...༻✫༺...
Vino menarik sudut bibirnya ke atas. Dia menatap wajah-wajah semua orang yang menanti jawaban.
"Kalian bertanya begini karena ciuman gue sama Elena tadi kan?" tukas Vino sembari menghempaskan diri ke sofa. Dia duduk menyandar dalam keadaan kepala mendongak.
"Ya iyalah, Apa yang lo lakukan sama Elena itu bahaya!" sahut Iyan.
"Ngomong-ngomong lo masih belum jawab pertanyaan kita. Lo suka sama Elena?" tanya Andi. Dia sudah penasaran dengan jawaban Vino sejak tadi. Namun cowok itu selalu berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
"Enggak. Sebagai teman, gue cuman pengen bikin dia happy," jawab Vino.
"Dengan ciuman kayak tadi?! Itu bukan happy tapi mesum!" cibir Iyan seraya melemparkan bantal sofa ke arah Vino.
"Tapi Elena suka kok. Kalian lihat sendiri kan?" Vino tergelak dengan percaya diri.
"Itu benar sih. Gue lihat jelas banget," tanggap Andi yang sependapat dengan Vino. Dia tidak tahu Ranti yang duduk di sebelah langsung mendelik ke arahnya.
"Tapi gue saranin lo mending jangan pernah lakuin itu lagi sama Elena. Nggak baik kalau--"
"Kalian tenang aja. Itu nggak akan terulang lagi. Gue juga nggak kuat terus terima omelan dari Elena." Vino memotong ucapan Ranti. Jawabannya tersebut membuat Ranti tersenyum lega.
"Terus sekarang kita ngapain?" celetuk Iyan. Menatap Vino dengan sudut matanya.
"Tenang. Gue udah pesan sesuatu yang spesial untuk kita semua hari ini." Andi memeriksa jam yang melingkar di tangan. "Tukang antarnya masih di jalan. Sebentar lagi pasti sampai," tambahnya.
"Emang lo pesan apaan?" tanya Ranti dengan kening yang mengernyit.
"Bedak buatmu, Sayang." Andi menjawab sambil mencolek dagu Ranti.
"Ish! Jangan pakai sayang-sayang. Lebay banget!" hardik Ranti cemberut. Sementara Vino dan Iyan sibuk mentertawakan.
Bedak yang dimaksud Andi sendiri adalah sejenis obat-obatan terlarang. Selama satu bulan terakhir dia cukup sering mengkonsumsi itu.
Awalnya Andi berniat hanya mencoba. Sebab dia mendapat tawaran gratis dari kenalannya. Tetapi saat mencoba, Andi berakhir mulai ketagihan. Kini dia ingin mengajak teman-temannya ikut merasakan.
"Lo serius pesan bedak?" tanya Iyan yang masih penasaran.
"Ya enggaklah. Nanti kalau barangnya datang lo bakalan tahu sendiri," jawab Andi.
Vino dan Iyan bertukar pandang. Mereka akan tahu saat barang yang dipesan Andi datang.
Di sisi lain, Elena melangkah cepat menyusuri jalanan trotoar. Tas ranselnya masih dipeluk erat. Pikiran Elena benar-benar runyam karena serangan Vino yang bisa dibilang gila itu.
"Dasar cabul! Bisa-bisanya dia cium teman sendiri! Argh! Gue nggak mau lagi temenan sama dia!" gerutu Elena. Dia berhenti berjalan saat melihat sebuah taksi. Tanpa pikir panjang, Elena langsung menghentikan taksi itu.
Elena menghembuskan nafas dari mulut. Matanya memejam karena berusaha menenangkan diri. Akan tetapi ingatan bagaimana ciuman Vino kembali terulang dalam ingatan.
"Aaarghh! Ini nyebelin banget. Kenapa gue kepikiran terus?!" keluh Elena sambil mengacak-acak rambut. Jantungnya bahkan selalu berdebar ketika kembali mengingat ciuman Vino.
"Adik nggak apa-apa?" sopir taksi yang menyetir sontak khawatir. Sebab Elena terdengar seperti mengamuk sendirian.
Wajah Elena memucat. Dia lupa kalau sopir taksi sedang ada bersamanya.
"Saya nggak apa-apa kok, Mas..." Elena menjawab dengan suara pelan. Dia menggigit bibir bawahnya karena merasa malu sendiri.
Tak lama kemudian Elena sampai di rumah. Dia bergegas turun dan tak lupa membayar ongkos taksi.
Elena berlari masuk ke rumah. Ia langsung menghempaskan diri ke ranjang. Jujur saja, dirinya sangat terbawa perasaan atas perlakuan Vino terhadapnya.
Perasaan Elena tidak karuan. Di sisi lain dia merasa sedih, namun dirinya juga tidak bisa membantah ada rasa antusias yang muncul. Ciuman Vino benar-benar seperti jebakan.
"Gue nggak mau dekat-dekat Vino lagi. Nggak akan!" Elena bertekad.
...***...
Waktu menunjukkan jam tujuh malam. Andi, Iyan, dan Ranti pamit pulang. Mereka hampir seharian berada di rumah Vino. Ketiganya langsung pergi setelah menghabiskan waktu untuk merasakan obat-obatan terlarang.
"Bye, Vin! Nanti kita coba lagi." Andi melambaikan tangan dari mobil. Dia dan yang lain di antar pulang oleh sopir suruhan Vino.
Kini Vino tertinggal sendirian. Dia memutuskan tidur karena kepalanya terasa pusing setelah mencoba obat terlarang pesanan Andi.
Ketika tengah malam, Vino dikejutkan dengan suara keributan di kamar sebelah. Kamar yang tidak lain adalah tempat dimana kedua orang tuanya tidur.
Dahi Vino berkerut. Dia keluar dari kamar. Memeriksa keadaan di kamar ayah dan ibunya.
Vino dapat melihat semuanya dari ambang pintu. Karena pintunya tidak dalam keadaan terkunci. Keadaan di kamar orang tuanya sangat berantakan. Banyak pecahan kaca dan barang-barang yang hancur.
Prang!
Terdengar jelas suara benda yang pecah. Ayahnya Vino yang bernama Arya itu terus meracau tidak jelas. Dia berdebat dengan Lina yang tidak lain adalah istrinya sendiri.
"Dasar sampah! Sudah tukang selingkuh, pemabuk pula!" maki Lina. Mengingat Arya dalam keadaan mabuk sekarang.
"Kau menyebutku apa tadi? Sampah? Bukankah kau sama saja?! Kau pikir aku tidak tahu kalau kau juga selingkuh?!" Arya berdiri. Kemudian mencekik leher sang istri dengan kasar.
"Aku melakukannya karena tidak ingin kalah darimu! Aku tidak akan kalah darimu, bangsat!" balas Lina. Satu tangannya mengambil sebuah gelas dari nakas. Lalu memukulkan benda itu ke kepala Arya.
Cengkeraman tangan Arya sontak terlepas dari leher Lina. Dia reflek melangkah mundur sambil memegangi kepala yang terasa sakit.
"Sialan!" umpat Arya ketika menyadari kepalanya berdarah.
"Kau yang membuatku terluka! Aku sudah tidak tahan denganmu! Kenapa kau pulang ke rumah hari ini, hah?! Apa jalaang itu sudah tidak mau tidur denganmu?" geram Lina.
"Kau yang jalaang!" Arya tak mau kalah. Dia menarik Lina dengan kasar. Hingga wanita itu langsung berada dalam dekapan. Tanpa diduga, Arya justru mencium bibir Lina. Pertengkaran berakhir dengan cumbuan liar mereka. Mungkin itulah salah satu alasan kenapa keduanya tidak berpikir untuk bercerai. Itu semua karena mereka saling mencintai satu sama lain. Masih sama-sama tidak bisa melepas tali pernikahan yang juga menjadi reputasi baik keluarga serta bibit harta kekayaan.
Dari pintu, Vino melihat dan mendengar semuanya. Dia sama sekali tidak terkejut. Sebab itu bukan pertama kalinya Vino melihat pertengkaran ayah dan ibunya. Semua pertengkaran yang terjadi selalu saja berakhir begitu.
Kata cacian dan pukulan adalah pemandangan yang selalu dilihat Vino saat melihat ayah dan ibunya bertemu. Mereka tidak pernah akur. Semuanya berawal ketika Arya ketahuan berselingkuh. Pemikiran Lina tidak seperti wanita pada umumnya. Ia justru memilih membalas dengan cara berselingkuh juga.
Vino perlahan menutup pintu saat menyaksikan ayah dan ibunya mulai melepaskan pakaian. Dia mengepalkan tinju di kedua tangan. Mata Vino berkaca-kaca. Dirinya semakin naik pitam saat mendengar suara lenguhan sang ibu dan ayah.
Jika seorang anak pada umumnya menginginkan kedua orang tuanya tidak bercerai, namun lain halnya dengan Vino. Dia malah ingin ayah dan ibunya bercerai. Vino benar-benar muak melihat kelakuan Arya dan Lina yang menurutnya seperti binatang.
"Kalian berdua yang sampah!" rutuk Vino. Giginya menggertak kesal. Dia masuk ke kamar. Berganti pakaian. Lalu memilih pergi dari rumah. Kemana pun, yang penting jauh dari rumah yang terasa seperti neraka jahanam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Junifa
terus kalau begitu mengapa selingkuh jika setiap bertengkar berakhir kemesraan di ranjang 😂
2023-01-20
2
Nunu
lanjut Thor ...
penasaran sama elena ..apakah dia akan jatuh cintrong sama vino
2023-01-20
2
Kristina Sinambela
yok Thor semangat,aku setia mendukung mu 😊
2023-01-20
1