Adrian menceritakan apa yang terjadi dengan Mia kepada Ibu Ecin.
“Astagfirullahaladzim,” ucap Ibu Ecin setelah mendengar cerita Adrian.
“Bagaimana dengan Mia sekarang?” tanya Ibu Ecin.
“Dia mengalami shock. Dia harus diterapi,” jawab Adrian.
“Saya akan membuat pelakunya membusuk di penjara!” kata Adrian. Ia sungguh-sungguh dengan perkataannya. Ia tidak akan memberikan ampun kepada pelakunya.
“Saya percaya Tuan memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu,” kata Ibu Ecin.
“Apa saya boleh memberitahukan kepada neneknya?” tanya Ibu Ecin.
“Tentu saja boleh. Saya berharap nenek Mia mau datang ke sini untuk menemaninya. Barangkali jika ditemani neneknya kondisi MIa bisa cepat puluh kembali,” jawab Adrian.
“Baiklah, Tuan. Akan saya beritahu kepada nenek Mia,” kata Ibu Ecin.
“Nanti saya akan suruh supir untuk menjemput nenek dan pembantu,” kata Adrian.
“Tapi jangan jemput besok. Karena saya harus mencari pembantu dulu,” ujar Ibu Ecin.
“Baiklah, telepon saya kalau Bu Ecin sudah siap,” kata Adrian.
“Assalamualaikum,” ucap Adrian.
“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Ecin.
Adrian mengakhiri pembicaraannya dengan Ibu Ecin kemudian Ia menelepon Ryan.
“Ryan, tolong carikan suster untuk menjaga dan mengurus Mia. Secepatnya, ya!” kata Adrian.
“Baik, Pak,” jawab Ryan.
Adrian mengakhiri pembicaraannya.
Adrian masuk ke dalam ruang instalasi gawat darurat untuk melihat Mia. Adrian berjalan mendekati berangkar tempat Mia. Mia sedang tertidur.
“Mia,” panggi Adrian dengan suara pelan.
Mia membuka matanya dan menoleh ke Adrian.
“Tuan,” ujar Mia dengan suara yang lemah
Adrian tersenyum, Mia tidak menolak kedatangannya.
“Kamu tidak usah takut, saya selalu ada untuk menemanimu,” kata Adrian. Mia tersenyum melihat Adrian.
“Saya belum sholat ashar,” ujar Mia.
“Hah? Sholat?” tanya Adrian bingung.
“Saya mau sholat tapi telapak kaki saya tidak tertutup,” kata Mia.
Adrian melihat ke kaki Mia. Gamis Mia hanya menutupi sampai mata kaki, telapak kakinya tidak tertutup.
Ditutup pakai apa? Masa harus pakai kaos kaki gue? tanya Adrian di dalam hati.
Ia teringat ia memiliki sapu tangan yang masih bersih dan belum ia gunakan sama sekali. Adrian merogoh saku celana. Ia megeluarkan sapu tangan dari dalam saku celana. Ia membuka lipatan sapu tangannya. Sapu tangannya terlihat cukup lebar.
“Pakai ini muat, nggak?” tanya Adrian sambil memperlihatkan sapu tangannya.
“Jangan, nanti kotor karena untuk menutupi kaki saya,” jawab Mia.
Adrian melihat kaki Mia, kaki Mia nampak bersih.
“Kaki kamu bersih tidak kotor. Lebih baik ditutup pakai sapu tangan daripada harus memakai kaos kaki saya,” kata Adrian.
Adrian menaruh sapu tangan miliknya di atas kaki Mia.
“Tuh, kan pas. Kaki kamu tidak terlihat,” kata Adrian sambil memandangi kaki Mia.
Mia bangun dari berangkar.
“Eh, kamu mau ngapain?” tanya Adrian ketika melihat Mia hendak turun dari tempat tidur.
“Saya mau ke kamar mandi untuk wudhu,” jawab Mia.
“Sebentar! Saya ambilkan sesuatu,” kata Adrian. Adrian pergi dari tempat itu. Tak lama kemudian ia datang sambil membawa kursi roda.
“Saya antar kamu ke kamar mandi dengan menggunakan kursi roda,” kata Adrian.
Mia berusaha turun dari berangkar.
“Bisa turun, nggak?” tanya Adrian.
“Bisa,” jawab Mia.
“Tunggu sebentar. Jangan turun dulu!” kata Adrian.
Adrian membalikkan badannya, ia memunggungi Mia.
“Kamu pegangan ke bahu saya,” kata Adrian.
Mulanya Mia ragu untuk memegang bahu Adrian. Ketika ia melihat berangkar cukup tinggi terpaksa ia berpegangan pada bahu Adrian. Adrian merasakan Mia memegang bahunya
“Hati-hati turunnya! Nanti jatuh,” kata Adrian.
Mia perlahan turun dari tangga berangkar. Akhirnya ia bisa turun dari berangkar. Adrian membalikkan badannya kembali. Mia duduk di atas kursi roda kemudian Adrian mendorong Mia menuju ke kamar mandi. Mia turun dari kursi roda ia masuk ke dalam kamar mandi.
Tidak lama kemudian Mia kelaur dari kamar mandi. Terlihat wajahnya basah seperti selesai wudhu.
“Jalan saja, Tuan. Saya sudah kuat berjalan sendiri,” kata Mia.
“Pakai kursi roda saja! Kamu jangan jalan dulu. Kamu masih lemas,” kata Adrian. Akhirnya Mia duduk di kursi roda. Adrian mendorong Mia kembali ke berangkar.
“Kamu mau sholat di berangkar atau di kursi roda?” tanya Adrian.
“Di kursi roda saja,” jawab Mia.
“Sebentar saya tanyakan dulu arah kiblatnya,” kata Adrian.
Adrian berjalan menuju ke meja suster jaga untuk menanyakan arah kiblat. Setelah menanyakan arah kiblat Adrian kembali. Ia mengarahkan kursi roda ke arah kiblat lalu ia memberikan sapu tangannya kepada Mia.
“Ikat kaki kedua kakimu dengan sapu tangan!” kata Adrian. Mia mengikat kedua pergelangan kaki dengan menggunakan sapu tangan. Sekarang kaki Mia sudah tertutup.
“Kamu sudah bisa sholat,” kata Adrian.
“Terima kasih, Tuan. Saya jadi merepotkan Tuan,” ucap Mia.
“Sama-sama, Mia,” jawab Adrian sambil tersenyum.
“Tuan tidak sholat?’ tanya Mia.
Adrian kaget ditanya oleh Mia. Entah sudah berapa lama ia tidak pernah sholat. Setahun atau dua atau tiga tahun? Adrian sendiri sudah lupa. Bahkan ia sudah lupa kapan terakhir ia sholat. Yang jelas ia sudah lama tidak sholat. Ia malu mengatakan ia sudah lama tidak pernah sholat.
‘Nanti saya sholat di rumah. Kamu sholat dulu saja,” jawab Adrian.
Mia pun mulai sholat.
Adrian menunggunya di tepi berangkar. Dokter datang menghampiri Adrian.
“Mia sudah boleh pulang,” kata dokter.
“Ini hasil visum Mia.” Dokter memberikan hasil visum kepada Adrian.
"Ini alamat psikolog. " Dokter memberikan secantik kertas kepada Adrian.
“Dan ini resep obat yang harus diminum Mia.” Dokter memberikan resep obat kepada Adrian. Adrian membaca resep obat tersebut, sepertinya Adrian mengenali salah satu obat tersebut.
“Ini obat apa, Dok?” Adrian pura-pura tidak tahu.
“Itu obat penenang, vitamin serta salep untuk memar di pipinya dan lengannya,” jawab dokter.
“Apa begitu parah kondisinya sehingga dia harus minum obat penenang?” tanya Adrian.
“Kondisi Mia tidak terlalu parah. Saya resepkan obat penenang dosis rendah. Sekarangpun ia pun dalam pengaruh obat penenang. Saya takut kalau dia tiba-tiba histeris jika mengingat kejadian tersebut. Jauhkan dia dari tempat kejadian!” jawab dokter.
“Kuncinya rajin terapi serta dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat. Oke!” kata dokter.
“Baik, Dok. Terima kasih,” ucap Adrian. Dokter pergi meninggalkan tempat tersebut.
Mia sudah selesai sholat ashar. Adrian menghampiri Mia.
“Kamu sudah boleh pulang. Kamu tunggu di sini. Saya mau bayar rumah sakit dulu,” kata Adrian.
“Saya sudah banyak merepotkan Tuan. Nanti potong saja gaji saya untuk membayar biaya rumah sakit,” ujar Mia.
“Tidak usah kamu pikirkan. Itu semua menjadi tanggung jawab saya. Yang terpenting adalah kamu bisa pulih kembali,” kata Adrian.
“Saya tinggal sebentar. Ada suster yang menjaga kamu,” kata Adrian. Mia mengangguk tanda mengerti.
Adrian menghampiri suster jaga.
“Sus, saya titip pembantu saya. Saya mau membayar rumah sakit dan menebus obat,” kata Adrian kepada suster jaga.
“Baik, Pak,” jawab suster.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Sri Puryani
adria bos yg baik
2025-03-22
0
Husna Hanna
majikan idaman
2024-09-12
1
Yani
Ternyata Adrian baik juga
2024-01-08
1