Happy Reading 🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Choky meneteng rantang nasi berjalan menelusuri koridor rumah sakit. Ayunia sedang bertemu kedua orang tuanya karena ada yang ingin dibicarakan oleh orang tua gadis itu.
"Hel."
"Mas."
Choky masuk dan memasang wajah manisnya didepan gadis rapuh itu.
"Sudah makan?"
Rachel menggeleng dia tidak nafsu makan bahkan melihat nasi saja rasanya enggan.
"Mas bawa makanan untukmu. Makanlah," sambil mengangkat rantang nasi ditangannya.
"Aku tidak nafsu makan Mas," tolak gadis itu.
"Jangan bicara begitu. Makanlah! Jangan sampai kau juga sakit nanti. Jika kau sakit siapa yang akan menguatkan mereka berdua," ucap Choky.
Mata Rachel kembali tertuju pada dua wanita yang masih terbaring itu. Benar apa yang dikatakan Choky dia harus menjadi penguat bukan malah rapuh seperti ini.
"Mau Mas suapi?" tawar Choky membuka rantang nasinya.
"Aku bukan anak kecil, Mas." Rachel memonyongkan bibirnya kesal.
Choky terkekeh pelan, "Ya sudah makan sendiri saja ya." Choky menyerahkan rantang itu.
"Mas, sudah makan?"
"Sudah. Makanlah. Jangan sambil bicara."
Rachel mengangguk. Gadis itu makan dengan lahap. Jujur saja dia lapar. Tapi tidak nafsu untuk makan. Namun setelah mendengar ucapan Choky gadis itu jadi bersemangat untuk makan. Setidaknya saat yang lainnya rapuh dia harus kuat.
Choky tersenyum hangat melihat Rachel yang makan dengan lahap. Gadis ini jika bersama nya memang manja.
"Makanlah yang banyak."
"Iya Mas. Terima kasih. Masakannya enak, tidak sia-sia Mas dipilih jadi koki," goda Rachel dengan mulut yang penuh dengan makanan.
Choky terkekeh pelan. Dia berjanji akan menjaga gadis ini sepenuh hati dan jiwanya.
'Maaf kan Mas, Hel. Untuk saat ini Mas belum bisa membantu banyak dan mengatakan siapa Mas. Tapi Mas berjanji suatu saat nanti badai ini akan berlalu dan Mas akan membawa mu pergi jauh dari sini,' batin Choky menatap Rachel.
"Minum." Pria itu membuka tutup botol air mineral yang dia bawa tadi.
"Terima kasih Mas." Rachel menunggak isi botol itu hingga tandas. Dia cukup merasa lega setelah makanan itu masuk kedalam perut nya.
"Kenyang?" Choky tersenyum gemes.
Rachel mengangguk, "Kenyang sekali Mas. Terima kasih masakannya Tuan Koki," goda Rachel terkekeh.
Choky meronggoh saku celananya. Dia mengeluarkan amplop berwarna coklat yang mungkin isinya uang.
"Hel."
"Iya Mas?" Rachel menoleh kearah pria itu.
Choky mengambil tangan Rachel dan meletakan amplop itu keatas tangan Rachel.
"Mas."
"Mungkin ini tidak banyak membantu, tetapi hanya ini yang Mas punya. Ini tabungan selama Mas bekerja dan pakailah untuk biaya rumah sakit Ibu dan Rima. Mas akan berusaha cari pinjaman untuk biaya operasi Rima. Doain Mas ya?"
"Mas." Mata Rachel berkaca-kaca.
"Terima kasih Mas."
Gadis itu berhambur memeluk Choky. Dia tidak tahu harus bagaiman mengungkapkan rasa terima kasih nya pada pria yang sudah seperti Kakak nya ini.
"Terima kasih Mas. Terima kasih." Rachel lagi-lagi terisak.
Choky membalas pelukan gadis itu dan meresapi betapa nyamannya memeluk gadis ini.
"Aku tidak tahu kalau tidak ada Mas dihidupku aku akan seperti apa?" ujar Rachel sambil menangis segugukan didalam pelukkan Choky.
"Mas yang harusnya bersyukur karena kau sudah hadir didalam hidup Mas." Choky mengecup ujung kepala gadis itu.
Lama keduanya saling berpelukan dan bertangisan satu sama lain. Saling merangkul dan berusaha untuk saling menguatkan agar bisa melawan badai yang terasa menerjang ini.
Choky melepaskan pelukannya dia menyeka air mata gadis cantik ini. Rachel memang benar-benar cantik. Meski usianya sudah dewasa tapi dia seperti anak remaja berusia belasan tahun
"Sudah jangan menangis lagi ya. Nanti malah tambah jelek," godanya menoel gemes hidung gadis itu.
"Mas terima kasih," ucap Rachel menggenggam tangan Choky.
"Berhenti mengucapkan kata terima kasih. Mas bosan mendengar nya," celetuk Choky mengacak rambut gadis itu. "Bagaimana keadaan Ibu dan Rima?" Dia mengalihkan pembicaraan.
"Masih Mas. Tidak ada perubahan." Rachel menatap sendu kedua orang yang masih terbaring disana.
Choky merangkul bahu gadis itu, "Jangan sedih. Mas berjanji akan selalu ada untukmu. Kuat ya," ucap Choky menyakinkan.
Rachel mengangguk, "Iya Mas. Aku akan kuat. Terima kasih sudah ada untukku," ucapnya tulus.
.
.
.
.
"Bagaimana Mas?" Ayunia meletakkan secangkir kopi didepan Choky lalu duduk dibangku kosong itu.
Choky menghela nafas panjang, "Mas tidak bisa membantu Rachel banyak. Mas takut kalau dia curiga. Kau tahu 'kan kalau Rachel itu peka terhadap sekitarnya?" ujar Choky sambil menyesap kopi buatan Ayunia.
"Tapi kasihan Rachel, Mas. Rima harus dioperasi transplantasi ginjal," jelas Ayunia.
"Iya. Tapi kita tidak bisa terlalu transparan apalagi langsung memberikan Rachel uang dan dia bisa curiga. Mas tidak mau kehilangan Rachel. Kau tahu 'kan kalau dia begitu berarti untuk Mas."
Ayunia mengangguk. Dari dulu dia tahu betapa berartinya Rachel untuk Choky.
"Lalu apa yang akan kita lakukan?" Ayunia menatap Choky.
Choky menggeleng, "Tidak ada. Semoga Rachel menemukan jalan keluar nya dan mendapat pinjaman. Seandainya semua tak serumit ini pasti kita bisa membantu Rachel." Choky mengusap wajahnya dengan kasar.
.
.
.
.
Rachel membuka amplop pemberian Choky. Gadis itu berkaca-kaca ketika menghitung jumlah uang yang ada didalam amplop itu.
"Tapi darimana Mas Choky dapat uang sebanyak ini? Bukankah selama ini dia selalu mengirim untuk kedua orangtuanya dikampung?" gumam Rachel. "Tapi uang ini pun masih tidak cukup untuk membayar biaya operasi Rima. Kira-kira aku pinjam uang pada siapa lagi ya?" Gadis itu tampak berpikir keras.
"Tidak mungkin aku jual rumah. Lagian kalau pun dijual harganya pasti murah apalagi rumah sekecil itu." Rachel mendesah pelan.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments