Sore itu, Deasy pulang dari sekolah sudah terlalu sore. Cewek itu sengaja tak segera pulang ke rumah, toh di rumah juga dia akan sendirian. Sepi. Kedua orang tuanya sudah pamit pergi ke luar kota, untuk beberapa hari ke depan.
Thalita juga sedang tidak masuk sekolah hari ini. Ada sepupunya yang menikah dan tinggal di luar kota. Pastilah Thalita dan keluarganya menginap di sana. Dan hal yang sangat lucu, kalau Deasy minta untuk diajak.
Deasy memutuskan pulang dengan naik angkot saja. Setidaknya nanti di angkot, dia tidak hanya berdua dengan sopir, pasti ada penumpang lain. Deasy tak suka sepi, karena gadis itu terlalu sering merasa kesepian.
Hampir magrib, suasana gelap mulai melingkupi halte depan sekolah Deasy. Apalagi gerimis yang mulai bertambah lebat turun. Membuat suasana semakin muram. Deasy memandang ke sekeliling, sepi. Gadis itu mulai bergidik ngeri. Untuk sekedar mengusir sepi, Deasy memutar musik dari ponselnya.
Keasikan Deasy mendengarkan lagu, sedikit terusik dengan kedatangan beberapa pemuda ke halte itu. Mereka berlari-lari kecil, menghindari gerimis, dan berteduh di halte yang sama dengan Deasy. Awalnya, Deasy merasa tak peduli. Tapi ketika mereka mulai berbisik-bisik, dan sesekali melirik ke arahnya, membuat gadis itu merasa sedikit gelisah.
"Ah, kemana semua sih Kang Angkot? Apa mereka lagi mogok narik? Kok dari tadi gak ada angkot lewat?" batin Deasy.
Para pemuda itu semakin sering mencuri pandang ke arah Deasy, sambil berbisik-bisik, membuat gadis itu sedikit gelisah. Deasy menggeser duduknya ke ujung bangku halte, agar menambah sedikit jarak dari mereka.
"Apa aku pesan taksi aja, ya? Ngeri banget lama-lama sama mereka. Jangan-jangan mereka punya niat gak baik. Mana tampangnya serem-serem lagi. Haduh, gimana nih kalau aku diculik?" berbagai pemikiran berkelebat di benak Deasy.
"Sendirian ya, Neng? Mau Aak temani, gak?" salah seorang dari mereka berjalan mendekati Deasy.
"Makasih, Ak! Aku lagi nunggu pacar aku, kok. Sebentar lagi dia sampai, masih di jalan," dusta Deasy.
"Tenang aja, Neng, gak usah takut sama kami! Kami ini orang baik kok. Ya kan, Kawan?" satu lagi berjalan mendekati Deasy. Di belakangnya, yang lain mulai mengikuti.
Gemetar, itu yang dirasakan Deasy. Gadis itu mulai dilanda rasa takut. Tempat itu sepi, jika ada yang berniat buruk padanya, pasti sulit mendapat pertolongan. Ingin rasanya Deasy lari dari tempat itu, tapi kakinya terasa terbuat dari agar-agar, lemas.
"Bener, Neng. Wajah kita aja kok yang kelihatan sangar, tapi hati kita mah lembut, kayak gulali," kata yang lain dan disambut tawa teman-temannya.
Deasy semakin ketakutan. Gadis itu berharap mempunyai ilmu menghilang, yang membuatnya bisa lolos dari mereka, para preman.
"Neng, pacarnya masih lama? Mabar dulu yuk sama Aak, buat mengisi waktu."
Cowok yang menyebut diri sebagai Aak, duduk di sebelah Deasy. Bau badannya yang aduhai, segera memenuhi indra pencium gadis itu. Membuat mual dan ingin muntah. Entah berapa tahun mahluk itu tidak mandi. Deasy segera mengeluarkan masker dari dalam tasnya, kemudian mengenakannya.
"Bro! Si Eneng pasti mabok tuh, cium bau badan elo, makanya pakai masker. Hahaha."
"Enggaklah, Bro. Si Eneng cuma takut kena covid, mungkin karena belum vaksin. Bau badan gua wangi gini kok, mana mungkin bikin si Eneng mabok," yang diledek membela diri.
"HAHAHAHA."
Tawa membahana para preman, semakin membuat Deasy ketakutan. Gadis itu tetap diam, dan wajahnya sudah berubah menjadi pucat, seputih kapas.
"Udah, Bro! Jangan ganggu, lihat, si Eneng takut sama kalian."
"Enggak kan, Neng? Kita kan ramah, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung. Jangan takut sama kita ini, Neng!"
"Halah! Lagak lo, rajin menabung, nabung di ******? Hahahaha."
"HAHAHAHAHA."
Tawa membahana kembali memenuhi halte, membuat Deasy mengernyit ngeri. Apalagi gerimis semakin lebat saja, dan tak satupun angkot yang lewat. Para preman semakin mendekat ke arah Deasy, membuat gadis itu menggigil ketakutan.
Tiba-tiba...
CITTTT
"Sayang, maaf ya nunggu lama. Ayo masuk!"
Sebuah mobil mewah berhenti di depan halte. Seorang pemuda cakep, menurunkan kaca mobil dan menyuruh Deasy masuk. Deasy yang merasa tidak mengenal pemuda itu, hanya melongo.
"Haduh, Sayang, kok malah bengong sih? Ayo cepat masuk!" kali ini, sang Pemuda membukakan pintu depan, dan menyuruh Deasy masuk dan duduk di sebelahnya.
Segera Deasy tersadar, dan masuk ke dalam mobil. Yang penting selamat dulu dari gangguan para preman. Yang lain dipikir nanti. Para preman cuma melongo, memandang mobil mewah itu melaju, sambil membawa Deasy.
"Kenalkan, namaku Moses. Maaf ya, tadi aku panggil kamu sayang. Biar mereka yakin aja kita ini pasangan. Aku lihat mereka membuatmu gak nyaman."
"Ah, terima kasih Bang Moses. Entah gimana nasib Deasy kalau tadi Abang gak nolongin."
"Sama-sama, Deasy. Aku antar pulang ya! Rumah kamu dimana?"
"Di jalan Baronang, Bang. Dekat kedai mie ayam Kang Brewox. Abang tau?"
"Tau kok, Abang sering makan di situ, mie ayamnya enak. Pantesan Abang tadi merasa familiar waktu lihat kamu. Mungkin Abang pernah lihat kamu saat makan mie ayam."
"Mungkin juga, Bang. Aku juga sering ke kedai itu, barangkali kita memang pernah ketemu."
Deasy merasa aman, karena ternyata orang baik yang menolongnya. Dari tampangnya juga, Moses tak kelihatan seperti pemuda yang urakan. Pemuda ini tampak sangat sopan.
"Kenapa kamu jam segini masih di halte? Masih pakai seragam sekolah juga, kamu baru pulang?"
"Iya, Bang. Tadi habis rapat OSIS, makanya pulang kesorean. Mana nunggu angkot gak ada yang lewat dari tadi."
"Lain kali, mending naik taksi aja, kalau pulang kesorean! Halte tempat kamu nunggu angkot tadi, sangat rawan. Sering jadi tempat nongkrong para preman. Bahaya!"
"Iya, Bang. Lain kali Deasy naik taksi aja, kalau pulang telat lagi."
"Iya, mending begitu. Eh, maaf ya, Des! Abang jadi bawel sama kamu. Padahal baru kenal. Maklum, Abang ini anak tunggal, Abang pengen banget punya adik biar bisa dibaweli, tapi Tuhan tidak mengijinkan."
"Mungkin Tuhan tidak mengabulkan doa Abang, karena tujuannya kurang baik. Masa pengen punya adik buat dibawali, lucu sekali. Hihihihi."
Deasy tertawa cekikikan, sedang Moses tergelak mendengar omongan Deasy. Keduanya kemudian terlibat obrolan yang sangat akrab. Moses sempat meminta nomer ponsel Deasy, dan dengan senang hati, gadis itu mengetikkannya di ponsel pintar milik Moses.
Tak terasa, mereka sudah sampai di depan rumah Deasy. Gadis itu segera turun dan menawari Moses untuk singgah. Cowok itu menolak, dengan alasan sudah malam, dan berjanji lain kali akan menghubungi Deasy lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments