Happy Reading 🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
"Hel, katakan dengan jujur kenapa kau bisa duduk dikursi roda dengan wajah pucat begini?." Choky menggenggam tangan gadis itu sambil berjongkok didepan kursi roda Rachel.
"Mas." Mata Rachel berkaca-kaca.
"Hel." Ayunia mengusap bahu Rachel "Jangan takut, kami adalah sahabatmu." Ucapnya lembut.
Choky menatap bola matanya Rachel yang berwarna sedikit kebiruan itu. Ada lelah yang tergambar jelas disana.
"Aku......" Rachel menunduk
"Hel..." Choky mengangkat dagu Rachel "Mas disini untukmu. Jangan takut." Dia mengusap air mata yang menetes dipipi gadis itu.
Rachel mengangguk "Aku mendonorkan ginjal ku untuk Rima."
Deg
"Apa?." Pekik Choky dan Ayunia bersamaan.
"Donor ginjal Hel?." Ulang Ayunia sekali lagi.
"Golongan ginjal Rima langkah. Hanya ginjalku yang cocok dengan nya." Jawab Rachel
Choky menggeleng "Bagaimana bisa kau menyembunyikan hal sebesar ini dari Mas, Hel?." Choky menatap Rachel kecewa
"Maafkan aku Mas. Nyawa adikku lebih berharga dari aku." Jawab Rachel menatap Choky dengan air mata yang luruh dipipinya.
"Kau berharga bagi Mas." Ucap Choky tanpa sadar pria itu menangis "Setelah ini kau tidak akan bisa hidup normal, kau akan bergantung dengan cuci darah seumur hidup." Hati Choky terasa sakit, bagaimana bisa dia tidak tahu masalah ini padahal dia setiap hari bersama Rachel.
"Aku tahu Mas." Rachel tersenyum getir "Aku menyanyangi Rima. Aku tidak mau kehilangan nya. Tidak apa-apa aku terluka, asal adik ku bisa selamat dan bahagia." Jawab Rachel.
Ayunia ikut menangis. Gadis itu menyeka air matanya. Sebagai sahabat dia merasa sangat bersalah. Rachel hidupnya selalu begini. Menderita dan tak pernah bahagia.
Choky merengkuh tubuh gadis itu kedalam pelukannya. Dia mengecup ujung kepala Rachel sambil menangis dalam diam. Rasa bersalah menyelimuti hatinya. Bagaimana bisa dia tidak tahu apa yang terjadi pada Rachel? Padahal dia selalu bersama gadis itu.
Ayunia juga menangis segugukan, dia ikut memeluk kedua sahabatnya. Ketiga orang itu saling bertangisan dan meluapkan perasaan sakit dan kecewanya.
Rachel gadis berusia 26 tahun. Sejak Ayah nya meninggal dia menjadi tulang punggung keluarga. Hidupnya hanya dihabiskan untuk bekerja dan mencari uang. Sebab ada dua nyawa yang harus dia beri makan.
Berjuang tanpa Ayah memang tak mudah banyak lika-liku kehidupan yang harus Rachel lalui. Ibunya yang sering sakit ditambah dengan adiknya yang juga sakit-sakitan hingga menderita penyakit cukup serius.
"Mas. Nia."
Rachel menangis dengan hebat dan kuat. Tak peduli dengan rasa perih di bagian perut nya. Dia hanya ingin menangis dan meluapkan segala emosi yang mengendap.
Choky melepaskan pelukannya. Dia menatap dengan sayang gadis yang duduk dikursi roda ini. Gadis yang sebentar lagi akan menjadi milik orang lain. Sementara dia hanya penggagum rahasia saja.
"Jangan menangis lagi ya. Mas dan Nia akan menemanimu melewati ini." Ucap Choky menyeka air mata Rachel.
"Iya Hel. Maafkan aku yang kurang perhatian padamu. Maafkan aku Hel." Ucap Ayunia merasa bersalah.
Rachel menggeleng "Tidak Nia. Kau adalah sahabat baikku." Ucap Rachel memaksakan senyumnya sambil menyeka air matanya.
"Ya sudah jangan menangis lagi." Choky memperbaiki rambut Rachel yang sedikit berantakan "Bagaimana perutmu apakah sakit?." Tanyanya lirih dan sungguh kasihan ada gadis ini.
"Masih sedikit Mas. Proses pemulihan." Jawab Rachel "Terima kasih Mas. Nia. Kalian sudah menjaga Ibu dan Rima selama aku tidak ada. Maaf tidak bisa membalas kebaika kalian. Semoga Tuhan selalu menyertai. Hanya doa yang kupanjatkan." Ucap Rachel.
Choky dan Ayunia mengangguk. Sudah kewajiban bagi mereka berdua menjaga Irina dan Rima.
"Jadi kapan kau menikah dengan pria itu?." Tanya Choky dingin dan terdengar nada tak suka.
"Mungkin setelah Ibu dan Rima pulih atau bisa jadi Minggu depan."
"Apa kau sungguh-sungguh yakin ingin menikah dengan pria itu?." Tanya Choky sekali lagi "Jika masalah hutang, Mas punya uang untuk melunasi nya." Tandasnya.
"Aku sudah yakin Mas. Aku yakin kalau dia bisa menjadi suami yang baik untukku. Dan aku akan belajar mencintainya." Jawab Rachel. Walau hatinya tak sependapat tapi dia berusaha kuat didepan Choky dan Ayunia.
"Mas. Hel." Panggil Ayunia.
"Lihat jari lentik Ibu bergerak-gerak."
"Ibu." Rachel beralih menatap Ibunya.
Begitu juga dengan Choky yang berdiri dari duduknya dan menatap wanita paruh baya itu.
"Panggilkan dokter Nia." Perintah Choky.
"Iya Mas."
Dokter datang untuk memeriksa kondisi Irina. Pemasangan ring cincin sebenarnya cukup beresiko karena pasien akan semakin rentan. Apalagi kondisi Irina sebelumnya sempat drop total hingga tidak sadarkan diri beberapa hari.
"Ibu." Lirih Rachel dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Irina membuka matanya perlahan. Dia menatap ruangan yang begitu asing. Ini bukan dikamar atau rumahnya. Ini berbeda dan entah dimana.
"Ibu."
Satu panggilan itu sukses membuatnya tersadar dari kebingungan nya tadi. Wanita itu melihat kearah putrinya yang duduk dikursi roda.
"R-r-a-chel." Lirihnya dengan suara serak. Nyawa nya belum terkumpul semua pandangan nya juga masih kabur.
"Ibu." Rachel menggenggam tangan wanita itu "Ini Rachel Bu." Rachel tak bisa ungkapkan betapa bahagianya dia bisa melihat wanita ini lagi.
"Ibu dimana?." Lirihnya sambil memegang kepalanya yang berdenyut sakit.
"Ibu dirumah sakit." Sahut Rachel
"Rima, dimana Rima?." Irina menelisik isi ruangan itu.
"Rima ada disamping Ibu." Jawab nya.
Irina melirik kearah kanan ranjangnya. Tampak disana seorang gadis kecil juga masih terpejam dengan beberapa selang ditubuhnya. Tubuh kecilnya seolah disiksa oleh ribuan jarum suntik itu.
"Rima." Gumamnya
"Ibu istirahat dulu. Rima baik-baik saja." Ucap Rachel
Choky dan Ayunia ikut bahagia ketika melihat Irina bangun. Mereka sudah menganggap wanita paruh baya ini sebagai Ibu nya juga dan tak jarang mereka juga sering menginap dirumah Rachel.
"Ibu ingin melihat Rima." Dia hendak duduk.
"Jangan Bu." Cegah Choky "Ibu istirahat saja dulu. Nanti setelah Ibu pulih, Ibu boleh lihat Rima. Rima lagi tidur dan istirahat." Ucap Choky memperbaiki selimut wanita paruh baya itu.
"Tapi_."
"Benar yang dikatakan Mas Choky Bu, Ibu istirahat saja ya." Ayunia juga ikut membujuk.
Akhirnya Irina hanya bisa melirik putrinya dari jauh. Putri yang dia lahiran hampir kehilangan nyawa. Putri yang sudah lama dia nantikan didalam rahimnya.
Lalu dia melirik kearah Rachel yang duduk dikursi roda sambil menggenggam tangannya. Setiap hari dia mendengar curahan hati putrinya itu. Dia mendengar tapi dia tidak bisa membuka matanya sama sekali.
"R-rachel."
"Bu."
"Ibu rindu Rachel." Ucapnya berkaca-kaca menatap putrinya itu.
"Rachel juga rindu Ibu." Ucap Rachel. Ingin memeluk Ibu nya namun bekas operasi diperutnya masih tidak bisa membuatnya bergerak.
"Apa kau baik-baik saja Nak? Dari mana kau dapat biaya untuk operasi Ibu?." Cecar Irina karena dia tahu betapa sulitnya ekonomi putrinya ini.
"Nanti akan Rachel ceritakan Bu."
"Irina." Panggil suara diarah pintu masuk.
Mereka semua menoleh kearah pintu itu. Irinia memincingkan matanya. Menatap wanita paruh baya itu yang mungkin seumuran dengannya.
"Maria."
Bersambung....
Jangan heran ya kalau aku crazy up... Pengen nangis rasanya gak tahu kenapa.
ikutin terus Yo..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
yosefus
Lanjutkan thor
2023-02-04
0