Selamat Membaca 🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Rachel terduduk lemas di bangku penunggu pasien. Di tangannya terdapat sebuah kertas yang bertulisan 'Ozawa's Hospital'. Air matanya luruh dengan cepat. Beberapa kali gadis itu memukul dadanya untuk menghilangkan segala sesak yang menghantam dada.
"Hiks hiks hiks hiks hiks". Tangisnya terdengar menyayat hati.
"Ibu. Rima." Isaknya.
Baru saja dia mengambil hasil pemeriksaan kedua wanita hebat itu.
Tadi pagi sang Ibu tiba-tiba terjatuh dan pingsan dilantai. Setelah dibawa kerumah sakit, dokter memponis wanita paruh baya itu mengalami gagal jantung. Penyakit lamanya.
Sejak sang ayah meninggal ibunya memang sering sakit-sakitan. Kondisi tubuh nya yang melemah membuat wanita paruh baya itu rentan terhadap rasa sakit.
"Nyonya Irana mengalami gagal jantung. Pemompa darah melalui aliran jantungnya sedang bermasalah. Hal ini tidak bisa ditangani dengan remeh harus dirawat dengan keseriusan. Kami menyarankan agar Nyonya Irana segera melakukan tindakkan operasi dan kami akan memasang ring cincin pada jantung Nona Iriana."
Rachel kembali terisak saat mengingat penjelasan dokter beberapa jam yang lalu. Matanya sudah membengkak karena menangis. Kemana? Di mana? Siapa yang bisa menolongnya?
"Kondisi ginjal Nona Rima semakin melemah. Kami sarankan untuk segera melakukan pengangkatan ginjal dan mencari pendonor ginjal. Kelainan rahim nya juga butuh penanganan. Usianya memasuki tujuh belas tahun tetapi belum juga datang bulan. Kami menemukan ada kejanggalan didalam alat vital Nona Rima. Di mana Nona Rima tidak memiliki lobang ******. Saran kami Nona Rima harus segera di operasi untuk membuang lobang tersebut. Mohon siapkan dana nya, Nona. Agar kami bisa segera melakukan tindakkan operasi."
Rachel menggeleng dengan lemes. Seluruh tubuhnya seperti mati rasa. Tak ada tempat untuk dia mengadu dan meminta.
Gadis itu memasukkan kertas berwarna putih di dalam tas kecil miliknya.
"Kemana aku harus mencari uang untuk biaya operasi Rima dan Ibu?" tanyanya sambil terisak menangis.
Dia menyeka air matanya kasar. Wajahnya berantakkan dan matanya sembab akibat kebanyakan menangis. Terlihat kerapuhan di wajah gadis berusia 26 tahun itu.
Rachel berdiri dari duduknya, dia berjalan dengan tatapan kosong. Adakah yang bisa merasakan betapa hancurnya gadis itu saat ini? Adakah yang bisa memberinya kekuatan disaat segalanya terasa sempit? Semua jalan seolah buntu. Dunianya runtuh dan hancur berkeping-keping. Dunia nya gelap, hitam dan abu-abu tanpa ada warna yang bisa menerangi kegelapan di dunia hitamnya.
Cekrek
Gadis itu membuka pintu ruang rawat inap kedua wanita hebat dalam hidupnya.
Disana ada dua wanita yang tengah terbaring dengan posisi yang sama-sama.
Entah bagaimana takdir tega menghukum dirinya, menghantam tubuhnya dan menghempaskannya sangat jauh.
"Ibu," lirihnya.
Tadi pagi, saat Irana terjatuh dan pingsan dan Rima menemukan Ibunya itu, dia hendak mengangkat tubuh Irana dan membawanya kerumah sakit. Namun, tubuh gadis lemah itu tak mampu saling menopang hingga dia juga ikut terjatuh ke lantai.
Para tetangga Rachel berbondong-bondong mengantar kedua orang itu ke rumah sakit.
Rachel duduk dikursi samping ranjang Irana. Air matanya selalu luruh dengan sesuka hati.
"Bu, kenapa semua terjadi Bu? Bangun Bu, bangun." Dia mengenggam tangan wanita itu "Aku tidak kuat melihat Ibu begini. Aku tidak sanggup melihat Ibu terpejam. Aku takut Bu, jangan tinggalkan aku sendirian. Jangan pergi Bu." Sambil membenamkan wajahnya ditangan Irana. Wanita paruh baya itu masih pingsan seperti tadi pagi seolah tidurnya tak terusik dengan tangisan sang putri yang menggema memenuhi ruangan.
Rachel kembali berdiri dan menuju ranjang Rima yang bersebelahan dengan ranjang sang Ibu.
Gadis itu duduk dikursi samping ranjang. Tatapannya terlihat menyedihkan dan rapuh, seolah jiwanya akan menghilang saat ini juga.
"Rima." Rachel menangis dengan hebat. "Rima, tolong buka matamu, Dek. Tolong Kakak. Jangan biarkan Kakak melewati ini sendirian. Bangun Dek. Peluk Kakak sebentar saja. Kakak benar-benar lelah dan tak tahu jalan pulang," ucapnya terdengar rintihan yang menyakitkan.
.
.
.
.
Pagi lagi, semalam Rachel menginap dirumah sakit dan dia akan kembali ke rumah untuk berganti pakaian dan berangkat bekerja.
"Pagi, Nona Rachel," sapa Sandy, Dokter yang menangani penyakit Rima.
"Pagi juga, Dok," balas Rachel mengangguk hormat.
"Saya ingin memeriksa kondisi Nona Rima."
"Silakan, Dok."
Rachel menyingkir dan membiarkan Sandy memeriksa adiknya. Gadis itu menatap adiknya yang juga masih terlelap dengan nyaman, entah tertidur atau pingsan sejak kemarin kedua wanita itu tak bangun-bangun.
"Bagaimana, Dok?" tanya Rachel.
Sandy menghela nafas berat, "Nona, saya harap Anda segera menyiapkan biaya administrasi untuk operasi Nona Rima. Kondisi nya semakin kritis dan saya takut ini akan membahayakan nyawanya."
Rachel terdiam. Hatinya hancur berkeping-keping. Matanya sudah memerah menahan tangis. Bolehkah Rachel menyerah saat ini?
"Berapa yang harus saya siapkan, Dok?" tanya Rachel tatapannya tertuju pada sang adik.
"Sekitar lima ratus juta karena ada dua penyakit yang akan kita angkat," sahut Sandy.
Rasanya tubuh Rachel tak mampu saling menopang. Jika saja gadis itu tak berpegangan pada kursi disamping ranjang Rima kemungkinan dia akan tersungkur dilantai.
"Baik Dok, akan saya usahakan." Gadis itu mengangguk dan mengiyakan ucapan Sandy.
Rachel berjalan keluar dari ruangan rawat Iriana dan Rima. Dia sudah menitipkan kedua orang itu pada Perawat yang bertugas karena dia harus bekerja. Kalau tidak bekerja siapa yang akan memberi mereka makan?
Rachel berjalan menyusuri koridor rumah sakit sambil memeluk kedua lengannya didada. Air mata sudah tak mampu lagi saling membendung seolah kering dan tak tersisa.
Setelah kembali kerumah dan berganti pakaian gadis itu kembali melanjutkan langkah kakinya menuju restourant tempat dia mengadu nasib.
Rachel menaiki ojek online yang dia pesan dari aplikasi nya. Dia masih belum mampu untuk membeli kendaraan pribadi.
'Kemana aku harus mencari uang sebanyak itu? Siapa yang bisa membantuku?' batinnya menatap kosong kedepan sambil menikmati perjalanan menuju restaurant.
"Apakah Anda baik-baik saja, Nona?" tanya sang supir ojek.
"Saya baik-baik saja, Paman," sahutnya memaksakan senyum.
Sampai di restaurant gadis itu turun dan tak lupa membayar ongkosnya.
"Pagi Rachel," sapa Ayunia yang juga baru datang.
"Pagi, Hel," sapa Choky yang baru turun dari motor. Pria itu sangat tampan.
"Pagi juga Nia. Pagi Mas," balas Rachel memaksakan senyum diwajah cantiknya.
"Baru sampai?" Sambil membuka jaketnya dan menyimpannya diatas motor.
"Iya Mas." Senyum Rachel.
"Ayo masuk," ajak Choky merangkul bahu gadis itu.
Mereka bertiga masuk sambil mengobrol. Ketiganya memang cukup dekat. Sudah enam tahun ketiganya menjalin persahabatan. Selalu saling membantu dan menguatkan.
"Kau baik-baik saja?" Choky memincingkan matanya melihat tatapan kosong Rachel.
"Aku baik-baik saja Kak." Dia memaksakan senyum
"Kau yakin, Hel? Kau terlihat tak baik-baik saja?" sambung Ayunia yang memang sudah mengenal seperti apa Rachel jika sedang terluka
"Aku baik-baik saja, Nia," kilah Rachel yang tak mau kelihatan hancur di depan kedua sahabatnya.
Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
gah ara
,😢😢😢
2023-09-12
0
Putri Minwa
💪💪💪
2023-04-06
0
vania
lanjut thor semangat rachel
2023-03-27
0