...༻☆༺...
Elena malu bukan kepalang. Setahunya, mimpi basah hanya dialami oleh pria. Lalu apa yang terjadi kepada dirinya sekarang?
Sial! Elena bingung harus memberi alasan apa pada kedua orang tuanya.
"Aku kebelet, Mah!" alhasil Elena berucap begitu sambil berlari kembali ke kamar. Atau tepatnya ke kamar mandi pribadinya.
"Ya ampun tuh anak. Ada-ada saja," komentar Rika. Dia duduk ke kursi yang ada di sebelah Alan. Sepasang suami istri itu tidak bicara. Mereka hanya sibuk dengan ponsel masing-masing. Keduanya tentu sedang mengurus masalah pekerjaan dari sana.
Selepas membersihkan diri, Elena bersiap pergi ke sekolah. Lalu segera bergabung bersama orang tuanya ke meja makan.
Elena menghela nafas ketika menyaksikan Alan dan Rika terus sibuk dengan ponsel. Itulah yang terjadi saat mereka berkumpul. Elena terkadang merasa tidak mengenali orang tuanya sendiri.
"Gimana sama kerja kelompok kemarin?" tanya Alan.
"Baik. Aku pulang agak sore," jawab Elena.
"Kami tahu. Kalungmu selalu berguna untuk kami. Tapi kemarin kau sempat ke super market sebelum pergi ke rumah temanmu kan?" selidik Rika. Dia dan Alan sama-sama protektif terhadap putri mereka.
"Iya, Mah. Temanku mau beli cemilan dulu katanya," sahut Elena.
"Temanmu nggak ada yang merokok kan?" tanya Alan memastikan.
Karena Elena anak yang patuh, dia lekas mengangguk. Meski anggukannya adalah sebuah kebohongan. Elena tentu tahu kalau Vino dan kawan-kawan adalah perokok.
"Pokoknya kamu harus jauhi teman-teman yang suka membuat masalah dan memiliki kebiasaan buruk. Aku dan Papah percaya sama kamu." Rika memberikan nasihat, yang lagi-lagi direspon Elena dengan anggukan kepala.
"Mana lembar kertas nilai tugasmu. Kami ingin melihatnya," pinta Rika.
"Tunggu sebentar." Elena segera mengambil hasil penilaian tugas untuk pelajaran kemarin. Kemudian memberikannya kepada Rika. Elena memang rutin melakukan itu karena kedua orang tuanya ingin mengetahui bagaimana perkembangan belajar Elena.
Sekarang Rika dan Alan sibuk mengamati hasil nilai belajar Elena. Keduanya tampak sangat serius.
"Mah, sebentar lagi kan liburan. Kebetulan juga akhir pekannya tahun baru. Kita jalan-jalan ke luar negeri yuk!" ajak Elena. Dia ingin mencairkan suasana yang ada. Jujur saja, Elena berusaha keras agar bisa memiliki waktu yang menyenangkan bersama keluarganya.
"Astaga... Nilai Biologi kamu turun ya? Bukannya kemarin 85? Ini kenapa jadi 80?" tukas Alan.
"Itu tugasnya memang susah, Pah. Tapi aku dapat nilai yang paling tinggi di kelas kok. Lagian itu tidak termasuk kategori nilai merah kan?" tanggap Elena. Dia yang wajahnya ceria karena membicarakan liburan, seketika berubah jadi masam.
"Tetap saja kau harus berusaha yang terbaik. Agar bisa lebih baik lagi, kamu harus menjadikan apa yang didapatkan sebelumnya sebagai patokan. Kalau kemarin dapat 75, maka hari berikutnya harus dapat nilai lebih dari itu," jelas Alan panjang lebar.
"Terus kalau aku sudah dapat nilai 100 bagaimana? Apa aku juga harus dapat nilai 101?" sahut Elena.
"Elena! Kamu kalau dikasih tahu nggak boleh begitu!" tegur Rika.
Sementara Alan terlihat mendelik. Ia tentu tidak suka mendengar jawaban Elena yang terdengar seperti mau main-main. Alan kembali memperhatikan nilai tugas Elena. Begitu pun Rika.
"Astaga, El... Nilai olahragamu rendah sekali. Ini lebih buruk dibanding nilai sebelumnya. Lihat, Pah! 60!" Rika memperlihatkan nilai kepada Alan.
"Aku kan memang nggak ahli sama pelajaran olahraga..." lirih Elena sembari tertunduk.
"Padahal kamu sudah punya guru olahraga privat loh," komentar Rika. Menatap tak percaya kepada putrinya.
"Ya sudah, jam les olahragamu ditambah!" cetus Alan.
"Tapi..."
"Tidak ada tapi-tapian!" Alan menjawab sambil memeriksa jam yang melingkar di tangan. Dia beranjak dari meja makan lebih dulu. Elena yang juga harus pergi, tak lupa bersalaman kepadanya dan Rika.
Kini Elena sudah berada di mobil. Dia memandangi kedua mobil Rika dan Alan yang beriringan.
Dengan perasaan kalut, Elena menyentuh kalungnya. Dia benar-benar merindukan masa kecilnya dulu. Saat itu kedua orang tua Elena masih belum dapat pekerjaan tetap. Jadi mereka selalu punya waktu untuk Elena.
Sekarang semua itu tak bisa dirasakan Elena. Kasih sayang orang tua adalah sesuatu yang sangat dirindukannya. Mungkin apa yang dilakukan Alan dan Rika memang adalah bentuk kasih sayang. Akan tetapi mereka tidak tahu bahwa Elena tersiksa terhadap kekangan yang berlebihan.
Terkadang Elena terpikir ingin membuang kalung yang ada di lehernya. Kalung pelacak dari orang tuanya itulah yang membuat Elena tak bisa berbuat apa-apa. Namun gadis tersebut masih belum berani bertindak sejauh itu.
...***...
Bel pertanda masuk berbunyi. Seluruh murid saling berdahuluan masuk ke kelas. Termasuk Elena.
Pelajaran dimulai, Elena fokus mendengarkan materi yang dijelaskan Bu Agni. Bersamaan dengan itu, dia merasa perutnya mendadak sakit.
Elena mengatup mulutnya rapat-rapat. Dia juga tak lupa mengapit kedua kakinya dengan erat. Elena melakukan itu karena merasakan cairan yang keluar dari bawah sana. Atau lebih tepatnya dari organ intimnya.
'Astaga... Kenapa harus sekarang sih?' batin Elena. Dia bergegas mencari pembalut ke dalam tas. Elena yakin dirinya sedang menstruasi.
Sayangnya hanya tersisa plastik pembalut. Elena sudah lupa bahwa persediaan pembalutnya habis.
Tanpa pikir panjang, Elena mengangkat tangan tinggi-tinggi. Hingga Bu Agni langsung memperhatikannya.
"Ada apa, Elena?" tanya Bu Agni.
"Aku sama Ranti harus ke toilet!" jawab Elena yang sudah berdiri. Kemudian langsung menarik tangan Ranti.
"Kenapa, El?" Ranti yang tidak tahu apa-apa sontak heran. Namun Elena tak menjawab dan hanya menyeretnya ikut.
Sambil berlari Elena tak lupa menutupi bagian bokongnya dengan sebuah buku tulis. Sebelum benar-benar keluar kelas dia juga menyempatkan diri untuk memberitahu Bu Agni. Gurunya itu tentu langsung mengizinkan. Sebagai perempuan dia mengerti kesulitan yang di alami Elena.
Setibanya di toilet, barulah Elena bisa melihat keadaan roknya. Dia meringiskan wajah saat darah sudah tembus ke roknya.
"Astaga, El. Tembusnya banyak banget," komentar Ranti.
"Belikan gue rok baru sama pembalut di koperasi ya, Ran. Itulah alasan gue ngajak lo ikut," ujar Elena.
"Ya sudah." Ranti bergegas pergi.
Elena sendirian di toilet. Setidaknya begitulah anggapan dia. Namun pupus sudah anggapan tersebut saat mendengar suara aneh dari salah satu bilik toilet.
Terdengar seperti ada dua orang berciuman. Elena menatap bilik itu lamat-lamat.
Pintu bilik yang ditatap Elena terbuka. Orang yang ada di sana ternyata adalah Vino dan seorang cewek bernama Ita. Cewek tersebut tampak gelagapan menperbaiki bajunya. Sementara Vino terlihat santai memperbaiki resleting celana.
"Gila lo ya!" timpal Elena sembari menggeleng tak percaya. Dia semakin tidak habis pikir dengan kelakuan nakal Vino. Sudah keluar kelas di jam pelajaran, ditambah dia malah sibuk bermesraan di toilet perempuan.
"Eh lo di sini, El." Vino baru menyadari kehadiran Elena setelah kedapatan di tegur. Tidak ada tampang takut sama sekali di wajah cowok itu. Vino justru tersenyum sumringah saat melihat Elena.
"Gue pergi duluan ya, Vin!" ujar Ita. Dia terlalu malu menatap ke arah Elena. Lagi pula Ita yakin Elena tidak akan membeberkan semuanya kepada guru. Mengingat Vino adalah sahabat karib cewek tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Nacita
gila, semua pelajaran d kasih guru private, apa sekalian aja s elena sekolah nya d rmh aja
2024-05-28
0
Kristina Sinambela
Thor apa nanti si elena kena bekas jg,sedih bgt
2023-01-20
1
Nunu
si vino mah bekasnya banyak .. kesihan si elena dong thor
2023-01-20
0