...༻✫༺...
"Enggak!" tegas Elena sembari melipat tangan di dada.
"Lo emang anak yang baik." Satu tangan Vino mengusap puncak kepala Elena. Dia memperlakukan cewek itu seperti anak kucing.
Elena melirik tajam. Dia segera menjauhkan tangan Vino dari kepalanya. Selang sekian menit, keduanya tiba di tempat tujuan.
"Gue pinjam jaket lo ya. Nanti gue kembalikan setelah dicuci," ujar Elena seraya keluar dari mobil.
"Nggak usah. Jaketnya buat lo aja," sahut Vino. Dia ikut keluar dari mobil. Berjalan mengekori Elena dari belakang. Cewek itu berhenti melangkah saat menyadari Vino mengikuti.
Elena berdecak kesal. "Ck! Kan gue udah bilang tunggu di luar," tukasnya.
"Gue juga mau beli sesuatu," balas Vino. Dia melewati Elena dan berjalan lebih dulu memasuki toko.
Elena terperangah. Dia tak bisa mencegah Vino lagi. Elena segera ikut masuk ke dalam toko.
Diam-diam Elena memilih pakaian yang ingin dibelinya dari Vino. Dia tentu tidak ingin cowok itu tahu.
Vino tampak sibuk melihat-lihat setelan olahraga. Elena memanfaatkan kelengahan cowok tersebut dengan baik.
Elena terlalu sibuk memilih. Sampai dia tidak sadar Vino sudah tidak terlihat. Dirinya baru menyadari ketidakhadiran Vino ketika sudah selesai memilih celana dallam.
"Mungkin dia ke toilet," duga Elena. Dia memutuskan untuk segera berganti pakaian. Gadis itu lebih memilih toilet dari pada ruang ganti.
Selesai mengurus dirinya sendiri, Elena keluar dari toko. Saat itulah dia melihat Vino menunggu sambil menyandar di kap mobil.
"Warna kesukaan lo pink ya?" celetuk Vino.
Mata Elena terbelalak. Dia berfirasat kalau Vino mengetahui warna celana dallam yang dirinya beli. Alhasil Elena tak menjawab. Ia memberi jawaban dengan melayangkan pukulan kepada Vino.
"Otak lo mesum banget! Lo pasti tadi diam-diam lihatin gue pas beli celana kan?!" geram Elena.
"Enak aja. Enggak kok!" Vino berusaha keras menghindari pukulan Elena. Lalu sigap memegangi kedua tangan gadis tersebut. "Gue nebak doang. Secara lo kan sering unggah foto di medsos pakai nuansa berwarna pink," jelasnya.
Elena terkesiap. Dia ternyata sudah salah sangka.
"Oh... Berarti celana dallam lo sekarang pink ya?" Vino lantas bisa menyimpulkan sendiri.
Wajah Elena memerah padam. Tebakan Vino benar-benar menohok. Itu karena tebakannya sama sekali tidak meleset. Elena memang mengenakan celana dallam berwarna pink sekarang.
"Ih! Lo nyebelin banget sumpah! Gue pulang pakai taksi aja!" Tingkat malu Elena sudah tak tertahan. Rasanya dia tak sanggup kembali ke sekolah bersama Vino. Cowok tersebut pasti tidak berhenti membual dengan warna celana dallamnya.
"Nggak boleh!" Vino menahan kepergian Elena. Dia menarik tangan cewek itu. Lalu memaksanya masuk ke mobil.
Wajah Elena cemberut. Ia berusaha keras memberontak. Tetapi kekuatan Vino tidak sebanding dengan dirinya. Alhasil Elena terpaksa harus kembali ke sekolah bersama Vino.
Perlahan Vino menjalankan mobil. Namun dia tidak mengarahkan mobilnya menuju jalan ke sekolah. Hal tersebut sontak membuat Elena heran.
"Loh, jalan ke sekolah kan bukan ini?" ucap Elena sambil celingak-celingukan.
"Emang bukan," jawab Vino berseringai.
Elena mendelik. Dia sadar dirinya tidak seharusnya mempercayai Vino begitu saja.
"Putar balik nggak?" ancam Elena. Mengacungkan jari telunjuknya ke depan wajah.
"Enggak." Vino menolak tegas. Dia justru melajukan mobil dalam kecepatan tinggi.
Elena kaget sampai tersentak. Dia reflek berpegangan ke benda terdekat.
"Lo gila! Turunin gue sekarang kalau nggak mau putar balik!" pekik Elena. Akan tetapi sama sekali tidak didengarkan oleh Vino.
Wush!
Mobil Vino melesat sangat laju. Bahkan mampu melewati detik-detik terakhir lampu hijau.
Vino memutar setir dengan lihai. Bak seorang pembalap yang sedang bertanding di jalanan.
Elena yang duduk di sebelah hanya bisa berteriak dan memejamkan mata. Vino berhenti ketika sudah sampai di tempat yang ingin didatanginya.
"Woho! Itu seru kan, El?" Vino berseru senang. Tergelak puas.
Elena memelototi Vino. Dia menjewer kuping cowok itu. "Seru apanya?! Itu namanya percobaan bunuh diri!" omelnya seraya mengeratkan gigi kesal.
"Tapi jantung lo berdebar kan?" tanggap Vino. Dia sama sekali tak terganggu dengan jeweran Elena. Vino mampu menahannya dengan baik.
"Ya iyalah!" dahi Elena berkerut dalam. Ia melepaskan tangan dari kuping Vino.
Atensi Elena tertuju ke arah depan. Sekarang dia dan Vino ada di depan taman bermain besar.
"Parah lo, Vin. Ngapain kita ke sini? Harusnya gue belajar pelajaran Pak Toni sekarang. Lo mending antar gue ke sekolah. Setelah itu, lo bisa balik lagi ke sini." Karena mengomel tidak sepenuhnya membuat pemikiran Vino berubah, kini Elena mencoba bicara baik-baik.
"Enak aja. Justru gue mau ke sini bareng lo kali," balas Vino. Dia mengambil plastik yang ada di kursi belakang. Isinya ternyata adalah baju yang sempat dibeli Vino saat di toko tadi. "Nih pakai!" suruhnya sembari melempar baju pada Elena.
"Vin, lo kalau mau melanggar aturan, lakukan aja sendiri. Gue nggak mau ikut!" tegas Elena.
"Plis, El. Gue sumpek banget sama pelajaran hari ini. Semuanya pelajaran menghitung. Gue pengen satu kali aja bisa lepas dari pelajaran hari ini," ungkap Vino seraya membuka kancing baju satu per satu.
Elena mendengus kasar. Dia memegangi kalungnya. Ayah dan ibunya pasti tahu kalau Elena sedang tidak di sekolah sekarang.
"Gue nggak bisa, Vin. Bokap sama nyokap gue pasti tahu gue ada di sini," ujar Elena.
Vino terkekeh. "Kalau lo nggak bilang, mereka nggak akan tahu," tanggapnya seraya melepas seragam putih.
"Lo nggak tahu kalau..." Elena tidak melanjutkan perkataannya saat melihat Vino bertelanjang dada. Seketika dia teringat dengan mimpinya tadi malam.
Elena langsung membuang muka. Dia mencoba mengontrol degub jantung yang mendadak berdetak kencang. Wajah Elena lagi-lagi memerah bak tomat matang. Ia menatap ke luar jendela dengan lagak kikuk.
Vino menatap Elena. Dia heran kenapa cewek itu tidak melanjutkan ucapannya. Senyuman miring mengembang di wajah Vino saat melihat Elena sedang membuang muka.
"Lo bukannya sering lihat gue nggak pakai baju? Kenapa tiba-tiba lo jadi salah tingkah gitu?" pungkas Vino.
"Apa? Salah tingkah? Kepedean lo!" Elena berhenti membuang muka. Lalu menatap Vino dengan berani.
"Emang lo salah tingkah." Vino memegangi wajah Elena. Hal itu membuat mata Elena langsung membola. Bukannya semakin tenang, detak jantungnya malah tambah sulit untuk dikontrol.
"Lihat. Wajah lo merah banget. Lo nggak mungkin kepedesan kan?" sambung Vino. Dia masih dalam keadaan bertelanjang dada.
Mata Elena mengedip dua kali. Ia membeku karena terpaku pada wajah tampan Vino yang semakin dekat dengan wajahnya.
Elena mengalami dilema. Dia tidak membantah kalau dirinya ingin kembali mencium Vino. Namun di sisi lain, Elena juga peduli dengan harga dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Kristina Sinambela
SDH vote and like',tak lupa 3× hadiahnya 😍😘
2023-01-23
2
Kristina Sinambela
ah Thor bumil minta up dong , pengen liat mereka melakukan kesalahan 😁😁😁
ih bumil nakal,LG puber 😂😂😂
2023-01-23
1
octa❤️
malu tapi mau kamu len...
2023-01-23
1