...༻✫༺...
Vino mengangguk malas untuk menanggapi perkataan Ita. Lalu membiarkan cewek itu pergi.
Sementara Elena menyandar ke depan wastafel. Dia berusaha keras menutupi roknya yang kena darah menstruasi. Elena tentu malu jika hal tersebut dilihat oleh Vino. Ia terus memegangi bagian perut karena merasa sedikit nyeri.
"Lo sakit, El? Muka lo pucat banget." Vino berjalan mendekat.
"Jangan dekat-dekat!" tegas Elena sembari mengarahkan satu tangan ke arah Vino.
Vino terkekeh geli. "Kenapa? Lo kayaknya masih baper sama yang kemarin ya?" tukasnya.
"Idih! Enak aja. Yang jelas masalahnya bukan itu! Lo mending keluar. Kalau enggak, gue lapor ke Bu Nita lo," ancam Elena. Bu Nita sendiri merupakan guru BK di sekolah.
"Lapor aja. Gue nggak takut." Vino mengedikkan bahu tak acuh.
"Cepat keluar gih! Kepo banget." Gigi Elena menggertak kesal. Dia terpaksa menghampiri dan mendorong Vino ke arah pintu keluar. Akan tetapi cowok itu justru memegang tangan Elena.
"Gue emang kepo. Lo kenapa sih?" Vino menuntut jawaban.
"Ini masalah cewek! Lo nggak akan ngerti," sahut Elena. Bersamaan dengan itu, dia meringiskan wajah. Terlihat di kakinya ada darah yang mengalir.
Vino membulatkan mata. Dia bergegas mengambilkan tisu dan mengelap darah Elena sebelum menyentuh kaos kaki.
"Biar gue aja!" Elena tak terima. Dia merebut tisu yang dipegang Vino. Kemudian mendorong cowok tersebut dengan kasar. Elena segera mengelap darahnya sendiri.
"Lo mens?" tanya Vino.
"Kan gue udah bilang ini masalah cewek. Lo nggak bakalan ngerti! Mending lo pergi sana!" balas Elena dengan dahi yang berkerut dalam.
"Mau gue beliin apa namanya itu..." Vino menggaruk kepala. Dia mencoba mengingat benda yang biasanya dipakai oleh wanita saat datang bulan. Apalagi kalau bukan pembalut. Namun Vino benar-benar tidak bisa mengingat nama benda tersebut.
"Oh iya. Popok! Mau gue beliin?" ujar Vino yang sudah berusaha keras mengingat. Wajar, dia seorang cowok. Tentu jarang berhubungan dengan yang namanya pembalut.
"Popok? Emangnya lo pikir gue balita? Hal terbaik yang harus lo lakukan sekarang itu pergi! Kalau perlu hilang aja dari peradaban!" omel Elena.
"Yakin pengen gue menghilang? Entar kangen lagi." Vino tergelak kecil. Dia memang senang membual dengan Elena. Entah kenapa itu seperti kebiasaan baginya. Menggoda Elena memang seperti candu.
"Huek!" Elena berlagak ingin muntah. Ia jelas menampik keras pernyataan Vino.
Pintu mendadak terbuka. Membuat Vino dan Elena kaget bersamaan. Tetapi mereka lega ketika melihat orang yang muncul adalah Ranti. Cewek itu membawakan pembalut dan rok baru untuk Elena.
Atensi Ranti langsung tertuju ke arah Vino. Ia tentu heran menyaksikan cowok tersebut ada di toilet perempuan.
"Lo ngapain di sini?" tanya Ranti seraya menyodorkan rok dan pembalut untuk Elena.
"Biasalah. Dia mainin burungnya sama cewek." Elena menjawabkan pertanyaan Ranti.
"Oh..." Ranti hanya memberikan reaksi begitu. Dari lubuk hatinya terkadang dia berharap bisa menjadi korban Vino. Namun itu sangat sulit dilakukan karena dirinya terlanjur berpacaran dengan Andi. Terlebih Vino selalu berkata bahwa dia tidak akan pernah mendekati kekasih temannya sendiri.
Elena hendak masuk ke bilik toilet. Namun langkahnya terhenti saat teringat perihal celana dallamnya. Karena jika membeli rok baru, maka otomatis dia juga harus membeli celana dallam baru.
"Anjir!" umpat Elena.
"Kenapa?" tanya Ranti.
Vino yang hampir pergi, sontak berhenti berjalan. Dia menoleh ke arah Elena. Penasaran kenapa cewek itu mendadak berhenti.
"Di koperasi nggak ada jual celana dallam ya?" tanya Elena.
"Ah, benar!" Ranti menepuk jidatnya sendiri. Dia tadi sebenarnya ingin mengatakan kalau di koperasi sekolah tidak ada celana dallam. Namun tidak terucap karena terpaku dengan keberadaan Vino. "Gue lupa kasih tahu lo. Mending lo pulang aja deh. Nanti gue yang minta izin sama guru," sambungnya.
"Enggak. Gue nggak mau pulang cuman masalah begini. Gue beli aja di tempat dekat sini," ujar Elena. Sebagai murid yang rajin belajar, dia enggan melewatkan jam pelajaran hanya karena hal sepele.
"Ya sudah. Gue minta izin dulu ya. Nanti gue temenin lo," sahut Ranti.
"Biar gua aja yang temenin. Lagian tokonya agak jauh dari sini," tawar Vino.
"Nggak usah, Vin. Biar gue aja. Kami bisa jalan kaki ke depan. Terus naik angkot," tanggap Ranti.
"Gila! Itu kan lama. Pas kalian datang orang-orang di sekolah ini sudah pada pulang. Kalau begitu, mending Elena pulang ke rumah aja sekalian," ucap Vino.
Elena sejak tadi terdiam. Dia sebenarnya malu jika pergi bersama Vino. Namun setelah dipikir-pikir pendapat Vino ada benarnya. Ia memang akan mendapatkan waktu lebih cepat bila menaiki mobil cowok itu.
"Vino benar, Ran. Gue sama dia aja deh. Lo izinin kami ke guru ya," imbuh Elena. Dia terpaksa setuju dengan usulan Vino. Elena tak mau mengulur waktu.
Ranti mengangguk. Keputusan Elena tentu membuatnya gelisah. Dia merasa aneh terhadap perlakuan Vino kepada Elena akhir-akhir ini. Apalagi setelah melihat insiden ciuman yang dilakukan keduanya.
Dengan wajah cemberut, Ranti melangkah menuju ruang guru. Dia merasa sangat jengkel.
"Elena nggak tahu diri banget. Padahal gue yang bawa dia masuk ke dalam lingkaran pertemanannya Vino!" gerutu Ranti.
Di toilet, Vino dan Elena hanya berduaan. Elena berada di bilik toilet karena harus berganti rok. Mengingat dia akan berjalan keluar dari toilet.
Setelah selesai mengganti rok dan mengenakan pembalut, Elena pergi bersama Vino ke parkiran. Setibanya di mobil Vino, Elena enggan masuk. Dia takut darahnya mengotori kursi mobil cowok itu.
Vino yang bisa memahami keraguan Elena, langsung melemparkan jaketnya. "Ikat itu di pinggang lo. Jaketnya tebal kok," sarannya yang telah duduk di depan setir.
Elena melakukan apa yang disuruh Vino. Dia malas sekali hanya sekedar mengucapkan terima kasih kepada cowok tersebut.
"Cepat jalan!" imbuh Elena ketika sudah duduk di sebelah Vino.
"Sombong banget lo. Sudah dibantuin juga. Ini nggak gratis ya," cetus Vino.
Elena memutar bola mata jengah. "Gue agak malu sekaligus malas berdebat sama lo sekarang," tanggapnya.
"Malu? Santai aja kali. Gue kan teman lo juga," tanggap Vino.
"Tapi kan lo cowok!"
"Emang kenapa?"
"Malu lah!" Elena memutar bola mata sebal.
"Lo tenang aja. Gue akan rahasiakan warna celana dallam yang lo beli hari ini," jawab Vini.
Elena yang mendengar, langsung memukul kepala Vino. "Lo tunggu di luar toko aja!" geramnya. Vino lantas tertawa puas.
"Sebentar lagi bakalan ada pemilihan ketos kan? Lo jadi ikut?" celetuk Vino. Memulai pembicaraan kembali. Setahunya Elena pernah cerita bahwa dirinya berminat ingin menjadi ketua osis.
"Gue nggak tahu. Soalnya jadwal les gue nambah," sahut Elena.
"Apa?! Lo belajar apa lagi? Sudah pintar begitu juga. Bokap sama nyokap lo nggak puas apa?" komentar Vino.
"Begitulah mereka. Gue cuman bisa nurut," ungkap Elena sambil mendengus kasar.
"Lo pernah melanggar aturan mereka nggak?" Vino kembali bertanya.
Elena menggeleng. "Enggak pernah sekali pun. Karena itulah hidup gue terasa baik-baik aja," terangnya.
Vino berdecak remah. "Baik-baik aja? Lo emang terlihat baik-baik aja, El. Tapi sebagai orang yang mengenal lo, gue tahu lo nggak baik-baik aja," balasnya.
"Lo nggak usah bikin gue goyah. Gue nggak masalah jalanin hidup begini kok!" Elena membantah.
"Emang lo nggak penasaran, sama apa yang terjadi kalau lo melanggar aturan orang tua?" Vino menyeringai. Dia yakin Elena memiliki rasa penasaran jika hal tersebut terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Kristina Sinambela
udh 3 x kuksh hadih tor, semangat
biar ku ksh LG 😍😘
2023-01-22
3
Kristina Sinambela
waduhhh 😁
2023-01-22
0