Moses masuk ke perpustakaan, dan mengunci pintunya dari dalam. Bik Sari hanya melihat dari ruang tamu dengan kepala dipenuhi tanda tanya. Apa majikannya sudah gila? Bisa jadi, gila karena cinta.
Suara musik lembut mulai mengalun dari perpustakaan. Musik klasik? Entahlah, Bik Sari juga tak paham. Yang jelas, mendengar suara musik itu membuat mata Bik Sari terserang kantuk. Wanita tua itu memeriksa semua pintu dan jendela, apa sudah terkunci dengan benar, kemudian beranjak menuju peraduan.
Matahari rupanya sudah tinggi, ketika Bik Sari terbangun dari tidurnya. Dengan tergopoh, wanita tua itu membersihkan diri dan segera beranjak ke dapur, untuk menyiapkan sarapan.
Suara musik masih terdengar dari perpustakaan, pertanda Moses belum keluar dari tempat itu. Hal ini membuat Bik Sari mengerutkan kening karena merasa heran.
TOK ... TOK ... TOK ... TOK
"Den! Udah bangun belum? Udah siang nih. Gak kuliah?" Bik Sari membangunkan Moses yang mungkin tertidur di dalam.
TOK ... TOK ... TOK
"DEN MOSES, UDAH SIANG LHO!"
Bik Sari mulai berteriak, karena tak mendengar suara apapun dari dalam, selain suara musik.
TOK ... TOK ... TOK ... TOK
"DEN MOSES! BANGUN DEN!"
Masih belum ada jawaban. Saat itu jarum jam sudah menunjuk pada angka delapan, waktunya Moses berangkat kuliah.
"Nih orang, kalau udah tidur ngebo banget deh, susah dibangunin," gerutu Bik Sari.
Bergegas Bik Sari naik ke kamar Moses di lantai atas, untuk mengambil kunci serep, karena pintu perpustakaan masih terkunci. Tanpa mengetuk, Bik Sari nyelonong masuk ke kamar Moses.
"ASTAGA!!"
Bik Sari mengelus dadanya yang hampir copot karena terkejut. Ternyata Moses sudah bergelung di bawah selimut di kamarnya. Tubuh Moses mulai menggeliat bangun, mendengar pekik kaget Bik Sari.
"Jam berapa ini, Bik?" tanya Moses sambil mengucek mata.
"Jam delapan lebih. Den Moses gak kuliah?"
"Aku gak enak badan nih, Bik. Kepalaku rasanya mau pecah, pusing banget. Badanku juga rasanya demam."
Bik Sari mendekat ke arah Moses, dan memegang keningnya dengan punggung tangan. Bik Sari juga menyamakan suhu badan Moses dengan suhu badannya sendiri.
"Iya, badan Den Moses panas. Sebentar ya, Bibi bawakan sarapan dan obat penurun panas. Biar Den Moses bisa makan dulu dan minum obat."
"Iya, Bik."
Moses kembali memejamkan mata, dan Bik Sari beranjak ke dapur mengambil sarapan untuk majikannya. Sebelum keluar dari kamar Moses, Bik Sari sempat meraih kunci ruang perpustakaan, yang digantungkan di dinding oleh Moses.
"Kok aneh, pintu ini masih terkunci dari dalam, dan kuncinya masih nyangkut di lubangnya, tapi kok Den Moses bisa keluar dari sini, ya?" gumam Bik Sari heran.
Bik Sari mencoba membuka pintu ruang perpustakaan, dengan menggunakan kunci cadangan, tapi pintu itu tak bisa dibuka, anak kunci masih menempel di lubangnya dari dalam.
"Au ahh. Makin aneh aja rumah ini. Jangan-jangan benar kata orang di luar sana, rumah ini ada penunggunya," Bik Sari bergidik ngeri.
Wanita tua itu melangkah ke dapur, menyiapkan sarapan dan obat penurun panas. Kemudian membawanya ke kamar Moses. Sebelum itu, Bik Sari menaruh kunci ruang perpustakaan di kamarnya.
Tok ... Tok ... Tok
"Masuk, Bik," Moses menyahut dari dalam kamar.
Bik Sari membawa nampan berisi sarapan, dan menaruhnya di depan sang Majikan. Moses sudah lebih rapi, tampaknya cowok itu habis ke kamar mandi dan menyisir rambutnya.
"Sebenarnya Bibi gak tau kalau Den Moses lagi gak enak badan. Bibi cuma kepengen aja masak bubur ayam, kebetulan sekali kan?"
"Wah, berarti kita ini sehati, Bik. Padahal aku tadi mau minta Bibi beliin aku bubur saja buat sarapan. Aku lagi malas ngunyah. Ternyata Bibi sudah bikin bubur."
"Bener, Den. Kita memang sehati, Bibi juga lagi malas ngunyah. Gusi Bibi lagi sariawan, perih banget kalau buat makan, makanya Bibi bikin bubur aja."
"Kasih obat, Bik. Kayaknya aku ada beli obat sariawan beberapa waktu lalu, ada di kotak obat."
"Gak mau ah obat yang itu, perih banget, Den."
"Tapi kan manjur itu, Bik. Paling tiga kali diteteskan, udah sembuh kok. Daripada Bibi gak bisa makan, hayo."
"Iya juga sih. Nanti deh Bibi coba. Bibi mau bawa cucian ini ke bawah ya, Den. Tar nampannya Bibi ambil ke sini, taruh aja dulu di bawah situ!"
Moses mengangguk, kemudian melanjutkan makan bubur. Bik Sari ke bawah membawa sekeranjang cucian dari kamar Moses. Saat melewati perpustakaan, Bik Sari merasa ada yang janggal. Wanita itu berhenti sejenak, berusaha mengingat, apa yang membuatnya merasa janggal. Setelah beberapa saat tak menemukan, Bik Sari segera beranjak ke belakang.
Ketika memasukkan cucian ke dalam mesin cuci, Bik Sari mendengar suara-suara aneh dari arah gudang. Letak mesin cuci, memang berseberangan dengan pintu gudang. Sesaat terdengar suara gaduh, yang membuat Bik Sari terkesiap.
"Suara apa sih itu? Kok tiba-tiba bikin aku merinding," kata Bik Sari sambil meraba tengkuknya.
Kembali Bik Sari melanjutkan kerjanya mencuci pakaian, ketika suara benda jatuh dari arah gudang membuatnya kaget.
BRAK
"Mbah Hantu, mbok ya jangan nakutin gitu dong! Aku di sini hanya numpang cari makan, jangan diganggu!" kata Bik Sari takut-takut.
SREK SREK BRAK BRUK
Suara aneh itu kembali terdengar dari arah gudang, dan sempat membuat Bik Sari melonjak kaget.
"ASTAGA, MBAH! Udah dibilang jangan ganggu kok malah nakutin. Gak bisa dibiarkan emang ini Mbah Hantu."
Bik Sari bergegas berjalan ke gudang, dan membuka pintunya kasar. Setelah menekan saklar lampu di dekat pintu, Bik Sari memandang ke sekeliling. Tak ada yang aneh. Gudang itu masih serapi saat Bik Sari terakhir kali menatanya. Tak ada satupun benda yang tampak habis jatuh dan berantakan.
"Haduh! Jangan-jangan beneran rumah ini berhantu deh," kata Bik Sari ngeri.
Bergegas Bik Sari menutup pintu gudang dan menguncinya dari luar, sampai lupa mematikan lampu. Sorot lampu dari dalam, nampak menerobos keluar dari celah bawah pintu.
KLIK
Suara saklar lampu yang ditekan, mengejutkan Bik Sari. Apalagi saat melihat, sorot lampu dari celah bawah pintu, padam.
Dengan tangan gemetar, Bik Sari meraih gagang pintu dan memutarnya pelan. Masih terkunci. Bik Sari juga melihat, slot pintu masih dalam posisi mengunci.
"Siapa ya, yang matikan lampu? Masa sih tikus? Atau jangan-jangan, beneran hantu, ya?"
Kembali tangan Bik Sari meraih gagang pintu, membuka slot kunci dan memutar gagangnya. Pintu gudang terbuka, dan menampakkan suasana gudang yang rapi dan terang benderang.
"KYYAAAA!"
Bik Sari berlari ke arah kamar Moses dengan langkah ketakutan. Hampir saja wanita tua itu terjatuh dari tangga, tapi untung sempat meraih pegangan.
"ASTAGA! Huft hampir saja," Bik Sari mengelus dadanya sejenak, meredakan detak jantung dan napas yang memburu. Setelah itu pergi ke kamar sang Majikan.
Tanpa mengetuk, Bik Sari membuka pintu kamar Moses, dan tak melihat pemiliknya di kamar itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments