...༻✫༺...
Elena telah tiba di depan rumah. Dia baru saja turun dari taksi. Dia segera berjalan melewati pintu gerbang. Langkahnya terhenti tatkala melihat mobil ayah dan ibunya sudah ada.
'Mereka sudah pulang? Secepat ini?' batin Elena. Dia menggigit bibir bawahnya. Elena mulai diselimuti rasa cemas. Ia berpikir, pasti kedua orang tuanya sengaja pulang cepat karena tahu dirinya tidak di sekolah sejak jam sembilan pagi.
"Ini gara-gara Vino!" gigi Elena menggertak kesal. Dia buru-buru menghubungi Vino. Menagih janji cowok itu yang katanya akan bertanggung jawab.
"Vin! Lo harus tanggung jawab! Bokap sama nyokap gue pulang lebih cepat dari biasanya. Jelas sekarang mereka lagi nungguin gue!" timpal Elena. Setelah panggilan teleponnya di angkat oleh Vino.
"Santai aja, El. Bilang ke mereka yang sebenarnya. Terus di bagian kita singgah ke taman bermain itu karena masalah mobil mogok," sahut Vino.
"Itu nggak masuk akal buat gue!" balas Elena. "Gimana kalau mereka ngomong begini, 'kan bisa naik taksi?' terus gue harus jawab apa coba?" sambungnya.
"Kalau begitu, lo telepon gue. Biar gua yang bicara sama bokap dan nyokap lo."
"Gila! Lo kan cowok!"
"Emangnya kenapa? Dari tadi lo diskriminasi gender mulu."
Elena memutar bola mata sebal. "Ya iyalah. Bokap dan nyokap gue selalu waspada sama cowok yang dekat dengan gue," jelasnya.
"Parah banget emang bokap sama nyokap lo," komentar Vino.
"Sekarang gue harus--"
"Elena!" ucapan Elena terpotong karena panggilan ibunya. Dia terlihat sudah berdiri di teras.
Elena langsung mematikan telepon. Kemudian berjalan menghampiri Rika. Keduanya segera masuk ke rumah. Elena disuruh duduk ke sofa. Di sana sudah ada Alan yang menunggu. Rika segera duduk ke sebelah suaminya tersebut.
"Ngapain kamu hari ini?!" timpal Alan dengan ekspresi garangnya.
"Sekolah, Pah..." Elena menjawab sambil menundukkan kepala.
"Yakin kamu? Terus kenapa pas Pak Anton jemput ke sekolah kamunya nggak ada?" tanya Rika.
"Tadi sekitar jam sembilan aku mens, Mah. Darahnya tembus ke rok. Terus aku terpaksa minta izin buat beli rok sama celana baru keluar. Tapi..." Elena menenggak salivanya sebelum berbohong. Sebab dia hampir tidak pernah membohongi kedua orang tuanya.
"Tapi apa, El?" desak Rika.
"Ta-tapi mobil temanku mogok di jalan. Kami harus nunggu di bengkel," ucap Elena. Dia masih tidak berani menatap Rika dan Alan.
"Elena! Kalau lagi ngomong itu tatap lawan bicara kamu!" tegas Alan dengan dahi yang berkerut dalam.
Elena lantas mengangkat kepalanya. Memberanikan diri menatap Rika dan Alan.
"Kamu pikir kami percaya? Kami bisa melihat titik lokasimu seharian ini. Kau jelas jalan-jalan di taman bermain! Apa itu namanya bengkel?" tukas Rika.
"Teman aku ngajak aku ke sana selagi menunggu mobilnya diperbaiki." Elena kembali membuat alasan.
"Apa yang terjadi sama kamu?! Mamah sama Papah nggak menyangka kau melakukan ini?! Kau tidak tahu betapa kerasnya kami ingin menjadikanmu sebagai anak yang baik dan berguna," ujar Rika.
"Aku hanya ingin bersenang-senang sebentar, Mah. Papah sama Mamah nggak tahu betapa lelahnya aku dengan jadwal les yang padat," ungkap Elena jujur.
"Bersenang-senang kau bilang? Lelah?!" Alan melotot. Dia dan Rika terperangah. Akhirnya mereka bisa mendengar niat sebenarnya Elena membolos.
"Apa kau merasa senang membolos sekolah?! Begitu maksudmu?! Kenapa kau jadi begini, El?! Baru kau yang berani berbuat seperti ini. Kakakmu bahkan tidak melakukannya!" omel Rika.
"Aku hanya--"
"Sekali lagi kau berbuat begini, jangan harap Papah sama Mamah akan memaafkan. Sebagai hukumannya, kamu nggak boleh keluar dari rumah setelah pulang sekolah!" tegas Alan. Memangkas perkataan Elena.
"Mamah juga akan membayar salah satu guru di sekolah untuk mengawasimu!" tambah Rika.
"Tidak ada ponsel selama tiga hari!" Alan membuka lebar telapak tangannya. Memaksa Elena untuk menyerahkan ponsel.
Elena merasa sesak. Dia terpaksa menyerahkan ponselnya. Lalu segera masuk ke kamar. Ia harus bersiap untuk les biola dan Matematika.
Saat tiba di kamar, Elena membanting tas ransel ke ranjang. Dia sekarang sangat kesal dengan apa yang terjadi. Kekesalan yang dirasakannya membuat air mata Elena menetes. Gadis itu tengkurap dan membenamkan wajah ke bantal.
Awalnya Elena memang menyalahkan segalanya kepada Vino. Namun setelah dipikir-pikir, dia merasa kedua orang tuanya lah yang berlebihan. Kekangan Rika dan Alan semakin menjadi-jadi saat dirinya melakukan kesalahan.
Bersamaan dengan itu, Elena mendengar suara mesin mobil berbunyi. Dia bergegas melihat ke jendela. Dirinya menyaksikan ayah dan ibunya pergi lagi untuk bekerja.
Elena kembali memecahkan tangis. Dia terduduk di lantai sambil memeluk lutut.
Selang sekian menit, suara Bi Irna memanggil. Dia memberitahu kalau guru les Elena sudah datang. Cewek itu sontak berhenti menangis. Kemudian berganti pakaian.
Selama menjalani lesnya, Elena tidak bersemangat. Ia mengerjakan dengan raut wajah datar. Meskipun begitu, dia memahami semua pelajaran yang diajarkan kepadanya.
Di saat merasakan kesenduan, tanpa sengaja Elena memikirkan tentang ciumannya dan Vino di taman bermain. Apa yang dia rasakan seolah bisa terasa lagi. Elena tenggelam memikirkan itu sampai jadwal lesnya selesai. Ia buru-buru kembali ke kamar.
Elena telentang di ranjang. Dia tak bisa berhenti mengulang ingatan tentang ciumannya dan Vino.
"Kenapa rasanya begitu ya? Apa itu hal wajar?" gumam Elena yang merasa penasaran. Dia bangkit dari kasur. Lalu menyalakan laptopnya.
Jika tidak ada ponsel, Elena terpaksa menggunakan laptop untuk menjelajah internet. Di sana dia mencari berbagai hal tentang ciuman bibir.
Rasa penasaran Elena secara alami semakin membuncah. Sampai dia menonton video orang berciuman bibir.
Pupil mata Elena membesar. Ia mengatup bibirnya sendiri. Apalagi saat dalam video itu Elena menemukan kalau dua orang yang berciuman terus berlanjut ke tahap lebih intim.
Karena takut, tangan Elena reflek menekan tombol pause. Ia dilanda dilema. Dirinya merasa takut karena menonton video tidak senonoh. Di sisi lain Elena merasa penasaran bukan kepalang.
Elena berpikir cukup lama. Hingga akhirnya rasa penasaran mengalahkan teguran hatinya.
"Tidak apa-apa kalau sekali-kali kan? Setelah ini aku tidak akan melakukannya lagi," ucap Elena bertekad. Ia mengunci pintu kamar terlebih dahulu.
Elena menghembuskan nafas dari mulut. Setelah itu, barulah dia lanjut menonton video.
Wajah Elena memerah. Matanya tak bisa teralihkan dari layar laptop. Terutama saat kedua pasangan di dalam video melepaskan pakaian satu per satu.
"Astaga. Bagaimana bisa video seperti ini sangat mudah di akses? Gimana kalau anak di bawah umur melihatnya?" ujar Elena. Dia tidak sadar kalau dirinya juga merupakan anak di bawah umur. Usianya sekarang baru menginjak 16 tahun.
Elena geleng-geleng kepala ketika melihat pasangan di video bercinta. Memperdengarkan suara erangan yang khas.
"Parah!" komentar Elena. Walaupun begitu, dia terus menonton. Sesekali Elena menggigit bibir bawahnya. Meski mulutnya terus mengeluarkan perkataan tidak suka, tetapi tidak tubuhnya. Elena tidak bisa membantah kalau apa yang ditontonnya sekarang memberikan sensasi berbeda. Sesuatu hal yang candu dan memikat.
Kekalutan Elena terhadap orang tuanya seketika hilang. Dia teralihkan dengan aktifitas barunya sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Maple🍁
Matax di kntrol Elena entar gw congkel nihhh..😁😁
2023-04-08
0
Whila Abigail
Thor di tunggu up nya LG ya🤗
2023-01-25
1
zelindra
Emang setan mahh suka nya sama yg alim " yakkk .. gk nyerahh tu setan😁
2023-01-25
2