Deasy terlahir sebagai anak tunggal, dari sebuah keluarga yang tergila-gila dengan kata 'kerja'. Kedua orang tuanya sibuk mengejar karier, dan sering pergi ke luar kota. Kadang sampai berhari-hari. Deasy kecil sering merasa kesepian, karena itu, dia lebih banyak berada di rumah Thalita. Mereka sama-sama anak tunggal, cuma bedanya, mama Thalita bukanlah wanita karier. Beliau adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Karena itu, Thalita tak pernah merasa kesepian seperti Deasy.
Deasy sudah dianggap seperti anak sendiri oleh mama Thalita. Kadang, Mama membelikan barang yang sama, saat membeli untuk Thalita. Kedekatan keduanya, tentu saja pernah membuat Thalita kecil merajuk, bocah itu tak mau berbagi mama. Tapi, Tante Anna, mama Deasy, juga sering berbuat sama, membelikan oleh-oleh buat Thalita, sama dengan punya Deasy, cuma beda warna. Deasy suka warna merah, Thalita suka warna biru.
Kadang, mama Thalita terlihat lebih menyayangi Deasy, daripada anaknya sendiri. Mama Thalita akan sangat panik, saat Deasy terluka, meski itu hanya sebuah luka kecil. Bahkan ketika Deasy bersin, mama Thalita akan segera membawanya ke dokter. Lebay? Begitulah adanya.
"Anak Mama itu Deasy atau Thalita sih, Ma? Kok Mama lebih sayang ke dia daripada ke aku."
Protes Thalita kala itu, saat Mama memilihkan duri ikan buat Deasy, tapi membiarkan Thalita makan sendiri.
"Kamu kan sudah pinter makan ikan, Tha, sedang Deasy belum terbiasa. Kan kasian kalau sampai tertelan durinya," jawab Mama.
Thalita kesal, sampai punya niat sengaja menelan duri, agar mendapat perhatian dari mamanya. Tapi saat teringat sakitnya tertelan duri ikan, Thalita mengurungkan niatnya. Yang bisa Thalita perbuat, hanya merajuk, hingga sang Mama kembali perhatian padanya, bukan Deasy.
Pernah juga, Deasy membuat ulah agar papa dan mamanya tak jadi pergi. Gadis cilik itu sengaja bermain hujan, agar terkena flu. Tapi, harapannya tak terwujud, bukannya terkena flu, Deasy malah terkena jewer papanya. Deasy merasa kesal sekali.
Pernah juga Deasy berniat pergi dari rumah. Gadis cilik itu sudah memasukkan beberapa baju dan mainan, ke dalam ransel sekolahnya. Membongkar celengan agar punya duit buat bekal minggat. Tujuan Deasy cuma satu, rumah Thalita. Deasy akan memohon pada mama Thalita untuk mengadopsi dirinya. Ya, di rumah Thalita selalu ada mama yang menyayangi dirinya. Deasy tak akan merasa kesepian lagi.
Deasy juga sempat berpikiran, untuk meminta Thalita untuk tukar posisi. Mereka akan bertukar keluarga, karena Deasy melihat mamanya lebih sayang pada Thalita daripada pada dirinya. Mungkin saja mereka tertukar di rumah sakit ketika lahir. Tapi itu sangat tidak mungkin, selisih usia Thalita dan Deasy lima bulan, jadi tak mungkin lahir barengan.
Beranjak remaja, Deasy dan Thalita bagai saudara kembar, beda ayah dan ibu. Keduanya sering memakai barang-barang yang sama, seperti anak panti, hehehe.
Sifat Thalita yang tengil, berbanding terbalik dengan sifat Deasy yang kalem. Karena itu, Deasy sering berperan sebagai kakak bagi Thalita. Deasy lebih banyak mengalah.
"Des, aku pinjam sepatu kamu yang warna biru, dong!"
"Sepatu biru yang mana, Tha?"
"Itu lho, yang kemarin kita beli di mall."
"Yah, gimana sih? Itu kan masih baru, aku belum pakai, masa kamu pinjem?" keluh Deasy.
"Boleh apa gak? Gitu aja jawabnya panjang bener, muter-muter."
"Gak."
"Ketus amat! Dasar pelit, bilang gak boleh aja pakai muter-muter dulu."
"Haduh, Tha. Jawab panjang dibilang muter-muter, pendek dibilang ketus. Serba salah!"
"Abis kamu pelit, pinjam aja gak boleh!"
"Lagian, yang dipinjam sepatu baru. Yang punya juga belum pakai sama sekali. Itu namanya kurang ajar."
Saat berantem seperti itu, Deasy lebih memilih untuk menghindari Thalita. Deasy akan pulang ke rumahnya, dan tak akan muncul di rumah Thalita sampai beberapa hari mendatang. Setelah dirasa mereka sama-sama tenang, baru Deasy sering berkunjung ke rumah Thalita lagi.
Saat Deasy mulai duduk di bangku SMP, kedua orang tuanya semakin jarang di rumah. Lebih sering ke luar kota atau luar negeri untuk berbisnis. Deasy yang selalu kesepian, lebih banyak membuat ulah, untuk memancing perhatian orang tuanya.
Deasy suka datang terlambat ke sekolah. Rok seragamnya juga dibikin pendek, sepuluh senti di atas lutut. Akibatnya, orang tua Deasy dipanggil ke sekolah untuk mendapat teguran. Bukannya sedih, Deasy justru terlihat bahagia, melihat orang tuanya keluar dari ruangan kepala sekolah dengan wajah kusut.
"Kenapa senyum-senyum, Des?" tanya Thalita sambil menepuk bahu Deasy.
"Lihat! Wajah emak dan bapakku kusut banget. Kayak daster katun yang gak diseterika.
"Kamu bikin ulah apalagi?"
"Cuma telat datang ke sekolah gara-gara banjir."
"Hah? Ngarang banget! Mana ada banjir di musim kemarau kayak gini?"
"Hahaha, itu kan alasanku ke Wakasek kesiswaan, waktu beliau nanyain kenapa rok yang ku pakai pendek banget."
"Dasar, Deasy! Cepetan tobat! Kasian emak sama bapakmu, dipanggil-panggil mulu."
"Biarin aja deh, Tha. Biar mereka tau, anaknya ini masih sekolah di sini, belum dikeluarkan."
Masih banyak ulah Deasy yang lain, yang membuat orang tuanya harus bolak-balik datang ke sekolah. Thalita juga sering mengingatkan, tapi Deasy tetap bandel.
Saat SMA, Deasy sering sekali gonta-ganti pacar. Bahkan ada yang bertahan cuma tiga hari. Mereka putus, karena Deasy merasa bosan. Pacarnya terlalu suka ngatur. Itu jawaban yang dikatakan Deasy, setiap ada yang bertanya kenapa putus.
Pacar terakhir Deasy adalah Moses. Seorang mahasiswa yatim piatu, tapi kaya raya, yang dikenalnya saat di halte bus. Moses membuat Deasy merasa nyaman, karena itu, hubungan mereka berjalan lebih dari dua tahun.
Moses hanya tinggal berdua dengan asisten rumah tangganya. Wanita tua yang biasa dipanggil Bik Sari. Bik Sari mulai bekerja di rumah Moses sejak kedua orang tua cowok itu meninggal akibat kecelakaan mobil. Mengantikan asisten sebelumnya yang memutuskan untuk pensiun, mereka masih berkerabat.
Deasy kerap mengajak Thalita berkunjung ke rumah Moses. Di sana ada perpustakaan yang membuat Thalita merasa betah. Jadi, setiap Deasy pacaran dengan Moses, Thalita akan membaca buku sepuasnya di perpustakaan. Moses membuat peraturan, buku-buku di perpus, tak boleh dibawa keluar dari ruangan itu.
Peraturan yang menurut Thalita sangat aneh, tapi gadis itu bisa menerima, saat Moses mengatakan alasannya. Moses sangat menyayangi buku-bukunya, dan tak mau kehilangan buku-buku itu. Takutnya sang peminjam lalai, dan tak mengembalikan buku milik Moses ke tempat semula. Masuk akal juga.
Demi boleh membaca di perpustakaan yang terbilang lengkap itu, Thalita menyanggupi semua peraturan yang dibuat pemiliknya. Padahal ... kadang Thalita merasa ngeri, ketika sendirian di dalam perpustakaan yang sunyi itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments