Deasy menghampiri Thalita yang masih asik membaca di perpustakaan. Deasy sudah mengenakan seragam sekolah lagi, karena baju yang dipakainya tadi kotor oleh tanah.
"Udah bacanya, Tha? Pulang yuk!"
"Tinggal tiga bab lagi, Des. Tanggung nih, tungguin sebentar ya!"
"Masih lama gak, tuh? Aku ngantuk nih."
"Paling sejam lagi selesai. Kamu tidur aja dulu di sofa, nanti ku bangunkan kalau aku udah selesai baca!"
Deasy merebahkan diri di sofa, dekat tempat Thalita duduk membaca. Gadis itu tau, sang Sahabat tak suka diganggu kalau sedang pegang buku. Apalagi yang dibaca Thalita itu kisah detektif jadul, pasti butuh konsentrasi tinggi untuk dapat memahami bahasa yang dipakai oleh penulisnya.
Deasy melihat ke arah jam dinding yang bertengger di sebelah rak buku yang cukup tinggi. Memang rak buku tempat Moses menyimpan buku-bukunya adalah rak kayu berpelitur, rak yang lazim digunakan pada jaman dulu. Kata Thalita, mirip rak kayu yang digunakan di Hogwart, sekolah sihir di film Harry Potter.
Deasy tersenyum sendiri. Memang Thalita pengemar novel-novel fantasi dan misteri, kadang pemikiran gadis itu yang penuh imajinasi, dianggap aneh oleh teman-teman yang lain. Tapi bagi Deasy, Thalita itu cewek yang cerdas. Justru pemikirannya yang agak aneh, berguna untuk memecahkan masalah yang terbilang rumit. Thalita menggunakan cara berpikir tokoh-tokoh dari novel yang dibacanya.
Deasy memejamkan mata, berusaha untuk tidur sejenak. Tanpa sadar gadis itu mengelus cincin yang tadi dia temukan di taman lily, dan sekarang melingkar di jari manisnya. Pemandangan itu, tak luput dari perhatian Thalita.
"Cincin siapa itu, Des? Perasaan, tadi kamu gak pakai cincin deh."
Deasy kembali membuka matanya. Diamatinya cincin cantik yang melingkar di jarinya itu. Sekilas, cincin itu mirip cincin tunangan.
"Cantik kan, Tha? Tar kalau tunangan sama Bang Moses, aku mau bikin cincin kayak gini ah. Simple tapi elegan, manis juga. Cocok banget sama pribadiku yang---"
"Kayak preman pasar," sambung Thalita sambil mendekat ke arah Deasy.
"Apaan sih, Tha? Mana ada aku kayak preman pasar? Aku ini kan imut, lemah lembut dan pendiam."
"He em. Tapi yang pendiam itu foto kamu. Diam, gak gerak sama sekali tuh. Coba ku lihat cincinnya, Des!"
Thalita melepaskan cincin dari jari Deasy dengan sedikit memaksa. Deasy yang kesakitan, mencubit lengan Thalita sampai merah. Thalita tak peduli, perhatiannya cuma terarah pada cincin.
Cincin itu terbuat dari emas putih, dengan mata yang begitu cemerlang. Berlian, tebak Thalita. Bentuk dan ukiran pada cincin sangat sederhana, tapi sangat manis. Benar kata Deasy, cincin itu mirip cincin tunangan. Thalita memeriksa bagian dalam cincin, ada sederet huruf, tapi tak begitu jelas karena tertutup tanah.
"Ini kamu nemu dari dalam tanah ya, Des?" tanya Thalita.
"Ho oh, kok kamu tau sih?"
"Lha ini ada tanah nempel. Lagi pula, kan kamu habis berkebun, jadi pasti nemu nya di tanah, mustahil di atas genteng."
Kali ini, Deasy men*y*r kepala Thalita, sampai sang empunya protes. Thalita membersihkan tanah yang menempel di cincin dengan menggunakan ujung tusuk gigi, kini tulisan di dalam cincin, bisa terbaca dengan jelas. M O S E S.
"Des, sebelum pacaran sama kamu, apa Bang Moses udah pernah tunangan?" tanya Thalita yang membuat Deasy membuka matanya.
"Entah, aku gak pernah nanya, dan dia juga gak pernah cerita. Aku memang menghindari bahas mantan sama dia. Kamu tau sendiri kan, Tha, gimana reputasi aku waktu pacaran."
"Ya ya ya, kamu gak mau kan, ketahuan kalau kamu itu playgirl."
Deasy mendelik kesal. Memang benar apa yang dikatakan Thalita, tapi mendengar orang lain mengatai diri kita, rasanya sangat tidak nyaman.
"Kenapa kamu nanya kayak gitu, Tha?"
"Nih, lihat sendiri!"
Thalita mengembalikan cincin Deasy, dan kembali duduk di kursi tempatnya membaca tadi. Gadis itu kembali melanjutkan membaca, sedang Deasy mengamati cincin.
"Moses? Ada nama Bang Moses di cincin ini, Tha. Apa jangan-jangan---"
"Bisa jadi Bang Moses sudah pernah tunangan. Dan cincin itu, seharusnya milik sang Cewek, karena ada nama Bang Moses di situ."
Deasy mengangguk tanda setuju dengan pendapat Thalita. Kembali Deasy mengamati cincin di tangannya dengan seksama.
"Kok bisa ada di kebun belakang ya, Tha, ini cincin?"
"Bisa kan hilang saat si Gadis pura-pura suka berkebun, kayak kamu itu, untuk menarik perhatian Moses."
"Ooii, aku kan beneran suka berkebun, Tha, bukan pura-pura," Deasy manyun.
"Iya, berkebun di Shoope sama Hago. Kan kamu takut cacing, mana ada kamu sukarela aduk-aduk tanah kalau gak caper?" kata Thalita mencibir.
"Au ahh, pokoknya aku suka berkebun! Apa ini bukan cincinnya mama Bang Moses ya, Tha? Kata Bibi, kebun belakang itu dulunya wilayah kekuasaan si Tante. Yang menanam semua lily di sana itu, mamanya Bang Moses.
" Kalau cincin si Tante, gak mungkin pakai nama Moses, peeahh! Tapi pakai nama bapaknya Moses."
"Ya kan bisa aja, nama papanya Bang Moses itu Moses Senior, terus Bang Moses itu Moses Junior," kata Deasy semakin ngawur.
"Beneran namanya gitu?"
"Ya aku gak tau lah, Tha. Nanti deh, kamu tanya sendiri, kalau ketemu orangnya!"
"Ketemu papanya Moses?"
"Ho oh, biar nanti kamu diajak ke rumahnya yang baru, kuburan!"
"Kenapa kita gak nanya Bik Sari saja, kali aja dia tau!"
"Ide bagus, Tha! Yuk kita ke dapur, Bik Sari pasti ada di sana!"
Thalita dan Deasy bergegas menemui Bik Sari di dapur, untuk menanyakan dugaan tentang Moses pernah tunangan apa belum. Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik mereka dari balik rak buku.
Tak menemukan Bik Sari di dapur, bergegas keduanya mencari keberadaan wanita tua itu. Hampir semua tempat di rumah itu, sudah diperiksa oleh mereka berdua, tapi Bik Sari tetap tak nampak batang hidungnya.
"Kemana ya, Des? Kok Bik Sari tiba-tiba hilang aja?"
"Tadi sih di dapur, katanya mau masak makan malam buat Bang Moses. Kan soto ayam yang tadi siang sudah kita habiskan, jadi Bibi mau masak lagi, Bang Moses kan belum makan sotonya."
BRAK
"Su ... suara apa itu, Tha?" tanya Deasy kaget dan ketakutan.
"Gak tau, mungkin penghuni tempat ini. Kan biasanya rumah tua gini berhantu," jawab Thalita sengaja menakuti Deasy.
"Ka ... kamu jangan nakutin dong!"
"Siapa yang nakutin? Aku aja beneran takut nih, Des. Ayo kita pulang aja," ajak Thalita.
"Tapi kita harus pamit dulu sama Bik Sari! Masa tiba-tiba pulang tanpa pamit, sih?"
"Udah, kelamaan. Ayo cepat pulang, ngeri aku lama-lama di sini!" Thalita menarik tangan Deasy.
"KALIAN BERDUA MAU KEMANA?" tanya sosok seram yang berdiri di pintu dapur yang menuju halaman belakang. Sosok itu tampak membawa cangkul dan parang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Nur Mutmainna Patta
hantunya bik sari
2023-08-11
0
Nur Mutmainna Patta
cykopat it 🤣🤣🤣🤣
2023-08-11
0
🌷_ hana
Oh My God ... siapa itu ?!
Creppy banget sih 😵
2023-07-05
0