Happy Reading 🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Maria masuk dengan senyum sumringah dan gaya yang anggun. Kemarin saat Irina dan Rima operasi dia tidak bisa hadir karena menyambut kedatangan putra sulungnya yang sedang datang kerumah.
"Maria."
"Irina."
"Apa ini Ria?." Irina menatap sahabatnya dengan air mata yang mulai luruh.
"Irina." Wanita patuh baya itu berhambur memeluk Irina
"Ria, ini benar-benar kau?." Irina membalas pelukan sahabat nya. Sudah lama mereka tak bertemu.
Choky menarik kursi roda Rachel menggeser posisi gadis itu agar menerima ruang kepada dua wanita paruh baya yang tengah saling melepaskan rindu.
Puluhan tahun sejak lulus SMA kedua nya tak pernah bertemu dan sibuk menjalani kehidupan masing-masing.
"Apa kabarmu Ria?." Irina melepaskan pelukannya. Dulu mereka sahabat baik dimana-mana selalu bersama.
"Aku baik Na. Kenapa kau bisa begini?." Maria sedih melihat kondisi sahabat nya itu.
"Sejak Mas Andi meninggal aku merasa tidak punya tujuan hidup Ria." Wanita itu menunduk.
"Turut berdukacita Na. Aku yakin Mas Andi sudah tenang disana." Ucap Maria.
Irina mengangguk. Keduanya bercerita banyak hal dan tak menyangka jika takdir kembali mempertemukan mereka berdua. Mari pikir sahabat nya ini sudah meninggal karena Irina hilang tanpa kabar.
Setelah lulus SMA, Maria yang memang terlahir dari keluarga kaya melanjutkan study nya ke Australia, hingga dia bertemu dengan suaminya dan memutuskan menikah. Setelah dia menikah lalu memutuskan kembali ke Indonesia dan saat itu dia mencari keberadaan Irina namun sayang dia sama sekali tak menemukan dimana sahabat nya itu tinggal.
"Apa kau masih ingat janji kita dulu?." Maria menggenggam tangan sahabatnya itu dengan lembut sambil menatap wajah pucat Irina dengan senyum.
Irina mengangguk "Jika kita punya anak dan mereka berbeda jenis kelamin maka kita akan menjodohkannya." Tentu Irina tak lupa dengan janji itu, apalagi Maria sering membantunya dalam segala hal.
"Dan karena anak kita berbeda jenis kelamin maka aku ingin mereka menikah." Ucap Maria sambil menyeka air matanya.
"Tapi mereka tidak saling mencintai, apa sebaiknya mereka kenal dulu?." Irina melirik putrinya. Kasihan Rachel jika harus dipaksa.
Maria menggeleng "Cinta bisa tumbuh karena kebersamaan. Aku yakin nanti mereka saling mencintai." Sahut Rachel "Cepatlah pulih, supaya mereka bisa segera menikah." Ucap Maria sambil terkekeh pelan dan menggoda sahabatnya itu.
"Terima kasih Ria." Senyum Irina.
Rachel juga hanya bisa tersenyum. Namun tidak dengan hatinya. Setelah ini dia akan menikah dan menjadi istri dari seorang pria yang tidak dia kenal. Namun Rachel tak bisa menolak takdir. Selain berhutang nyawa pada Maria, dia juga harus mewujudkan impian Ibu nya untuk menikahi anak dari Ibunya.
Sementara Choky matanya sudah panas dan air mata seakan menganak. Menahan lelehan bening itu agar tak keluar ternyata tidak mudah. Rasanya dia ingin berteriak, kenapa Rachel harus menikah dengan orang lain dan kenapa tidak dengan dia saja? Dia begitu mencintai gadis itu. Sangat. Bahkan Choky tidak tahu bagaimana hidupnya tanpa Rachel.
"Mas." Rachel memegang tangan Choky yang terletak dipegangan kursi roda.
"I-iya, ada apa?." Suara choky mulai serak.
"Aku ingin jalan-jalan melihat taman. Aku ingin memberi Ibu dan Mommy waktu untuk bicara." Pinta Rachel.
"Ayo Mas kita bawa Rachel." Ajak Ayunia juga.
Choky mengangguk dan setuju untuk membawa Rachel jalan-jalan mengelilingi rumah sakit. Anggap saja sebagai cara untuk merefresh kinerja otak.
Ketiga sahabat itu duduk dibangku taman dekat rumah sakit.
Tatapan Choky kosong kedepan. Hatinya sudah hancur dan dia tidak memiliki alasan lagi untuk memperjuangkan hak dan hidupnya. Setelah Rachel menikah Choky ingin kembali ke kehidupan sebenarnya. Dia ingin melupakan gadis ini. Dia tidak boleh egois. Dia harus ikhlas jika Rachel menjadi milik pria lain. Bukankah cinta itu adalah ketika mengikhlaskan kepergian seseorang yang dicintai demi kebahagiaan yang lain.
"Hel, jika kau menikah nanti kita pasti tidak bisa seperti ini lagi." Ujar ayunia.
"Siapa bilang?." Rachel memincingkan matanya "Kita tetap bisa bersahabat kok. Lagian kalau aku menikah aku akan tetap bekerja." Sahut Rachel. Dia ingin memiliki karier meski hanya koki direstourant biasa.
"Mas, Mas baik-baik saja. Kenapa tadi hanya diam?." Rachel melirik Choky.
"Mas tidak apa-apa." Sahut Choky tersenyum getir.
Ayunia ikut prihatin dengan kepatahhatian Choky. Sebagai sahabat tentu dia paham bagaimana terlukanya Choky ketika mendengar gadis pujaan nya akan menikah dengan pria lain?.
Sebenarnya Ayunia sudah lama menyarankan kepada Choky agar mengungkapkan perasaan nya. Namun pria itu selalu takut ditolak nanti persahabatan mereka malah hancur hanya gara-gara cinta.
.
.
.
.
.
Sandy menatap Rachel, Choky dan Ayunia yang sedang duduk ditaman. Ruangan nya transparan sehingga dia bisa melihat ketiga orang itu.
"Siapa sebenarnya Rachel?." Gumam pria itu
"Kenapa dia benar-benar mirip Rebecca?." Ucap Sandy.
Sejak pertemuannya dengan Rachel ketiak pertama kali membawa adiknya, Sandy terus memperhatikan gadis itu, bukan karena suka tapi karena Rachel yang begitu mirip dengan mantan kekasihnya.
"Meski sifatnya jauh berbeda dengan Rebecca. Tapi wajah mereka mirip. Suara mereka mirip. Hanya saja begitu banyak perbedaan diantara mereka berdua. Apa benar jika Rebecca kembar dan Rachel adalah kembarannya yang terpisah?." Sandy tampak berpikir keras.
Sandy mengambil foto sang kekasih yang masih setia dia panjang diatas mejanya.
"Rebecca, apakah benar dia saudara kembarmu? Kenapa kalian mirip sekali?." Ujarnya mengusap foto itu.
Sandy kembali menatap Rachel dari jauh. Senyum gadis itu. Wajah lelah dan rapuhnya seolah begitu menusuk didalam hati Sandy.
Sandy mendengar curahan hati Rachel ketika dipemakaman, rintihan gadis itu membuat hatinya mencelos sakit. Seolah rasa sakit Rachel dirasakan juga oleh pria tampan itu.
Sandy kembali memperhatikan foto ditangannya. Foto seorang gadis cantik yang tengah tersenyum manis sambil menampilkan wajah ceria nya. Foto itu sudah berumur sekitar lima tahun yang lalu, namun karena Sandy merawat nya dengan baik hingga foto itu tak kabur atau usang.
Sandy kembali meletakkan foto itu. Dia mengarahkan lagi pandangan nya kearah jendela yang transparan. Disana masih terlihat tiga sahabat yang saling berbincang satu sama lain.
"Jika Rebecca manja. Maka Rachel mandiri. Jika Rebecca berisik. Maka Rachel banyak diam. Sifat mereka bertolak belakang. Dan aku baru pertama kalinya melirik wanita setelah kematian Rebecca." Ucap Sandy bermonolog sendiri. Tangannya berdiam dengan nyaman didalam saku celananya.
Tok tok tok tok
Hingga suara ketukan pintu membuyarkan lamunan pria tampan itu.
"Sandy."
"Mom."
Pria itu langsung menyambut kedatangan wanita paruh baya yang sudah dia anggap sebagai Ibu nya sendiri.
"Apa kabarmu Nak?." Dia tersenyum hangat saat Sandy mengecup punggung tangannya. Pria ini selalu sopan padanya.
"Baik Mom. Ayo duduk." Sandy menuntun wanita berumur itu duduk disoffa ruangan kerjanya.
Wanita itu tersenyum hangat. Dia sudah menganggap pria ini sebagai putranya juga. Apalagi Sandy dulu waktu kuliah di Australia sering bermain atau sekedar menginap dirumahnya.
"Bagaimana keadaan rumah sakit?." Rumah sakit ini milik nya namun dia mempercayakan kepada pria ini untuk menggelola nya.
"Omset kita meningkat Mom dan tahun ini rumah sakit ini masuk dalam daftar golongan rumah sakit terbaik di Indonesia." Sahutnya bangga.
"Itu semua karena kerja kerasmu." Dia menepuk bahu pria itu.
"Semua karena dukungan Mommy.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
yosefus
Kren dan mantap
2023-02-04
0