Perlakuan Moses pada Deasy yang lemah lembut, membuat Deasy merasa terayomi. Pribadi Moses yang sangat sabar menghadapi kemanjaan Deasy, membuat gadis itu merasa yakin, Moses adalah pria yang memang ditakdirkan Tuhan sebagai pelindungnya.
Thalita tersenyum, melihat kemesraan sahabatnya dengan sang Kekasih. Gadis itu merasa senang, Deasy menemukan pacar yang baik dan perhatian. Pasti Deasy tak akan lagi merasa kesepian, ada yang menemani saat orang tuanya sibuk.
Thalita juga merasa lega, tak khawatir lagi, kalau hendak meninggalkan Deasy untuk kencan dengan pacarnya. Ya, Thalita sudah punya pacar, tapi gadis itu merahasiakannya dari sang Sahabat. Thalita takut Deasy merasa sedih dan diabaikan, kalau Thalita lebih perhatian pada pacarnya.
Sekarang, rasa itu tak perlu lagi. Deasy juga sudah punya pacar, jadi Thalita akan mengakui hubungannya dengan Gideon, di hadapan Deasy. Nanti, tidak sekarang ini.
"Des, pulang yuk! Udah sore nih, nanti Kanjeng Mami ngomel," ajak Thalita.
"Aku masih mau disini, Tha. Kamu telpon aja mama kamu, bilang kalau kamu nemenin aku, pasti boleh!"
"Aku bosan, Des. Kamu sih enak, pacaran mulu, jadi waktu kayak cepat. Lha aku? Yang dari tadi cuma main HP, bosen Des."
"Oh iya, Tha. Disini, Bang Moses punya perpustakaan pribadi lho. Kamu bisa baca-baca sepuasnya di sana. Mau?"
Thalita menggendikan bahu, tak tau harus berkata apa. Selama ini, buku yang sering Thalita baca adalah novel. Orang seperti Moses, tampaknya tak suka membaca novel. Pasti isi perpustakaannya, hanya buku-buku non fiksi yang membosankan.
Tampak Moses turun dari kamarnya di lantai dua. Cowok itu terlihat segar, dan tercium bau wangi ketika dia mendekat. Pastilah cowok itu baru saja mandi. Rambutnya yang basah, tak menutup kemungkinan dia juga keramas.
"Halo, para gadis, kalian pada ngapain nih?" tanya Moses sambil duduk di sebelah Deasy.
"Ini lho, Bang, Thalita ngajak pulang, katanya bosan disini. Apa Abang bisa pinjamkan dia perpustakaan milik Abang? Dia itu kutu buku."
"Oh, ya? Benar begitu, Thalita?"
"Ya bukan kutu buku juga sih, Bang. Aku cuma suka baca novel, terutama cerita detektif dan petualangan."
"Wah, kayak e ada tuh koleksiku yang pasti kamu suka. Aku punya banyak novel detektif terjemahan. Kamu suka baca novel Sherlock Holmes?"
"Suka sih, Bang. Cuma aku terlalu bokek untuk beli semua bukunya. Aku cuma punya dan baca buku pertama saja, Penelusuran Benang Merah."
"Di perpus ku, aku punya keempat bukunya, kamu bisa baca di sana. Tapi ingat, buku-buku milikku jangan sampai kamu bawa keluar dari ruangan itu, meskipun masih di dalam rumah ini!"
"Lha kenapa, Sayang?" tanya Deasy yang dari tadi hanya diam.
"Aku gak mau buku-buku milikku hilang dan rusak."
"Takut ku colong, Bang?" tanya Thalita.
"Bukan! Cuma takut kamu lalai, lupa taruh dimana, lama-lama nanti hilang."
"Oh gitu, kirain takut ku colong. Jadi, aku boleh baca, tapi di ruangan itu?"
"Ya begitulah. Tapi gak kayak di perpustakaan umum sih, di perpustakaan milikku boleh bawa makanan dan minuman, asal dijaga aja. Jangan sampai tercecer makanannya, nanti ngundang tikus!"
"Asik!! Dari tadi dong bilang, Bang Moses punya perpus, kan aku gak akan ngajakin pulang," gerutu Thalita.
Moses cuma nyengir, dan Deasy tertawa lebar. Deasy paham sekali, Thalita yang memang kutu buku, akan nyaman berada di rumah ini.
"Yuk, ku antar kamu ke sana, Tha," ajak Deasy.
Setelah pamit pada sang empunya rumah, Thalita mengikuti Deasy berjalan ke arah perpustakaan. Tiba-tiba hawa dingin bertiup entah darimana datangnya, membuat bulu tengkuk Thalita berdiri. Gadis itu mempercepat langkah, dan mengandeng lengan Deasy.
"Kamu gak merasa rumah ini seram, Des?" tanya Thalita sambil meraba tengkuk.
"Awalnya sih iya, Tha. Tapi lama-lama enggak lagi, mungkin karena udah terbiasa aja. Ini kan emang bangunan tua, wajar aja kamu merasa seram, karena baru pertama kali ke mari," jelas Deasy.
Thalita memandang sekeliling, rumah ini mempunyai plafon yang lumayan tinggi. Tak heran jika di atas sana ada sarang laba-laba, menambah kesan suram. Mungkin tempat itu terlalu tinggi, hingga Bik Sari tak dapat menjangkau untuk membersihkannya.
Deasy berhenti di depan pintu kayu yang terlihat kokoh. Tubuh mungil Thalita pasti tak akan kuat mendobrak pintu itu. Sepertinya daun pintu terbuat dari kayu jati, dipenuhi dengan ukiran dan pelitur yang membuatnya tampak mengkilap.
"Iii ... iiini, perpusnya, Des?"
"Iya, yuk masuk!"
Deasy membuka pintu, tak ada suara derit seperti di film-film horor, membuat Thalita merasa sedikit lega. Bau khas perpustakaan segera menguar dan tercium oleh indra gadis itu, membuatnya tersenyum.
"Wah, perpusnya gede banget, kayak di Hogwrat," kata Thalita kagum.
Deasy hanya tersenyum dan menggelengkan kepala, melihat sahabatnya terpesona pada perpustakaan milik Moses. Deasy yakin, setelah ini, Thalita akan sering mengajak ke rumah ini. Apalagi sang Pemilik, melarang buku-bukunya dibawa keluar. Jadi Thalita tak bisa pinjam dan membacanya di rumah.
"Udah sana, cari buku yang sesuai seleramu! Masa dari sekian banyak gak ada yang pengen kamu baca, sih?" kata Deasy.
"Ya pasti ada. Tadi kan ayangmu juga bilang, dia punya koleksi Sherlock Holmes, itu buku yang pengen banget ku baca. Terus bukunya J K Rowling, Harry Potter."
Mata Thalita tampak berbinar, gadis itu menemukan sorganya pecinta bacaan. Segera dihampirinya rak-rak tinggi yang berjajar di sepanjang dinding, dan menelusuri setiap buku yang berderet di sana.
"Nanti ku suruh Bik Sari antar cemilan buat teman kamu membaca, Tha," kata Deasy sambil memutar tumit.
"Eh ... Des, Deasy! Pintunya biarkan terbuka saja ya! Serem kalau sendirian di sini dengan pintu tertutup."
"Yah, Thalita payah! Masa pengemar horor gini doang udah serem, sih?"
"Aku bukan pengemar horor, tapi cerita fantasi dan misteri."
"Nah, itu misteri kan sama aja, horor."
"Beda woy! Misteri itu belum tentu horor. Cerita detektif kayak Sherlock Holmes ini juga termasuk misteri," kata Thalita sambil menunjukkan buku incarannya.
"Terserah kamu aja lah, Tha. Yang penting kamu gak ngajakin pulang, jadi aku bisa pacaran dengan tenang," kata Deasy sambil berjalan pergi.
"DASAR KUTIL MONYET," kata Thalita sambil tertawa.
Thalita merebahkan diri di sofa yang disediakan di tempat itu, sebelum tengelam dalam bacaan di tangannya. Gadis itu dikagetkan dengan munculnya perempuan tua yang masuk membawa nampan.
"Neng, ini cemilannya. Bibi taruh di sini ya?"
"Astaga! Bibi nih ngagetin aja. Terima kasih ya, Bik."
"Sama-sama, Neng. Kalau perlu apa-apa, Bibi ada di dapur ya, itu lho, sebelah kiri ruangan ini."
"Iya, Bik. Terima kasih. Nanti pintunya jangan ditutup ya, Bik! Ngeri!"
Bik Sari mengerutkan kening, kemudian tersenyum misterius. Untung Thalita tak melihatnya, karena gadis itu akan merasa takut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
aas
kesukaan aku buku Sherlock Holmes 🤭
2025-02-14
0
Nur Mutmainna Patta
jgn bilang Moses in udah mati bgtu atau bisa jdi dia pembunuh dgn baik sari..
2023-08-11
0
Hanachi
lha kan tajir. kenapa ga pakai jasa bersih bersih yang profesional?
aku rasa ada yang ga beres deh sama si Moses ini.
2023-07-05
0