...༻✫༺...
Kini Elena dan Vino sudah ada di mobil. Keduanya dalam perjalanan untuk pulang.
"Bokap sama nyokap lo nggak bisa jemput? Biasanya kan mereka yang gantiin jemput kalau sopir lo nggak bisa," celetuk Vino.
"Enggak deh. Masalah makin ribet kalau nyokap sama bokap gue tahu. Ini aja gue bilang ke Pak Anton supaya nggak kasih tahu mereka," sahut Elena.
"Lo beruntung punya orang tua yang perhatian banget," komentar Vino.
"Beruntung apanya. Mereka itu overprotektif, tapi lebih mengutamakan pekerjaan. Kalau masalah ngurus gue, mereka tinggal gaji seseorang buat jagain gue. Termasuk melakukan les hampir seharian misalnya. Jadwal les gue selama satu minggu itu full banget tahu nggak!" ujar Elena yang terdengar seperti mengomel.
"Intinya lo lebih mending dibanding gue. Setidaknya lo dapat perhatian dari mereka," sahut Vino.
"Emang bokap sama nyokap lo nggak perhatian?" Elena menatap Vino dengan sudut matanya.
Vino terlihat memasang ekspresi serius. "Gue merasa kalau bokap sama nyokap gue sama-sama selingkuh," ungkapnya.
Pupil mata Elena membesar. Meskipun begitu dia tak mau langsung percaya. "Dari mana lo tahu? Mungkin itu cuman perasaan lo doang," tanggapnya.
"Gue harap begitu. Makanya gue sering melakukan hal gila biar lupa sama masalah gue. Sumpah! Gue selalu malas pulang ke rumah," keluh Vino.
"Terus habis ini lo nggak langsung pulang?" tanya Elena.
"Terpaksa pulang karena Andi sama Iyan lagi nggak pengen nongkrong di luar. Lo mau temenin gue nggak?"
"Kan gue sudah bilang kalau gue punya jadwal les banyak. Lagian kenapa nggak ngajak cewek-cewek lo aja?"
"Jalan sama sahabat dibanding mereka jelas beda lah!" Vino mendengus kasar. Dia menghentikan mobil ketika sudah tiba di rumah Elena.
"Nggak usah mampir ya," ujar Elena.
"Hah? Biasanya orang-orang itu tawarin mampir ke rumah, ini malah ngusir," balas Vino.
"Guru piano sama guru bahasa gue udah nangkring tuh," ujar Elena seraya membuka pintu mobil.
"Gila! Bisa ya les pakai antrian gitu," kata Vino. Dia baru tahu bagaimana keseharian Elena yang sibuk. Tidak heran cewek itu menjadi temannya yang paling sulit diajak ngumpul.
"Makanya. Guru-guru les gue itu kayak baby sitter yang ngurus gue pas bokap sama nyokap nggak ada di rumah." Elena terlihat sudah turun dari mobil.
"Capek gue lihat lo tahu nggak. Sekali-kali lo bolos aja buat penyegaran otak. Pantas bawaannya ngomel mulu di sekolah," komentar Vino.
"Terserah!" Elena menutup pintu mobil Vino. Ia segera melangkah memasuki rumah mewahnya.
Selepas makan siang, Elena langsung les piano. Jari-jemarinya menekan tuts piano dengan lihai. Ia memainkan musik Mozart yang berjudul Rondo Alla Turca sangat baik.
Terkadang Elena heran, kenapa dia terus disuruh les padahal dirinya sudah ahli. Elena juga seringkali merasa ada beberapa les yang tidak seharusnya dia ikuti. Termasuk les piano, les biola, dan les melukis.
Itulah yang membuat Elena sering beranggapan bahwa les-lesnya hanyalah akal-akalan kedua orang tuanya. Dia berpikir ayah dan ibunya melakukan itu karena sengaja ingin membuat Elena sibuk. Persis seperti orang tuanya juga. Bahkan waktu berkumpul dengan keluarga sangat minim. Mungkin hanya sekitar dalam tiga jam per hari. Dua jam saat malam dan satu jam saat sarapan di pagi hari.
Jadwal Elena memang sepadat itu. Tidak heran dia selalu meraih peringkat pertama di sekolah. Piala yang dia koleksi di rumah sudah memenuhi lemari besar. Itu didapatkan Elena semenjak berusia enam tahun.
Ayah Elena bernama Alan Almahendra. Sedangkan ibunya bernama Rika Widya Almahendra. Mereka bekerja dibidang yang berbeda. Alan bekerja sebagai kepala kepolisian provinsi. Sementara Rika adalah seorang jaksa pemerintahan.
Elena sendiri merupakan anak bungsu di rumah. Dia memiliki seorang kakak lelaki yang kebetulan sedang kuliah di Universitas Harvard. Sama seperti Elena, kakaknya yang bernama Rangga itu juga orang berprestasi.
Meski lelah dengan jadwal les yang padat, Elena selalu berusaha menikmati. Termasuk dengan permainan piano sekarang misalnya. Dia memainkan dengan serius sampai musik tiba di nada terakhir.
Guru les Elena langsung bertepuk tangan. Dia memberi PR untuk Elena. Yaitu membuat nada musiknya sendiri.
"Nanti minggu depan ditunggu ya," ujar guru les piano Elena.
"Oke." Elena mengangguk saja. Selepas les piano, dia langsung berhadapan dengan guru les bahasa yang telah menunggu.
Bahasa inggris, mandarin, dan perancis sudah dikuasai Elena. Kini dia mendapatkan pelajaran bahasa Spanyol. Elena tidak tahu harus berapa banyak bahasa yang dirinya akan pelajari.
'Mungkinkah bahasa alien juga?' Saking berlebihannya les yang dijalani, Elena sampai berpikir kesitu.
Hal paling parah yang dilakukan kedua orang tua Elena adalah keberadaan kamera pengawas. Mereka bahkan memasang CCTV di kamar Elena. Selain itu, mereka juga menyuruh Elena untuk selalu menggunakan kalung pelacak. Jadi kemana pun Elena pergi, mereka akan selalu mengawasi dari jauh. Itulah alasan Elena tidak bisa berkutik.
...***...
Vino baru tiba di rumah. Berbeda dengan Elena, hanya keheningan yang menyambut. Dia memiliki rumah seluas taman kota, tetapi penghuninya hanya dirinya dan beberapa pembantu.
Vino hanya disambut ketika mendatangi meja makan. Orang yang sering menyambut Vino hanya Bi Isma. Pembantu rumah tangga yang sudah bekerja di rumahnya sejak Vino masih kecil.
"Antarkan makanannya ke kamar aja!" perintah Vino.
"Iya, Tuan muda," sahut Bi Isma.
Vino segera masuk ke kamar. Lalu berganti pakaian. Dia rebahan sambil bermain game di ponsel.
Jika ditelisik, keluarga Vino adalah yang paling kaya dibanding orang tua Elena dan teman-temannya. Ayah Vino bekerja sebagai direktur utama perusahaan properti bangunan. Diketahui bahwa ayahnya Vino yang bernama Arya itu mempunyai gedung apartemen mewah dan komplek perumahan orang elit. Tidak heran tempat dimana Vino sekarang bersekolah adalah miliknya juga.
Ibunya Vino yang bernama Lina mempunyai pekerjaan tidak jauh dari sang suami. Yaitu sebagai arsitek. Ia memiliki perusahaan sendiri yang khusus mengatur rancangan suatu bangunan.
Dengan kesibukan masing-masing, tidak heran orang tuanya Vino jarang ada di rumah. Padahal Vino merupakan anak satu-satunya bagi mereka.
Tak lama kemudian, Bi Isma datang mengantar makanan ke kamar. Namun Vino tampak sudah tertidur pulas.
Bi Isma menghela nafas. Dia tidak tega membangunkan Vino. Kemudian meletakkan makanan ke atas nakas.
Ketika waktu menunjukkan jam delapan malam, Vino terbangun. Dia mendengar suara dua orang yang berbincang di luar.
Vino bergegas keluar dari kamar. Dia mengira kedua orang tuanya telah datang. Tetapi kenyataan tak begitu. Vino justru melihat ibunya berbincang mesra dengan seorang pria.
Wajah Vino seketika berubah cemberut. Dia kembali ke kamar dengan bantingan pintu.
"Aaarghhh!!! Setan!" umpat Vino sambil mencengkeram kepala dengan dua tangan. Dia sangat frustasi.
Bagaimana tidak? Tiga hari lalu Vino juga melihat ibunya menggandeng seorang pria yang sama saat di mall. Dia tambah frustasi ketika mengingat pernah memergoki ayahnya berciuman dengan seorang wanita muda di dalam mobil. Andi dan Iyan bahkan juga melihat hal tersebut. Kala itu memang Vino kebetulan nongkrong di mall bersama mereka. Sekarang Vino tak bisa menampik bahwa orang tuanya sama-sama selingkuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Nacita
pantes kelakuan vino minus, anak broken home, ortunyapada sengklek 😌
2024-05-28
0
Nur Mutmainna Patta
korban broken home,,, 😌
2023-05-12
0
Barra
lanjut thor
2023-01-15
0