Adrian sedang duduk di meja kerjanya. Ia nampak sedang sibuk dengan dokumennya.
Mia menaruh rantang di atas meja sofa. Mia mengambil piring, sendok dan gelas dari dalam pantry lalu ia letakkan dia atas meja. Ia membuka rantang lalu di tata di atas meja. Akhirnya makan siang untuk Adrian sudah siap tersaji.
“Tuan, makan siangnya sudah siap,” kata Mia.
Adrian meletakkan dokumennya lalu beranjak menunju ke sofa. Adrian memperhatikan makanan yang tersaji di atas meja.
“Ini masakanmu?” tanya Adrian.
“Iya, Tuan,” jawab Mia.
Adrian mencicipi makanan itu satu persatu. Ia tidak komentar apapun. Adrian menuangkan nasi dan lauk pauk ke dalam piring, kemudian ia mulai makan.
Selama Adrian makan Mia hanya duduk di kursi lipat di pojok ruangan. Ia menunggu tuannya makan sambil berzikir di dalam hati. Jari tangannya bergerak menghitung ruas jari.
Adrian memperhatikan Mia. Gadis itu lain daripada yang lain. Ia diberi ponsel oleh Adrian tapi tidak dipakai, Mia memakai seperlunya saja. Ia melihat Mia seperti sedang menghitung ruas jari.
“Ponsel kamu mana?” tanya Adrian sambil mengunyah makanan.
“Ada, Tuan,” jawab Mia.
“Mana?” tanya Adrian.
Mia membuka sling bag miliknya lalu mengeluarkan ponsel dari dalam tas.
“Ini, Tuan.” Mia memperlihatkan ponselnya kepada Adrian.
“Bisa pakainya, nggak?’” tanya Adrian sambil menuangkan tumis sayuran ke dalam piring.
“Bisa, Tuan. Ibu Ecin sudah mengajari saya cara memakainya,” jawab Mia.
“Bagus! Berarti kalau saya telepon kamu langsung dijawab. Jangan didiamkan saja!” kata Adrian.
“Iya, Tuan,” jawab Mia.
“Nomor ponsel kamu berapa?” tanya Adrian.
“Berapa, ya?” Mia kebingungan. Ia tidak ingat dengan nomor ponselnya, sehingga harus melihat dari bungkus sim card.
“Saya tidak ingat. Bungkus kartunya ada di rumah,” jawab Rindu.
Adrian menghela nafas.
“Sini ponsel kamu!” kata Adrian.
Mia memberikan ponselnya kepada Adrian. Adrian menelepon ke ponselnya melalui ponsel Mia. Terdengar suara panggilan masuk dari ponsel Adrian. Adrian menyimpan nomor ponsel yang masuk di ponselnya. Kemudian ia mengetik sesuatu di ponsel Mia.
“Nih! Saya sudah simpan nomor ponsel saya di ponsel kamu. Awas kalau saya telepon tidak kamu jawab, saya ambil lagi ponselnya!” kata Adrian.
“Baik, Tuan,” jawab Mia.
Adrian sudah selesai makan, Mia membawa piring ke dapur untuk dicuci. Setelah mencuci piring ia menyusun kembali rantang-rantang lalu ia pamit pulang kepada Adrian.
“Tuan, saya pamit pulang,” kata Mia.
“Sudah pesan taksi?” tanya Adrian.
“Belum, Tuan. Nanti saja, saya mau sholat dulu di mushola,” jawab Mia.
“Ya sudah. Tapi kalau sudah selesai sholat langsung pulang. Jangan kemana-mana!” kata Adrian.
“Iya, Tuan,” jawab Mia.
Mia membawa rantang.
“Saya permisi dulu, Tuan. Assalamualaikum,” ucap Mia.
“Waalaikumsalam,” jawab Adrian.
Mia keluar dari ruangan Adrian.
***
Tak terasa sudah sepuluh hari Mia bekerja di rumah Adrian. Sekarang Mia sudah lancar bekerja, sudah bisa dilepas oleh Ibu Ecin. Sudah saatnya Ibu Ecin pulang ke Sumedang. Ibu Ecin dijemput oleh Mulyana.
“Titip emak, ya Bu,” kata Mia,”kalau ada apa-apa dengan emak, kasih tau Mia.”
“Iya. Kamu tenang saja. Ibu yang akan menjaga nenekmu,” jawab Ibu Ecin.
“Kamu jaga diri baik-baik. Jangan lupa kunci pintu kamar kalau mau tidur!” kata Ibu Ecin.
“Iya, Bu,” jawab Mia.
Mia mengantar Ibu Ecin sampai ke mobil.
“Ibu pulang dulu. Assalamualaikum,” ucap Ibu Ecin sebelum masuk ke dalam mobil.
“Waalaikumsalam,” jawab Mia.
Mobil Mulyana meluncur meninggalkan rumah Adrian. Mia kembali masuk ke dalam rumah karena ia harus bersiap-siap untuk mengantarkan makanan ke kantor Adrian.
Mia jalan tergesah-gesah menuju ke liff. Ia telat berangkat ke kantor Adrian karena kesulitan mendapatkan taksi online. Mia menekan tombol naik namun pintu liff tidak langsung terbuka. Sepertinya liff mulai penuh karena saat ini sudah jam makan siang. Seorang pria berdiri di sebelah Mia. Pria itu berpakaian sangat rapih seperti pakaian Adrian. Menggunakan suit, dasi, jam tangan mahal, sepatu bermerek yang harganya selangit. Parfum maskulin yang baunya lembut tapi menggoda para wanita yang berada di dekatnya. Sepertinya pria itu sama seperti Adrian seorang CEO perusahaan.
Pintu liff pun terbuka, liff penuh oleh para karyawan yang hendak makan siang. Mereka semua keluar dari liff. Setelah liff kosong Mia masuk ke dalam liff. Pria itu juga masuk ke dalam liff. Mia menekan tombol lantai dua puluh. Pria itu menekan tombol tiga puluh. Liff pun bergerak ke atas. Selama di dalam liff Mia berdoa agar ia tidak dimarahi oleh Adrian karena terlambat mengantarkan makanan. Hingga akhirnya liff berhenti di lantai dua puluh. Pintu liff pun terbuka. Mia keluar dari dalam liff.
Mia berjalan menuju ke pintu kaca. Pintu khusus untuk masuk ke kantor Adrian. Kantor Adrian tidak hanya berada di lantai dua puluh saja. Kantor Adrian berada di lantai sepuluh, sebelas, dua belas hingga lantai dua puluh. Lantai dua puluh hanya khusus ruang Adrian sebagai pimpinan perusahaan. Sedangkan lantai sembilan belas sampai lantai sepuluh untuk kantor anak perusahaan. Adrian memiliki banyak perusahaan, pusatnya berada satu gedung dengan Adrian. Sedangkan untuk pabrik, garasi, gudang dan lain sebagainya ada di pinggiran kota Jakarta atau di daerah. Tergantung dengan jenis usahanya.
Mia berjalan masuk ke kantor Adrian. Ketika ia melewati petugas operator, petugas operator sudah tidak ada. Sepertinya sedang istirahat makan siang. Sekretaris dan asisten Adrian juga sudah tidak ada, sepertinya mereka juga sudah pergi makan siang. Mia mendengar suara orang berbicara di ruangan Adrian. Diiringi dengan suara orang tertawa terbahak-bahak. Sepertinya Adrian sedang ada tamu. Mia mengetuk pintu ruangan Adrian.
“Masuk!” terdengar suara keras Adrian menyuruhnya masuk. Mia membuka pintu ruangan Adrian. Adrian sedang duduk di sofa bersama dengan tamunya. Tamu Adrian seorang pria muda seumuran Adrian. Pria itu bernama Daniel.
“Assalamualaikum,” ucap Mia ketika masuk ke dalam ruangan Adrian.
“Waalaikumsalam,” jawab Adrian dan Daniel.
Mia menaruh tas rantang di atas meja.
“Kamu datangnya lama sekali?” tanya Adrian dengan ketus.
“Maaf, Tuan. Saya kesulitan mencari taksi online,” jawab Mia.
“Kalau tidak dapat taksi online, pesan taksi convensional! Cari nomor teleponnya di google!” kata Adrian.
“Baik, Tuan,” jawab Mia.
Daniel memperhatikan Mia.
“Siapa?” tanya Daniel kepada Adrian.
“Dia Mia. Pembantu baru gue,” jawab Adrian.
“Sejak kapan lu punya pembantu baru?” tanya Daniel.
“Sudah lama. Sekitar sepuluh hari,” jawab Adrian.
“Ibu Ecin kemana?” tanya Daniel.
“Sudah pensiun. Dia mau menjadi petani di kampung,” jawab Adrian.
Mia mulai menyiapkan makan siang untuk Adrian. Daniel memperhatikan Mia.
“Lu, nggak pergi? Tadi katanya lu mau makan siang di restaurant lantai empat puluh lima?” tanya Adrian kepada Daniel.
“Nggak, ah. Gue mau numpang makan di sini. Mau mencicipi masakan juru masak lu yang baru,” jawab Danel.
“Cukup untuk saya juga, kan?” tanya Daniel kepada Mia.
“Iya, Tuan,” jawab Mia.
Setiap mengantarkan makanan, Mia membawa makanan lebih. Ibu Ecin menyuruhnya begitu. Kata Ibu Ecin, kadang-kadang ada teman Adrian datang ke kantor untuk makan siang bersama dengan Adrian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Sandisalbiah
jaga hati, jaga diri Mia, kamu hidup sendiri di sarang gorila... takutnya pas dia nyamuk kan.. jd harus extra hati hati
2023-11-13
1
Roroazzahra
emang bagusnya pake kerudung itu yg nutupin dada dan bagian belakan ke bawah biar ga kelihatan pinggulnya 😊
2023-03-10
2
reni rili
eh aku kalo pake kerudung juga suka bgtu, dibiarkan menjuntai aja gtu, apa yg bgtu kampungan ya 😁 hihi gpplah yg pntg nutup aurat dan nyaman ❤
2023-02-15
3