...༻✫༺...
Vino tak bisa membantah kalau dirinya terpaku menatap bibir tipis Elena. Keinginan untuk mencium cewek itu tentu terlintas dalam benak. Namun Vino memutuskan tidak melakukannya. Mengingat dia sudah berjanji tidak akan melakukannya lagi.
Alhasil Vino melepas wajah Elena. "Cepat ganti seragam lo!" suruhnya sembari menepuk pipi Elena. Lalu bergegas mengenakan baju.
Elena mendengus lega. Dia menenggak salivanya sendiri agar bisa tenang. Elena hanya memandangi baju yang diberikan Vino untuknya.
"Dipakai dong! Malah bengong," desak Vino.
Elena tidak menjawab. Ia lagi-lagi memegangi kalungnya. Mengingat tentang pengawasan dari orang tua.
"Gue benar-benar nggak bisa. Gue harus kembali ke sekolah." Elena tetap pada pendiriannya. Sebagai orang yang tidak terbiasa melanggar aturan, dia tentu merasa tidak nyaman jika nekat melakukannya.
Vino mendengus. Dia tidak menyangka, mengajak Elena untuk bersenang-senang akan sesulit ini.
"Oke, gue akan tanggung jawab!" cetus Vino.
"Maksudnya?" Elena menuntut jawaban.
"Kalau lo dimarahi sama bokap dan nyokap lo, gue akan tanggung jawab. Gimana?" jelas Vino.
"Bukan itu masalahnya," ucap Elena. Dia memperlihatkan kalung yang melingkar di lehernya. "Lo lihat kalung ini kan? Ini adalah pelacak. Jadi kemana pun gue pergi, bokap sama nyokap gue pasti tahu," terangnya.
"Anjir! Bokap sama nyokap lo sudah kayak psikopat aja," komentar Vino. Merasa tak percaya. Memberikan alat pelacak kepada seorang anak tentu bukanlah hal wajar.
"Mereka melakukan ini karena sayang sama gue," kata Elena.
"Gue semakin nyesek lihat lo, El. Kalau begini, niat gue pengen ngajak lo senang-senang tambah kuat tahu nggak." Vino mengerahkan seluruh atensinya pada Elena. Dia sangat prihatin mendengar bagaimana kekangan orang tua Elena yang berlebihan.
"Jangan gila deh, Vin." Elena menatap malas Vino.
"Cepat ganti baju lo! Gue akan tunggu di luar. Pokoknya lo tenang aja, gue akan tanggung jawab kalau lo kena marah bokap sama nyokap lo!" imbuh Vino seraya keluar dari mobil. Memberikan Elena privasi untuk berganti pakaian.
Elena kembali terdiam. Dia tentu sangat ingin bersenang-senang. Terlebih dirinya sudah lama tidak pergi ke taman bermain. Seingat Elena, terakhir dia pergi ke sana saat masih berusia delapan tahun.
"Nggak apa-apa sekali-sekali. Lagian Vino sudah janji akan tanggung jawab. Awas aja kalau dia bohong," gumam Elena. Dia segera mengganti seragamnya dengan kaos biasa.
Usai berganti pakaian, Elena menghampiri Vino. Cowok itu tersenyum lebar menyaksikan Elena sudah berganti pakaian.
"Gue punya syarat sebelum kita masuk ke wilayah taman bermain," cetus Vino.
"Basa-basi banget sih lo." Elena memutar bola mata jengah.
"Pokoknya saat lo melangkah melewati gerbang taman bermain, lupain segala hal tentang sekolah, pelajaran, dan orang tua. Oke?" Vino bicara dengan serius.
Elena tersenyum singkat dan berucap, "Iya deh... Puas lo?"
Vino dan Elena berjalan berbarengan memasuki area taman bermain. Dalam sekejap pikiran Elena langsung teralih dengan pemandangan berbagai wahana di sana.
"Lihat! Bianglalanya gede banget. Kita naik itu dulu yuk," seru Elena antusias.
Namun Vino menggeleng. Dia merangkul pundak Elena dan menyeret cewek itu menjauh dari bianglala. "Itu wahana cupu, El! Gue punya ide lebih baik," ujarnya.
Vino ternyata mengajak Elena untuk menaiki roller coaster. Melihat wahana tersebut, kaki Elena berhenti melangkah. Dia meragu karena tidak pernah sekali pun menaiki wahana itu.
"Lo takut?" tanya Vino dengan kening yang mengernyit samar.
"Bukan gitu. Gue nggak pernah coba naik ini," jawab Elena.
"Itu bagus dong. Lo nggak bakalan tahu kalau nggak mencoba." Vino menarik tangan Elena. Keduanya ikut bergabung ke barisan antrian orang-orang yang ingin naik roller coaster.
Setelah mengantri, Vino dan Elena akhirnya menemukan tempat duduk di kereta roller coaster. Mereka duduk bersebelahan.
"Lo pasti sering ke sini," tebak Elena. Berusaha bersikap tenang.
"Enggak juga. Ini yang ketiga kalinya setelah lima tahun lalu," tanggap Vino.
"Alah! Bohong lo. Gue yakin lo sering ke sini bareng pacar-pacar lo." Elena tak mau percaya.
"Ampun deh, El. Berapa kali gue harus bilang. Mereka itu bukan pacar. Gue ini sampai sekarang nggak punya pacar!" bantah Vino.
"Bacot!" Elena tetap tidak percaya.
"Terserah!" balas Vino yang sudah lelah meyakinkan. Bersamaan dengan itu, roller coaster mulai berjalan.
Elena berpegang erat pada sabuk pengamannya. Dia menelan ludahnya sendiri berulang kali.
Sementara Vino, dia terlihat tidak berhenti tersenyum. Cowok tersebut sudah tidak sabar untuk memacu adrenalinnya.
Roller coaster memang awalnya berjalan lambat. Tetapi saat wahana itu menjatuhkan diri, maka suara teriakan langsung terdengar dari mulut penumpangnya. Termasuk Elena. Dia reflek berteriak sangat nyaring.
Berbeda dengan Vino yang justru kegirangan. Dia sesekali tertawa karena begitulah dirinya melampiaskan ketakutan.
Elena yang awalnya kaget, mulai terbiasa dengan pergerakan roller coaster. Dia akhirnya tertawa bersama Vino.
"Sumpah ini seru banget, Vin!" ungkap Elena lantang.
"Kan gue sudah bilang!" sahutan Vino tidak kalah nyaring.
Roller coaster berhenti setelah melakukan tiga kali putaran. Elena dan Vino turun bersama. Secara alami, keduanya berpegangan tangan. Mereka sesekali saling berangkulan saat berjalan bersama.
Vino dan Elena memutuskan mencoba menaiki semua wahana. Kala itu, Elena benar-benar melupakan segalanya. Dia terbuai untuk terus bersenang-senang bersama Vino. Apalagi cowok itu tidak berhenti membual dan membuatnya tertawa. Elena merasa melihat sisi berbeda dari seorang Vino.
Kini Elena dan Vino berada di wahana rumah hantu. Keduanya sama-sama berani. Bukannya takut, mereka justru cekikikan saat dikagetkan oleh hantu yang ada di sana.
Ketika dekat dengan pintu keluar, Elena dan Vino berlari. Mereka terpaksa melakukan itu karena ada hantu yang tiba-tiba mengejar. Keduanya merasa lega saat sudah melewati pintu bertuliskan exit.
Sekarang hanya deru nafas yang tersisa. Vino dan Elena sedang mengatur nafas masing-masing. Mereka menyandar ke dinding. Mencoba menenangkan jantung serta paru-paru akibat kelelahan berlari.
Elena menatap Vino. Begitu pun sebaliknya. Mereka bertukar pandang sambil masih tersengal-sengal. Keduanya bertukar tatapan tidak biasa. Mengingat betapa menyenangkannya hari itu, Vino dan Elena merasa terbawa suasana.
Perlahan Vino mendekat ke hadapan Elena. Keduanya masih belum memutuskan pertukaran tatapan.
"Jujur, El. Gue nggak pernah se-happy ini sama cewek." Vino kian mendekat.
"Jangan mendekat," ucap Elena. Meski berucap begitu, dia tetap diam. Elena bahkan tidak bergerak mundur atau menahan pergerakan Vino. Seolah tubuhnya tidak senada dengan ucapannya.
Vino yang berandal, tak mendengarkan. Dia berakhir memagut bibir Elena. Seketika desiran tak biasa dirasakan cewek tersebut. Ia merasakan sesuatu yang menggelitik di perutnya lagi. Elena tak kuasa menolak ciuman Vino. Kali ini mereka benar-benar berciuman. Bukan karena permainan dan atas keinginan keduanya sendiri.
Vino sudah tak peduli dengan janjinya. Ia tak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh Elena lagi. Dirinya benar-benar merasa berbeda saat bersama gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Nunu
uhuy udah mulai timbul benih" cinta nih ... semangat terus Thor .. aku selalu nunggu update terbaru 😀😀
2023-01-24
2
Kristina Sinambela
mksh Thor,GK sabar hari esok,udh ksy tips hadiah 4× kena udh baik sama bumil 😍😁
2023-01-23
1
Junifa
semakin berani elena ya😄
2023-01-23
2