Seperti janji yang dibuat kemarin, pulang sekolah Deasy dan Thalita segera meluncur ke rumah Moses. Keduanya disambut dengan senyum lebar oleh Bik Sari, asisten rumah tangga di tempat itu. Bik Sari mulai bekerja di rumah Moses, setelah orang tua cowok itu meninggal karena kecelakaan. Sebelumnya, kerabat Bik Sari yang menjadi asisten rumah tangga di situ.
"Wah, Bibi kira gak jadi ke sini, Neng. Tadi sampai jam dua belas kok belum sampai."
"Ya jelas belum, Bik. Kan kita aja keluar dari sekolah jam dua siang. Bibi kira kami anak SD, jam dua belas udah di rumah? Kami ini anak SMA, Bik," kata Deasy sambil terkekeh.
"Bibi gak tau, Neng. Dulu jaman sekolah, jam dua belas udah di rumah kok."
"Oh ya? Bibi sekolah SMA juga?" tanya Thalita.
"Ya enggak, Neng. Cuma sampai kelas tiga SD aja, mau lanjut gak punya biaya," jawab Bik Sari sambil nyengir.
"PANTESAN!" Thalita dan Deasy menyahut bersamaan.
Thalita dan Deasy tertawa bersama, sedang Bik Sari cuma nyengir. Kehadiran kedua gadis itu di rumah majikannya, membawa hiburan tersendiri bagi Bik Sari. Biasanya rumah Moses terasa sepi dan sunyi, bahkan cenderung membuat ngeri. Kedua gadis itu, membuat suasana sedikit ramai, dengan obrolan dan ulah mereka yang kocak.
"Hayuk deh, Neng, makan dulu! Bibi udah masakin soto ayam buat Eneng berdua."
Ketiganya kemudian menuju ruang makan. Deasy dan Thalita yang memang sudah lapar, segera makan dengan lahap. Bik Sari merasa sangat senang, mereka berdua makan sampai nambah. Wanita tua itu merasa masakannya sangat dihargai. Setelah makan, Deasy dan Thalita segera melakukan aktivitas yang memang menjadi tujuan mereka datang ke tempat itu.
Setelah berganti pakaian, Deasy segera ke kebun belakang membawa sekop kecil dan ember plastik. Bik Sari segera menyusul Deasy setelah membereskan meja makan dan mencuci piring.
Thalita masuk ke dalam ruang perpustakaan, tanpa menganti pakaian. Gadis itu tetap mengenakan seragam sekolahnya. Tak lupa, Thalita membawa serta cemilan dan air minum yang telah disiapkan Bik Sari.
Begitu pintu perpus terbuka, bau harum bunga lily yang kemarin diletakkan Deasy di dalam vas, menyeruak masuk ke indra penciuman Thalita. Benar kata si Bibi, wangi lily ini agak sedikit aneh. Seperti ada bau busuk bangkai tikus yang sudah mati berhari-hari. Bau itu hanya tercium sekilas, kemudian berganti dengan aroma harum bunga lily.
"Bbrrr," tiba-tiba, hawa dingin menerpa tubuh Thalita, membuat gadis itu menggigil. Bulu tengkuk gadis itu juga terasa berdiri.
"Aduh! Ada apa sih ini? Kok rasanya aneh sekali," gumam Thalita.
Thalita mengamati seluruh isi perpustakaan, sebelum melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan itu. Tidak ada yang aneh, semuanya tetap seperti kemarin, saat Thalita meninggalkan tempat itu.
Dengan memantapkan langkah, Thalita memasuki ruang perpustakaan. Matanya masih tetap mengawasi sekeliling. Gadis itu tersenyum, ketika melihat buku yang kemarin dibacanya, terletak rapi di meja tempat dia menaruh buku itu.
Thalita menaruh toples dan botol minum di meja, meraih buku yang hendak dia baca dan merebahkan tubuhnya di sofa. Tak lama, gadis itu sudah tengelam dalam bacaannya.
Di halaman belakang, Deasy bengong melihat hamparan bunga lily yang tumbuh subur. Harum aroma bunga, memanjakan indra penciumannya.
"Ini yang tanam, Bang Moses semua, Bik?"
"Iya, Neng. Si Aden memang suka sekali bunga lily, katanya sih, nurun dari ibunya. Dulu semasa hidup, taman belakang ini daerah kekuasaan Nyonya."
"Oh gitu ya, Bik. Semua bunga lily, gak ada tanaman lain."
"Katanya sih, Nyonya cuma suka sama bunga lily."
"Kata siapa, Bik?"
"Kata kerabatnya Bibi, Neng. Sebelum Bibi kerja di sini, kerabat Bibi yang lebih dulu. Sejak Nyonya masih kecil, kerabat Bibi udah kerja disini. Sekarang dia sudah tua, jadi Bibi yang gantiin."
"Berarti, Bik Sari belum lama kerja disini?"
"Baru dua tahunan sih, Neng. Lebih sedikit. Sejak Den Moses ditinggal kedua orang tuanya."
"Lumayan lama berarti ya, Bik."
"Iya, Neng. Apalagi biasanya Bibi cuma sendirian disini, tambah lama terasanya. Makanya, Bibi senang banget, waktu Neng Deasy main ke sini. Apalagi sekarang ngajak Neng Thalita, jadi tambah rame tempat ini."
"Kirain kami ngerepotin Bibi."
"Enggak kok, Neng. Bibi malah senang. Yuk, ini mau ditanam dimana bunganya yang kemarin datang? Bibi bantuin nih."
"Kita tanam di situ aja, Bik! Di tempat yang bunganya mati itu," kata Deasy sambil menunjuk tempat, dimana tanamannya tampak layu.
"Emang boleh ditanam di situ, Neng?"
"Kenapa gak boleh, Bik?"
"Dulu di sekitar situ ada dikubur bangkai kucing, Neng. Tepatnya dimana, Bibi lupa, pokoknya di sekitar situ."
"Ya kalau udah lama, gapapa lah, Bik. Paling bangkainya udah tinggal tulangnya aja."
"Ya udah kalau gitu, Neng. Kita eksekusi aja!"
Deasy mengangguk, kemudian membawa sekop dan ember ke tempat itu. Bik Sari bilang, mending tanamnya disiram dulu, biar gampang digali. Deasy segera mengisi ember dengan air kran, dan menyiramkannya pada tanah tempat dia akan menanam bunga lily.
"Bik, nanti kalau ada cacing, Bibi yang tangani ya, aku geli!"
"Beres, Neng. Serahkan saja pada Bibi!"
Deasy mengali tanah cukup dalam, kemudian menanam serumpun lily di situ. Cewek itu membersihkan tanaman lama yang mati, dan mulai mengali lagi. Tiba-tiba tampak sebentuk cincin di antara kerikil di tanah galian, Deasy mengambilnya.
"Wah, cantik sekali cincin ini. Cincin cewek. Kelihatannya ini cincin emas, mungkin milik mamanya Bang Moses."
Deasy mencuci cincin itu di ember plastik, kemudian mencoba mengenakannya. Pas sekali di jari manisnya. Deasy tersenyum, cincin itu terlihat cantik di jarinya.
"Nanti ku tanya Bang Moses deh, ini cincin siapa. Kalau gak ada yang ngaku, berarti rejekiku."
Deasy melanjutkan mengali beberapa lubang lagi, dan menanam rumpun-rumpun lily baru. Bik Sari berada di tempat yang agak jauh, menyiangi rumput yang tumbuh, juga memberi pupuk di antara tanaman lily. Pantas tanaman disini subur-subur, rupanya ada campur tangan Bik Sari.
"ASTAGA!!" teriak Deasy kaget.
"Ada apa, Neng?" Bik Sari tergopoh menghampiri Deasy.
"Aaa...aada, tul ... tulang, Bik!"
"Oh, paling tulang kucing yang tadi Bibi bilang, Neng. Timbun aja lagi lubangnya, pindah tanam di tempat lain," kata Bik Sari.
Deasy menghembuskan napas lega. Gadis itu lupa, tadi Bik Sari mengatakan, kalau Moses pernah mengubur kucing mati di tempat itu. Tadi Deasy sempat mengira, yang dilihatnya itu tulang manusia. Gadis itu menutup kembali tanah galiannya, dan membiarkan tempat itu kosong, tanpa ditanami rumpun bunga lily baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Nur Mutmainna Patta
whahahaha subur iyaaa kan pupuknya manusia 🤣🤣🤣🤣🤪
2023-08-11
0
Hana
aku kok deg deg an ya ...
jangan jangan Moses adalah psikopat yang suka menghabisi gadis gadis incarannya buat dijadikan pupuk
2023-07-05
0