Happy Reading 🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
"Nyonya mengenal Ibu saya?." Tanya Rachel sekali lagi.
Maria mengangguk sambil menyeka air matanya "Ibu mu adalah sahabat saya ketika duduk dibangku sekolah menengah atas. Setelah lulus kami berpisah dan tidak pernah bertemu lagi. Saya mencari nya kemana-mana, tapi tidak menemukannya." Jawab Maria sendu sambil menatap Irina yang terpejam dengan tenang.
"Apakah dia Ibu kandungmu?." Tangannya pada Rachel.
"Iya Nyonya dia Ibu kandung saya." Jawab Rachel.
Maria menyeka air mata nya lalu berjalan kearah Rachel.
"Ayo duduk Nak. Ada yang ingin saya bicarakan denganmu." Dia memapah Rachel duduk dikursi penunggu pasien. Ruangan sederhana itu tidak ada soffa seperti ruangan VVIP.
"Iya Nyonya." Rachel duduk dikursi karena jujur saja kakinya masih perih jika berdiri terlalu lama.
"Siapa namamu Nak?." Tanyanya lembut sambil mengusap kepala Rachel. Dia yakin jika Rachel ini adalah gadis cantik hanya saja dia tidak merawat dirinya dengan baik.
"Rachel Nyonya." Jawab Rachel tersenyum lembut.
"Jangan panggil Nyonya. Panggil saja Mommy, aku adalah sahabat Ibumu." Ucap Maria.
"I-iya Mom." Jawab Rachel kaku. Bagaimana bisa wanita secantik ini berbaik hati padanya?
"Rachel, Ibu mu adalah sahabat Mommy yang sudah Mommy anggap saudara sendiri. Izinkan Mommy melunasi semua biaya operasi dan tagihan rumah sakit Ibu dan adikmu."
Rachel mendengar tak percaya ucapan wanita yang masih setia mengelus rambutnya ini. Mata gadis itu berkaca-kaca, apakah ini jawaban Tuhan?
"M-mommy se-serius?." Tanyanya terbata-bata
"Iya Nak. Jangan sedih lagi yaaa?." Dia tersenyum mengusap kepala gadis itu.
"Mommy terima kasih. Bolehkah aku memeluk Mommy." Air mata Rachel luruh lagi.
"Silahkan Nak." Maria merentangkan tangannya. Tapi dalam hati bertanya kenapa wajah Rachel dan Irina berbeda? Tidak mirip sama sekali.
"Terima kasih Mom. Terima kasih. Aku tidak tahu bagaimana cara mengucapkan terima kasih padamu." Rachel menangis keras sambil memeluk erat wanita paruh baya itu.
"Sama-sama Nak." Maria mengusap punggung Rachel dengan sayang. Kasihan sekali gadis cantik itu.
Maria melepaskan pelukannya "Dimana Ayahmu?." Maria mengusap pipi Rachel.
Rachel semakin menangis "Ayah sudah meninggal Mom, lima tahun yang lalu. Sejak Ayah meninggal Ibu jadi sering sakit-sakitan."
Maria terkejut mendengar sahabat nya itu sudah meninggal. Irina dan almarhum suaminya sudah berpacaran sejak sekolah menengah atas tentu saja Maria tahu almarhum suami Irina, karena pria itu juga sahabat baiknya.
"Sabar ya Nak." Maria kembali memeluk Rachel "Anggap saja Mommy orangtuamu." Ucapnya tulus tanpa sadar air mata wanita paruh baya itu menetes.
Rachel hanya bisa terisak. Dia menangis segugukan sambil memeluk Maria. Dia memang butuh pelukkan sangat butuh pelukkan.
"Menangis lah Nak." Maria turut merasakan kepatahhatian Rachel. Pantas saja tatapan gadis ini begitu rapuh.
Rachel semakin erat memeluk Maria menangis dan menangis. Hari-hari nya memang dipenuhi dengan tangis. Sebab hanya menangis yang bisa membuatnya sedikit lega meski menangis tak mampu menyelesaikan masalahnya sama sekali.
"Nak." Maria melepaskan pelukannya sambil menyeka air mata gadis itu.
Rachel menunduk sebenarnya dia malu menangis didepan wanita ini. Namun dia sendiri tak bisa menyembunyikan segala rasa sakit yang menghantam dadanya.
"Iya Mom?." Rachel menatap Maria.
"Waktu Mommy dan Ibu bersahabat dulu, kami bercita-cita ingin menjodohkan anak kami jika berbeda jenis kelamin." Maria tersenyum lembut.
"Maksud Mommy?." Rachel masih tak mengerti.
"Bolehkah Mommy memintamu menjadi menantu untuk putra sulung Mommy?." Pinta Maria penuh harap
"Mom_."
"Mommy yakin kau bisa menjadi menantu yang baik untuk Mommy. Mommy ingin membayar nazar yang sudah Mommy sebut ketika sekolah dulu." Tutur nya lagi.
"Aku mau Mom. Tapi bagaimana dengan anak Mommy apakah dia mau menikah denganku?." Rachel menyeka air matanya.
Maria tersenyum "Terima kasih sayang. Tenang saja, dia tidak akan menolak dia anak yang baik." Ucap Maria.
"Iya Mom." Sebagai balas Budi Rachel akan lakukan apapun asal Ibu dan adiknya bisa selamat dan terbangun seperti sediakala.
"Besok Ibu dan adikmu akan dioperasi. Setelah mereka sehat, Mommy ingin kau dan putra Mommy segera menikah." Maria yakin jika Rachel adalah gadis yang tepat dijodohkan dengan putra sulungnya itu.
"Iya Mom." Rachel tidak tahu keputusan nya apakah tepat?
Rachel menatap kedua wanita yang masih betah terbaring disana. Hatinya lega karena dia sudah mendapatkan biaya untuk operasi kedua orang itu meski pun kebahagiaan akan menjadi taruhannya nanti.
Maria menyenderkan kepala Rachel dibahunya. Dia akan membayar semua janjinya pada sahabat nya Irina.
"Cepat sembuh Na. Sebentar lagi anak kita akan menikah. Apa kau tak ingin melihat mereka bahagia dipelaminan?." Batin Maria mengusap bahu Rachel.
Maria yakin jika Rachel adalah gadis yang baik. Gadis ini terlihat pekerja keras dan tahan banting sangat cocok dengan putranya yang keras kepala itu.
.
.
.
.
Choky dan Ayunia berjalan menelusuri koridor rumah sakit dengan meneteng masing-masing kantong kresek ditangan keduanya.
"Sudah tidak sabar Mas?." Goda Ayunia mengedipkan matanya jahil pada Choky.
"Ck berhenti menggoda Mas. Mas sedang berusaha agar tidak gugup didepan Rachel. Jangan sampai ketahuan wajah merah Mas." Ujar Choky mengusap dadanya.
Ayunia terkekeh pelan. Dia sudah lama tahu jika Choky ini menyukai Rachel. Namun entah kenapa sampai sekarang Choky tak berani mengungkapkan perasaan pada Rachel.
Mereka berdua masuk kedalam ruangan rawat inap Irina dan Rima. Tampak Rachel sedang terlelap dengan memeluk lengan Irina sebagai bantalnya. Dentingan monitor layar pendeteksi jantung saling menggema dan bersahutan.
Choky memberikan kantong kresek nya ada Ayunia agar gadis itu memegang nya.
"Hel." Choky mengusap lembut rambut panjang Rachel.
Merasakan ada yang mengusap kepalanya. Sontak Rachel terbangun.
"Mas." Pandangan matanya masih kabur, gadis itu mengucek matanya.
"Mengantuk?." Choky berjongkok menyamakan tingginya dengan gadis itu.
"Mas kapan datang?." Setelah nyawanya terkumpul Rachel baru bisa melihat choky dan Ayunia dengan jelas.
"Nia." Sapa gadis itu. Ayunia tersenyum sambil mengangguk.
"Mas kapan datang?." Rachel menatap Choky yang masih berjongkok.
"Baru." Sahut choky tersenyum lembut "Sudah makan?." Tanya nya. Entah kenapa senyuman Rachel selalu mampu menghilangkan segala rasa takut dihati Choky.
Rachel menggeleng "Belum Mas. Ada bawa makanan?." Sambil mengadahkab tangannya.
"Lihat Hel, kami bawa makanan kesukaanmu?." Sambil menunjukkan kantor kresek ditangannya.
"Wahhh Ayam goreng." Seru Rachel sumringah dia begitu menyukai makanan kesukaan Upin & Ipin itu.
"Ayo makan." Choky berdiri dan mengulurkan tangannya agar Rachel menyambutnya.
"Ayo Mas." Dangan sumringah gadis itu menyambut uluran tangan Choky.
Ayunia membentangkan tikar yang biasa Rachel gunakan untuk mendinginkan tubuh nya kala tidur malam hari.
Mereka duduk diatas tikar itu. Choky menatap Rachel dengan senyum, objek yang selalu membuatnya betah untuk ditatap dalam waktu lama.
"Hel_."
"Mas aku sudah dapat biaya operasi Ibu dan Rima." Jelas nya tersenyum sumringah seolah senyum itu adalah senyum kebahagiaan.
Choky dan Ayunia terkejut "Dapat uang dari mana?." Tanya Choky, nada suaranya terdengar kecewa.
"Dari teman lama Ibu Mas. Besok Ibu dan Rima akan di Operasi." Jelas Rachel sambil memasukkan makanan kedalam mulutnya.
"Lalu apakah Rima sudah dapat donor ginjal?." Tanya Ayunia yang juga merasa kecewa sama seperti Choky.
"Teman Ibu juga yang akan mendonorkan ginjal untuk Rima." Kilah Rachel berbohong tak mungkin dia mengatakan bahwa dia yang akan mendonorkan ginjal nya untuk sang adik.
"Baik sekali teman Ibu mu."
Choky makan dalam diam. Padahal niat hati datang ke rumah sakit ingin memberitahu Rachel bahwa dia sudah mendapatkan pinjaman untuk biaya operasi Irina dan Rima. Namun harus dikecewakan dengan kenyataan ini. Choky tak bisa memaksa Rachel untuk menerima uang darinya, karena gadis ini selalu tidak mau ditolong selagi dia mampu.
Bersambung.........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments