Happy Reading 🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Rachel menatap lampu operasi itu. Sekarang dia sudah berbaring di ranjang, dia akan mendonorkan ginjalnya untuk Rima. Tak ada yang tahu selain dokter dan perawat.
Rachel melirik adiknya yang masih betah terpejam, gadis itu mengulurkan tangannya ingin meraih wajah sang adik. Namun, jangkauan tangannya yang pendek tak bisa membuatnya mampu menyentuh wajah adiknya itu.
Sedangkan Irana berada di ruang operasi yang berbeda bersama dokter spesialis jantung dan dokter bedah.
"Rachel." Sandy menatap gadis itu dengan seksama yang sedang menatap adiknya.
"Iya Mas." Rachel juga melihat Sandy.
"Kau yakin dengan keputusan mu?" Dia bertanya sekali lagi.
"Iya Mas. Saya yakin," sahut nya memaksakan senyum.
Sandy menghela nafas panjang. Rachel benar-benar mirip dengan almarhum tunangan nya.
"Hel, setelah ini kau tidak akan bisa hidup normal. Setiap minggu kau harus menjalani cuci darah. Pikiran lah sekali lagi?" ucapnya menghela nafas panjang. Sandy rasanya tak ingin menyuntikkan obat bius itu ke selang infuse Rachel.
"Saya tahu Mas. Ini keputusan saya. Saya akan baik-baik saja." Rachel menampilkan senyum kuatnya. Dia akan baik-baik saja. Dia wanita kuat.
Sandy mengangguk. Lalu menyuntikkan obat bius itu ke selang infus Rachel. Tak selang lama gadis itu pun memejamkan matanya dengan tenang.
Sandy menatap Rachel yang terpejam. Kenapa hatinya begitu sakit saat melihat gadis ini terpejam.
"Kenapa kau sangat mirip dengan Rebecca siapa kau sebenarnya?" Dia mengusap kepala Rachel sambil memasang oksigen di hidung gadis itu.
"Kau sungguh wanita luar biasa. Kau rela mengorbankan nyawamu demi orang yang kau cintai. Semoga pengorbanan mu tak sia-sia dan kelak kau akan menemukan kebahagiaan dari pengorbanan ini," gumam Sandy.
"Dok, apa akan kita mulai?" tanya salah satu perawat.
"Persiapan semua peralatan," perintah Sandy.
"Baik Dok."
Seperti biasa sebelum melakukan operasi para dokter dan perawat akan berdoa agar operasi bisa berjalan lancar.
Sandy dibantu oleh dokter bedah dan dokter kandungan untuk operasi bagian inti Rima serta beberapa perawat yang ikut membantunya.
Operasi pun dilakukan. Pikiran Sandy benar-benar tak konsentrasi, pikiran nya terus terngiang pada kejadian lima tahun yang lalu. Saat calon istrinya kecelakaan dan melakukan operasi untuk mengeluarkan darah yang membeku dikepalanya namun sayang dia sudah berusaha sekeras mungkin tapi sang kekasih hati malah pergi meninggalkan luka dihati.
"Gunting."
"Kasa."
"Kapas."
"Jarum."
"Benang."
Sesekali seorang perawat menyeka keringat yang bercucuran di dahi Sandy begitu juga dengan dokter bedah yang ikut ambil alih dalam operasi besar ini.
Tampak beberapa dokter dan perawat disibukkan dengan tugas mereka masing-masing.
"Dok, pasien kritis."
"Tambahkan tekanannya."
Tidak hanya operasi transplantasi ginjal tapi juga pembuatan lobang ****** Rima. Tentu operasi ini akan sangat beresiko.
"Dok, pasien mengalami pendarahan."
"Tambahkan trombosit."
Operasi berjalan cukup lama. Para dokter tampak begitu tegang apalagi ini menyangkut dua nyawa gadis sekaligus.
Sandy menatap wajah Rachel yang terpejam. Dia memberikan bius tanpa sadar pada gadis ini agar Rachel tidak merasakan ketakutan.
"Semua akan baik-baik saja gadis baik," gumam Sandy. "Apakah kau saudara kembar Rebecca? Kenapa kalian mirip sekali bahkan aku tak bisa membedakan antara kalian berdua?" lirihnya menatap Rachel yang masih terpejam.
.
.
.
.
Choky dan Ayunia tampak berjalan tergesa-gesa dengan setengah berlari masuk kedalam rumah sakit.
"Di mana Rachel?" gumam Choky.
"Mas, Rachel kemana?" Ayunia duduk di bangku penunggu pasien didepan ruangan operasi.
"Tidak tahu. Mas telpon dulu." Choky mondar-mandir sambil menempelkan telpon genggam ditelinga nya.
"Tidak diangkat," ucapnya sambil mencoba memanggil ulang gadis itu. "Tetap tidak diangkat." Choky mendesah pelan lalu menyimpan kembali ponsel itu disaku celananya.
"Tidak mungkin Rachel pergi saat Ibu dan adiknya operasi," ucap Ayunia.
Kedua orang itu menunggu didepan ruangan operasi. Mereka meminta izin agar bisa menemani Rachel menunggu Irina dan Rima operasi. Namun, justru batang hidung gadis itu tidak terlihat sama sekali.
'Hel, kau dimana?' batin Choky yang sudah gusar dan tak sabar menatap ruangan operasi.
"Coba telepon lagi, Mas," saran Ayunia.
Choky mengangguk dan kembali mengambil ponselnya lalu menghubungi gadis itu lagi.
"Tetap tidak diangkat," ucap Choky mulai frustasi.
"Coba dilacak saja Mas. 'Kan Mas pasang GPS di ponsel Rachel," saran Ayunia lagi.
Choky lalu membuka aplikasi GPS di ponsel nya. Dia memang memasang alat pelacak itu di ponsel gadis yang sudah mencuri hatinya, karena dia hanya bisa melakukan pengawasan melalui cara itu. Sebab dia tidak bisa selalu memantau Rachel dua puluh empat jam.
"Arah GPS nya menunjukkan Rachel ada dirumah sakit ini. Tapi kenapa dia tidak mengangkat telpon Mas?" ujar Choky.
"Masa sih Mas?" Ayunia ikut melihat arah GPS di ponsel Choky.
"Iya benar arah ponselnya disini," ucap Ayunia.
Choky tidak menemukan Rachel, kedua orang itu memilih menunggu Rachel di depan ruangan operasi. Barang kali gadis itu masuk kedalam ruangan operasi untuk menemani adik dan Ibunya.
Ruangan operasi Irina ada disebelah ruangan Rima. Kedua wanita itu tengah berjuang untuk kembali ke dunia nyata mereka.
Hampir delapan jam. Operasi besar itu cukup memakan waktu yang sama.
Sandy bersama beberapa dokter lain nya keluar dari ruang operasi dengan keringat yang membasahi dahi mereka. Tampak wajah kelelahan dan topi yang melindungi kepala dan rambut mereka sudah bergeser kesana-kemari.
"Dokter, bagaimana operasi nya?" cecar Choky langsung menghampiri Sandy.
"Operasi nya berjalan lancar," sahut Sandy "Hanya saja...." Dia menghela nya nafas panjang.
"Hanya saja apa, Dok?" tanya Ayunia tak sabar.
"Nona Rima mengalami pendarahan hingga membuatnya kehilangan banyak darah dan darah Rachel sudah kami ambil beberapa kantong tapi tetap tidak bisa membantunya melewati masa kritis nya," jelas Sandy.
"Rachel maksudnya, Dok?" tanya Choky merasa janggal ketika Sandy menyebut nama Rachel.
Sandy terdiam dia baru ingat pesan Rachel agar tidak memberitahu siapapun bahwa dia adalah pendonor ginjal untuk Rima.
"Tidak apa-apa," kilah Sandy. "Sebentar lagi Nona Rima akan kami pindahkan keruang perawatan begitu juga dengan Nona Irana," jelas Sandy.
"Baik, Dok," sahut Choky dan Ayunia.
Rima dan Irana di keluarkan dari ruangan operasi menuju ruangan rawat inap yang telah disediakan oleh Maria yaitu ruangan VVIP.
Sedangkan Rachel secara diam-diam Sandy membawa gadis itu keruangan yang berbeda. Ruangan yang hanya dia saja bisa kunjungi karena dia yang akan merawat Rachel sampai gadis itu pulih.
"Rachel kemana?" Choky masih mencari gadis itu entah kenapa dia mulai gusar saat tak melihat Rachel.
Choky dan Ayunia mengikuti para perawat yang membawa brangkar Rima dan Irina keruangan perawatan.
"Mas kenapa Rachel belum ada?" Ayunia mulai panik.
"Nanti Mas tanya pada perawat," ucap Choky padahal dia juga panik tidak biasanya Rachel menghilang seperti ini.
"Maaf Sus, gadis yang biasa menjaga pasien bernama Rachel kemana ya Sus? Apa suster ada melihat nya?" tanya Choky.
"Maaf Tuan, kami tidak melihat Nona Rachel," jawab salah satu nya membungkuk hormat lalu keluar dari ruang rawat itu.
Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
yosefus
Krennnnnn
2023-02-04
0