya, Moses sudah bekerja, mengelola perusahaan peninggalan orang tuanya. Karena itu, Deasy tak dapat menolak, saat Moses menyatakan perasaannya. Deasy sudah jatuh hati pada Moses.
"Tha, Bang Moses udah nyatain perasaannya ke aku, lho," kata Deasy girang.
"Oh, ya? Langsung kamu terima dong?" tanya Thalita kepo.
"Pastinya, Tha. Mana bisa nolak aku. Kan dia tipe idaman banget. Nyaris sempurna tau."
"Aku ikut senang, Des. Apalagi kalau dapat PJ, wah, makin senang aku. Hahaha."
"Dasar gak mau rugi! Gampang mah itu, Tha. Kamu tinggal bilang aja, mau ditraktir dimana, pasti dikabulkan sama Bang Moses. Duit bukan masalah buat dia."
"Enak ya, punya pacar udah punya penghasilan sendiri, gak usah nunggu dikasih orang tua kalau mau traktir."
"Kalau boleh milih, jelas Bang Moses milih punya orang tua, dan kuliah saja. Capek tau, kuliah sambil kerja. Aku sebenarnya kasihan sama dia."
"Ya capek, namanya juga cari duit, kalau gak mau capek, ya tidur aja. Terus mimpi punya duit, pasti gak capek."
"Tetap aja capek, Tha. Capek hati, karena waktu bangun, semua itu cuma mimpi."
"Terserah deh, kalau gitu. Asal kamu bahagia aja, Des. Aku udah ikut senang kok. Ngomong-ngomong, kamu udah kasih tau mamamu, kalau kamu punya pacar?"
"Buat apa juga, toh mamaku gak bakal peduli kok. Orang tuaku itu, yang dipikirkan cuma bisnisnya saja. Mana mereka ada waktu buat mikirin anaknya ini. Kan dari dulu juga gitu, Tha. Masa sih kamu gak paham juga?"
"Ya gak gitu juga kali, Des. Mereka juga kan ngembangin bisnis juga buat kamu, buat masa depan kamu. Jangan punya prasangka buruk gitu sama ortu!"
"Terus aja belain! Kamu gak tau rasanya jadi aku sih. Kalau masalah materi, it's okey, mereka ngasih ke aku gak pernah kurang, malah berlebihan. Tapi aku juga pengen merasakan kasih sayang juga dari mereka. Tapi apa? Mana pernah mereka ada waktu buat aku."
Deasy selalu merasa kesal, pada setiap pembahasan mengenai orang tuanya. Gadis itu merasa, tak pernah mendapat kasih sayang. Dan Thalita selalu membela orang tuanya. Tentu saja membuat Deasy menjadi kesal.
"Ya udah, Des! Aku gak mau berantem sama kamu gara-gara bahas ini, basi tau. Jadi sekarang, kamu gak mau kenalin aku sama kangmasmu itu?"
"Lha kamu, Tha, udah tau aku malas bahas ortu, tapi kamu bahas terus. Ya aku jadi kesal aja sih. Kalau soal Kangmas, nanti aku aja kamu ke rumahnya. Gak jauh kok, bisa dibilang masih tetangga sama kita, tetangga komplek."
"Ya udah, ku tunggu traktiran dari mu."
Thalita terpaksa mengalah, karena tak mau berdebat dengan Deasy. Keduanya sama-sama keras kepala, dan mau menang sendiri. Tapi, Thalita selalu berusaha mengalah, demi uang saku dari mama Deasy. Mama Deasy, selalu memberi Thalita uang saku, seminggu sekali.
Ponsel Deasy berdering, dan wajah gadis itu tampak senang. Bisa ditebak, pasti sang pacar yang menelepon. Deasy menjauh, tak ingin percakapannya terdengar oleh Thalita.
"Halo, Bang! Pasti kangen nih sama Deasy, makanya nelpon," sapa Deasy pada sang Pacar.
"Tau aja sih kamu, Sayang? Sedang sibuk gak nih?"
"Enggak juga, Bang. Lagi ngobrol-ngobrol aja sama Thalita, di rumah dia."
"Bagus deh kalau gitu. Gini, Sayang, hari ini, Bik Sari lagi masak soto ayam kesukaan Abang. Nah, ini Abang pengennya ada yang nemenin makan. Kamu bisa ke sini, gak? Ajak juga temanmu si Thalita itu!"
"Wah! Bisa kok, Bang, bisa! Sepuluh menit lagi Deasy akan tiba di depan rumah Abang."
"Rencana mau naik apa, taksi? Kalau iya, biar Abang yang bayar."
"Gak usah deh, Bang! Deasy ke sana bawa motor aja, bareng Thalita."
"Emang bisa naik motor?"
"Thalita kan bisa. Lagian yang ntar dipakai kan motornya dia. Jadi biar dia aja yang nyetir, Deasy mah bonceng aja."
"Ya udah kalau gitu, hati-hati ya! Bilang sama Thalita, jangan ngebut bawa motornya. Abang tunggu ya, Sayang!"
"Iya, Bang. Deasy tutup dulu ya telponnya. Mau siap-siap, sama kasih tau Thalita."
"Iya, Sayang. Love you."
"Love me too."
Dengan girang, Deasy menghampiri Thalita yang sedang asik mengetik di ponselnya. Deasy memberitahu tentang undangan Moses barusan, dan menyuruh Thalita bersiap-siap.
"Haduh, aku lagi malas nih, Des. Lagi tanggung juga, ngetik novelnya, mumpung ada ide nih," Thalita beralasan untuk menolak.
"Yah, Thalita! Gak asik banget sih jadi orang? Temani aku sekali ini aja deh, please! Aku gak enak, datang ke rumah cowok sendirian. Apa nanti kata orang?" mohon Deasy.
"Lha? Biasanya kamu juga sendirian kan, kesana?"
"Biasanya sama Bang Moses. Diantar jemput sama dia, pakai mobil, jadi gak ada yang lihat. Kalau kali ini, masa aku sendirian datang gitu? Tar disangka cewek apaan, Tha?"
Dengan wajah memelas, Deasy mengemukakan alasan, berharap Thalita mau menemaninya ke rumah Moses. Sebenarnya, Deasy agak takut berada di rumah itu, tanpa ada teman yang dikenalnya dengan baik.
Rumah Moses berupa bangunan lama, dengan halaman luas yang penuh pohon-pohon besar. Bahkan ada pohon beringin tua di pojok halaman. Pohon yang dipercaya ada penunggunya. Membuat rumah Moses terkesan angker. Rumah itu juga agak terpencil dari rumah tetangga yang lain.
"Ya udah, kalau gitu, aku ganti baju dulu deh, Des."
"Oke, sip. Aku juga mau pulang, ganti baju. Nanti kamu jemput aku ke rumah ya!"
"Naik apa kamu?"
"Becak aja deh. Sekalian bagi-bagi rejeki buat abangnya. Kasian, lagi sepi tarikan."
"Oke kalau gitu, hati-hati di jalan, Des! Bilang Abang becaknya, jangan ngebut!"
Deasy mengacungkan dua jempol ke arah Thalita sambil tersenyum. Ada-ada saja temannya satu ini, masa sih naik becak aja pakai ngebut? Bisa varises tuh kaki Kang becaknya. Sambil bersenandung riang, Deasy meninggalkan rumah Thalita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments