"Kenapa, Des? Kok kamu teriak?" Thalita berlari menghampiri Deasy yang tampak panik.
"It ... itu Bang Moses kenapa, Tha?" tunjuk Deasy pada tubuh Moses yang terkapar di lantai.
Thalita segera menghampiri tubuh Moses dan memeriksa keadaannya. Tak lama kemudian, Thalita menghela napas lega, tangannya sibuk menepuk-nepuk pipi Moses.
"Bang, bangun! Udah hampir sore ini. Kok malah molor di lantai sih? Bikin orang panik aja!"
Moses menggeliat sebentar, kemudian mulai membuka matanya. Setelah mengucek mata sebentar, Moses mencoba duduk. Deasy tampak bernapas lega, kemudian menghampiri Moses dan Thalita.
"Jadi Abang tadi tidur?" tanya Deasy sedikit kesal.
"Eh, kalian berdua, tumben kemari gak kasih kabar dulu?" Moses merasa salah tingkah.
"Bukannya gak ngasih kabar Abang sayang, tapi abangnya yang gak bisa dikabari. Dari semalam Deasy chat dan telpon, gak ada respon. Bikin orang khawatir saja," Deasy masih terus mengomel.
"Maaf ya, Sayang. Abang gak bermaksud membuat kamu khawatir. Tapi ada sesuatu hal yang membuat Abang gak balas chat dan jawab telpon kamu."
Thalita berdiri, kemudian mengedarkan pandangan ke seluruh ruang tamu. Tempat itu terlihat sangat berantakan. Banyak sampah dari bungkus makanan ringan bertebaran di lantai. Juga botol-botol minuman yang telah kosong, tampak menggelinding ke bawah meja. Botol-botol minuman itu membuat Thalita mengerutkan dahi.
"Abang mabok ya, Bang?" tanya Thalita to the point.
Deasy melotot mendengar pertanyaan Thalita, sedang Gideon cuma cengar-cengir sambil menggaruk rambut belakang kepalanya.
"Apa maksud kamu, Tha?" tanya Deasy.
Thalita tak menjawab, tapi matanya melirik pada botol-botol di bawah meja ruang tamu. Deasy mengikuti arah pandangan Thalita, dan seketika memekik kesal.
"ABANG APA-APAAN SIH? UDAH GAK WARAS YA?!!
" Maaf, Sayang! Abang khilaf, semalam pikiran Abang sangat kalut, dan ini yang Abang rasa bisa mengobati kekalutan Abang."
"KENAPA KALUT?"
"Bisa gak, gak usah teriak-teriak kayak gitu? Abang belum budeg!"
Gideon melangkah ke sofa, dan menghempaskan diri di sana. Setelah menegak habis segelas air mineral yang diambil dari atas meja, Gideon menyulut rokok yang di ambilnya dari sela sofa.
"Bener-bener ya, Abang ini! Sejak kapan Abang merokok?" Deasy menghampiri Gideon dan berkacak pinggang di depannya.
"Dari dulu Abang merokok kok, minum-minum juga. Emang kenapa sih? Kan wajar aja cowok kayak gitu. Kalau cewek, baru deh gak pantes."
Moses menghembuskan asap rokoknya ke muka Deasy, hingga cewek itu tampak terbatuk. Thalita yang melihatnya, tentu saja merasa geram. Gadis itu sudah mengepalkan tangannya, siap membuat hidung Moses keluar saos.
Deasy menderita sesak napas bawaan sejak kecil. Bau asap rokok tentu saja membuatnya sangat tidak nyaman. Karena itu, ingin sekali Thalita mendaratkan tangannya di hidung Moses, agar cowok itu tak semakin membuat sahabatnya meradang.
"Jadi, selama ini Abang bohong sama Deasy? Abang bilang gak pernah menjamah yang namanya rokok, apalagi minuman keras. Terus ini, apa maksudnya?" Deasy mulai menangis karena kesal.
"Abang cuma sedang kalut banget semalam. Abang gak bisa tidur sampai pagi. Bik Sari terpaksa menemani Abang begadang sampai jam sepuluh pagi tadi. Paling juga sekarang, Bik Sari belum bangun."
"Kenapa Abang kalut?" tanya Deasy lebih lembut, tapi masih tetap mengintimidasi.
Moses tak menjawab, cowok itu tampak memainkan asap yang keluar dari mulutnya. Hal itu membuat Deasy semakin kesal, juga Thalita.
"Oke, kalau Abang gak mau jawab pertanyaan Deasy, gapapa kok. Berarti emang Deasy gak pernah dianggap sama Abang. Gak penting. Deasy pamit, Bang! Jangan pernah hubungi Deasy lagi. Ayo, Tha, kita pulang!"
Deasy melangkah dengan lebar meninggalkan rumah Moses, diikuti oleh Thalita yang pamit ala kadarnya sebagai sopan santun belaka. Deasy bahkan tak menunggu Thalita yang masih mengambil motornya, gadis itu melangkah melewati gerbang.
Thalita menghentikan motor di sebelah Deasy, dan segera melaju setelah sang Sahabat duduk di boncengan. Mereka pergi tanpa menutup gerbang.
Moses melangkah menuju kamar Bik Sari, ketika suara motor Thalita tak lagi terdengar. Dengan kasar, cowok itu menendang pintu kamar tidur asisten rumah tangganya itu. Kamar itu kosong, tapi dengan keadaan yang sangat berantakan. Baju-baju milik Bik Sari tampak berhamburan di lantai. Kasur dan bantal tampak tercabik-cabik dengan benda tajam.
"KELUAR KAMU PEREMPUAN TUA! AKU TAU KAMU SEMBUNYI DI SINI. AYO CEPAT KELUAR!!!"
Suara Moses terdengar menggelegar, membuat Bik Sari semakin gemetar di tempat persembunyiannya. Bahkan, Bik Sari mulai mengompol.
Moses tampak menyeringai menyeramkan, ketika melihat ada air yang mengalir dari balik lemari. Dengan berderap, Moses menghampiri tempat itu. Tapi---
"PERMISI, PAKET!"
Sebuah seruan dari luar rumah menghentikan langkahnya Moses. Cowok itu mendengkus kesal, kemudian melangkah menuju depan.
"Ya, Mas? Saya gak pesan paket lho," kata Moses sambil tersenyum.
"Tapi ini jalan Palem nomer 29 kan, Mas?" tanya sang Kurir.
"Iya benar. Ini jalan Palem nomer 29, tapi saya merasa tak pernah pesan paket."
"Paketnya atas nama Mbak Renata Wulandari, Mas. Mungkin adiknya Mas yang pesan," kata sang Kurir.
"Oh, dia toh yang pesan. Benar, Mas, itu adik saya. Bisa saya terima paketnya? Adik saya sedang tak ada di rumah."
"Tapi ini paket COD, Mas. Tentu saja Mas bisa menerima setelah membayar."
Moses menyerahkan sejumlah uang sesuai harga paket milik Renata, bahkan memberikan kembaliannya sebagai tip buat sang Kurir. Kurir itu tentu saja tersenyum lebar, karena uang tips yang diterimanya, cukup banyak.
"Tolong tutup pintu gerbangnya ya, Mas! Pasti tadi adik saya keluar tanpa menutup pintu. Kebiasaan banget bocah itu," kata Moses.
"Baik, Mas. Saya permisi dulu."
Moses duduk di sofa dan membuka paket untuk Renata. Isinya sebuah gaun malam berwarna putih dengan banyak renda. Juga sebuah sepatu dengan warna senada. Ada sebuah kotak kecil yang terselip di antara barang-barang itu. Moses membukanya dan tersenyum puas, ketika melihat sepasang jepit rambut cantik berbentuk bunga lily.
Moses beranjak menuju kamarnya di lantai atas, kemudian tangannya segera sibuk membungkus barang-barang tadi menggunakan sebuah paper bag cantik. Cowok itu tersenyum melihat hasil kerjanya.
Tampak Moses mengetikan sederet pesan di ponsel pintar miliknya, kemudian tersenyum puas. Sambil bersiul-siul riang, Moses masuk ke dalam kamar mandi di kamarnya. Tak lama terdengar suara air mengalir dari shower.
Dengan dandanan rapi dan wangi, Moses turun dari kamarnya, tak lupa cowok itu menenteng paper bag cantik yang tadi dipersiapkannya.
"BIK SARI, AKU PERGI DULU YA! AKU MAKAN DI LUAR, BIK. JADI BIBI MASAK MAKAN MALAM BUAT BIBI SAJA. TERUS JANGAN LUPA BERSIH-BERSIH. AKU PULANG, RUMAH UDAH HARUS KINCLONG!!"
Moses melenggang keluar tanpa menutup pintu. Kemudian melajukan mobilnya dengan ngebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Hana
wow .. manupulatif banget si Moses.
2023-07-05
0
Hana
Moses. typo lagi ya, kak othor.
2023-07-05
0