Deasy mulai panik, Moses belum juga muncul setelah masuk ke dalam gudang 30 menit yang lalu. Ingin menyusul sang Kekasih masuk ke gudang, tapi saat teringat laba-laba, langsung saja Deasy mengurungkan niatnya. Dari dalam gudang juga tak terdengar suara apapun, membuat Deasy semakin khawatir.
"Ah iya, kenapa gak nelpon Thalita saja ya," kata Deasy sambil menepuk jidatnya.
"Kenapa sih, Des? Ngantuk nih," gerutu Thalita di seberang sana.
"Bik Sari hilang, Tha. Dari sejak kamu pulang tadi, Bik Sari gak kelihatan batang hidungnya," kata Deasy panik.
"Lha emang Bik Sari pergi kemana? Apa gak pamit sama kamu?"
"Sepertinya dia gak keluar rumah. Abis nutup gerbang tadi, aku gak lihat Bik Sari keluar, Tha."
"Lewat gerbang belakang kali, Des, keluarnya."
"Gak ada yang namanya gerbang belakang di rumah Bang Moses. Cuma gerbang depan aja, satu-satunya akses keluar masuk."
"Terus? Bang Moses belum pulang?"
"Udah. Dia lagi nyari Bik Sari ke dalam gudang. Tapi ini udah lebih dari 30 menit, belum keluar juga."
"Gudang? Yang dekat dapur itu kan? Masa gak keluar-keluar sih, kan cuma seupil juga tempatnya? Susulin lah, Des!"
Deasy kembali bergidik ngeri, membayangkan para laba-laba itu merambat di badannya kalau dia nekad masuk ke dalam gudang.
"Kamu tau kan, kalau aku phobia laba-laba, Tha?"
"Yah, payah! Sama laba-laba aja kok takut. Bawa obat anti serangga, Des! Aku lihat di perpus ada kok, di atas rak dekat sofa."
"Laba-labanya pasti mati kalau di semprot?"
"Mati kok, kan termasuk serangga."
"Oke kalau gitu, Tha. Ku ambil dulu obat anti serangganya. Makasih ya, atas sarannya."
Deasy mematikan panggilan, kemudian ke perpustakaan untuk mengambil obat anti serangga. Tapi---
"BIK SARI?? NGAPAIN BIBI DI SINI?" pekik Deasy.
Bik Sari yang terkejut karena ada yang berteriak, terbangun dari tidur dengan gelagapan. Wanita tua itu mengucek matanya, dan merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku.
"Lho? Ini jam berapa sih, Neng? Bibi ketiduran nih."
"Astaga Bibi! Dari tadi aku dan Bang Moses nyariin Bibi lho. Eh, ternyata Bibi malah enak-enakan molor di sini. Kami berdua aja khawatir banget."
"Ya maaf, Neng! Bibi tadi niatnya bersih-bersih tempat ini. Terus karena capek, Bibi pengen meluruskan punggung, eh malah ketiduran," kata Bik Sari sambil nyengir.
"Hadeh, bikin panik aja si Bibi ini! Sekarang, Bang Moses lagi cari Bibi di gudang, dari tadi gak keluar-keluar. Bibi liatin dong!"
"Kok gak Neng Deasy aja?"
"Anu ... aku takut ruang sempit, Bik."
"Ya udah, kalau gitu biar Bibi aja yang liat Den Moses di gudang."
Deasy mengekor di belakang Bik Sari, tapi gadis itu tak ikut masuk ke dalam gudang. Menunggu di tempat yang agak jauh. Yang menurutnya bebas dari serangan laba-laba. Tak lama ada suara orang bercakap-cakap dari dalam gudang.
"BIK SARI! BANG MOSES! KELUAR DONG DARI SITU! KOK MALAH NGOBROL, SIH?" teriak Deasy dari luar gudang.
Hening. Tak ada suara sama sekali. Membuat Deasy kesal dan merasa dikerjai oleh kedua orang itu.
"BIBI! BANG MOSES! INI GAK LUCU SAMA SEKALI, YA!"
Tetap gak ada suara, Deasy semakin bertambah kesal.
Gadis itu memutuskan pergi dari dapur dan duduk di ruang tengah untuk nonton televisi. Sampai 30 menit berikutnya, Bik Sari dan Moses tidak ada yang nyusul Deasy.
Deasy mendengkus kesal. Rasa marah karena dikerjai, membuat Deasy memutuskan untuk pulang saja. Dengan ponsel, Deasy memilih memesan ojek online. Televisi sengaja gak Deasy matikan, supaya Moses dan Bik Sari tak mengetahui kepergiannya. Mengira Deasy masih nonton teve.
"Dengan Non Deasy?" tanya seorang pengemudi ojek yang berhenti di depan Deasy.
"Iya, Bang. Ke jalan Baronang, ya!"
"Siap, Non."
Deasy duduk di boncengan motor Kang Ojek, setelah memakai helm yang diberikan padanya. Untuk mengusir sepi, Kang Ojek mengajaknya ngobrol.
"Non Deasy tadi dari rumah angker itu, apa cuma kebetulan saja nunggu di situ?"
"Rumah angker? Maksud Abang?"
"Rumah tempat Non Deasy nunggu tadi kan terkenal angker, Non. Saat malam-malam tertentu, ada yang mendengar suara perempuan sedang nangis tersedu-sedu."
"Yang bener, Bang?"
"Beneran, Non. Saya ngomong gini karena saya pernah dengar sendiri. Bukan cuma katanya lho."
"Itu rumah pacarku, Bang. Aku sering main ke situ, tapi gak pernah dengar ada orang nangis kayak yang Abang ceritakan itu."
"Ya mungkin waktunya kurang tepat, Non. Tangisan itu cuma terdengar di malam-malam tertentu, gak setiap hari."
"Gitu ya, Bang. Tapi baru kali ini juga sih, aku sampai malam di rumah itu. Biasanya sebelum magrib aku udah pulang."
"Ya bagus kalau gitu, Non. Saya sih cuma mengingatkan. Lain kali, jangan sampai malam kalau main di situ!"
"Iya, Bang. Terima kasih ya, udah mau mengingatkan Deasy."
"Sama-sama Non. Tapi, beneran kan, Non Deasy gak marah?"
"Ngapain marah, Bang? Kalau ada yang mau mengingatkan, itu tandanya Abang peduli sama saya."
"Saya cuma sedang mencoba berbuat baik aja kok, Non. Karena sebelumnya, saya bersikap terlalu cuek, dan saya menyesalinya sampai sekarang ini."
"Emang ada apa sih, Bang? Kasih tau lah, karena saya orangnya kurang suka dibikin penasaran!"
"Saya pernah ngantar gadis cantik kayak Non ini, malam-malam ke rumah itu. Dia bawa tas gede gitu, kayak mau pergi jauh. Sebelumnya, saya memang sering melihat dia di sekitar rumah tua itu."
"Terus? Apa yang membuat Abang menyesal?"
"Entah ya, Non. Saya merasa gak enak aja, setiap kali saya teringat pada gadis itu. Itu terakhir kali saya ketemu dia, setelah itu gak pernah melihat dia lagi, meski tiap hari saya lewat situ."
"Ya mungkin dia sudah pindah atau gimana gitu, Bang. Kan kata Abang, dia bawa tas gede, lagi mau mudik kali."
"Ya bisa jadi sih, Non. Cuma perasaan saya aja yang gak enak, setiap lewat di situ. Apalagi, sejak saat itu, saya mulai mendengar suara wanita nangis itu, Non. Tepatnya, setiap malam dimana saya terakhir ketemu gadis itu. Setiap Kamis malam jumat."
Deasy merasa ngeri, setelah mendengar cerita dari tukang ojek online itu. Dia mulai membayangkan, kalau dirinya juga hilang.
"Udah sampai di tujuan nih, Nong."
Kang ojek menghentikan motornya di depan gerbang rumah Deasy yang tinggi. Setelah turun dan mengembalikan helm, Deasy melangkah menuju rumahnya. Tiba-tiba gadis itu berbalik dan kembali menuju tukang ojek itu.
"Bang, misscall ke nomerku ya, tar ku simpan. Jadi kalau aku lagi butuh jasa Abang lagi, gak perlu repot-repot."
"Siap, Non."
Tak lama terdengar bunyi denting, tanda ada chat masuk ke ponsel Deasy. Gadis itu berpamitan pada Kang Ojol, dan masuk ke rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Nur Mutmainna Patta
yg nangis it renata
2023-08-11
0
🌷_ hana
cewek itu pasti tunangannya Moses di masa lalu.
antara dibunuh atau disekap.
2023-07-05
0