Di rumah keluarga Nadia...
Tok... Tok... Tok...
"Nadia, ayo makan malam. Ibu sudah siapkan makanan kesukaanmu" seru Ibu Ratmi sambil mengetuk pintu kamar anaknya.
Setelah beberapa menit menunggu, tetap saja tak ada suara anaknya yang menyahuti panggilannya. Ibu Ratmi mengernyit heran karena tak biasanya anaknya itu seharian tak keluar dari kamar setelah kejadian tadi siang. Bahkan anaknya itu melewatkan makan siangnya. Karena tak ada tanda-tanda anaknya akan membuka pintu, Ibu Ratmi mencoba membuka pintu kamar Nadia yang ternyata tak terkunci. Ia masuk dengan terus memanggil-manggil anaknya.
"Nadia... Kamu dimana?" seru Ibu Ratmi yang mulai panik.
Tak ada tanda-tanda adanya kehadiran sang anak membuat pikiran-pikiran buruk melayang-layang di otak Ibu Ratmi. Ia khawatir kalau apa yang dipikirkannya menjadi kenyataan, terlebih melihat suasana kamar sang anak yang tampak gelap saat ia memasukinya dan tempat tidur yang masih terlihat rapi. Ibu Ratmi berjalan ke arah kamar mandi juga tak ada tanda-tanda Nadia ada disana, lalu ia menuju lemari pakaian milik sang anak. Ibu Ratmi membukanya dan...
Deg...
Jantungnya seperti berhenti berdetak, kakinya seakan lemas dan tak mampu lagi berdiri sampai ia harus berpegangan tangan pada tembok yang ada didekatnya saat melihat lemari pakaian anaknya yang terlihat berantakan bahkan tinggal sedikit pakaian tersisa. Dugaannya benar, kalau anak perempuan satu-satunya itu pergi dari rumah karena tas ransel yang diberikannya dan beberapa baju kesayangan Nadia sudah tidak ada di dalam lemari.
"Ayah... Ayah..." teriak Ibu Ratmi memanggil suaminya yang tengah menunggu di meja makan.
Ayah Deno yang mendengar teriakan dari Ibu Ratmi yang berasal dari kamar Nadia pun segera berlari menuju kesana. Saat sampai disana, ia melihat Ibu Ratmi yang sudah terduduk di depan lemari pakaian Nadia dengan menangis tersedu-sedu.
"Ada apa, bu?" panik Ayah Deno bertanya kepada istrinya itu kemudian membawa sang istri ke dalam pelukannya.
"Huhuhu Nadia pergi, yah. Nadia pergi dari rumah" ucap Ibu Ratmi dengan menangis tersedu-sedu di pelukan suaminya.
"Nggak mungkin Nadia pergi dari rumah, bu. Barangkali dia lagi keluar sama temannya tapi nggak pamit sama kita" ucap Ayah Deno dengan berpikir positif.
"Mana mungkin Nadia pergi ke rumah temannya kalau baju-baju kesayangannya saja sudah tak ada di lemarinya. Bahkan tas ransel besarnya juga tak ada. Ini semua salah kita karena terlalu memaksakan pernikahan Nadia dengan Parno, yah" ucap Ibu Ratmi lirih dengan rasa bersalah yang sangat besar.
Ayah Deno yang mendengar ucapan istrinya tentu saja kaget dan menatap nanar lemari pakaian Nadia yang sudah terlihat acak-acakan. Mereka berdua benar-benar merasa bersalah kepada anaknya itu. Memaksakan kehendak mereka yang berakhir anaknya nekat pergi dari rumah.
"Kenapa kamu pergi di saat kami belum memberitahumu tentang pembatalan pernikahan itu, nak? Kenapa kamu malah nekat ninggalin kami berdua yang sudah tua ini?" gumam Ibu Ratmi.
"Tenang ya, bu. Kita cari Nadia sama-sama lalu setelah ketemu kita minta maaf sama anak kita" ucap Ayah Deno menenangkan istrinya padahal hati dan pikirannya saja sedang kalut.
Nasi sudah menjadi bubur, penyesalan memang selalu datang di akhir. Mereka sekarang hanya bisa berusaha untuk mencari keberadaan Nadia seraya berdo'a agar anaknya itu selalu sehat dan bahagia dimanapun dia berada saat ini. Untuk masalah pernikahan yang akan dibatalkan itu tentu akan menjadi masalah besar bagi keluarga Nadia, namun kedua orangtuanya akan segera menyelesaikannya karena merekalah yang memulai ini semua.
***
Nadia kini telah sampai di sebuah kota yang akan ia tinggali untuk memulai kehidupan barunya. Sebuah kota yang merupakan ibukota dari sebuah negara. Disini banyak sekali gedung-gedung tinggi menjulang dengan banyaknya rumah susun yang terdapat disekitarnya. Kota yang disebut kota metropolitan dengan segala permasalahannya yang ada terutama masalah pengangguran. Banyak sekali anak rantau yang menggantungkan hidup di kota ini walaupun ekspektasi mereka memang tak seindah realitanya. Semakin banyaknya perantau yang berdatangan namun tak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja. Entah kenapa juga Nadia memilih kota ini untuk memulai kehidupan barunya.
Nadia segera saja mencari sebuah kontrakan untuk tempat tinggalnya sementara waktu sembari mencari pekerjaan yang cocok untuk dirinya. Tak lama berjalan kaki, Nadia melihat ada seorang nenek-nenek yang sedang menyapu halaman rumahnya dan di depan pintu tersebut juga ada sebuah tulisan "dikontrakkan". Sungguh keberuntungan pertama bagi Nadia karena ia tak perlu jauh-jauh berjalan kaki untuk menemukan sebuah kost atau kontrakan.
"Permisi, nek" sapa Nadia dengan sopan kepada seorang nenek yang masih sibuk dengan kegiatannya.
"Ada apa, cu?" tanya Nenek itu yang kemudian menghentikan kegiatannya.
"Mau tanya, nek. Apa benar rumah ini dikontrakkan? Bisakah saya bertemu dengan pemiliknya?" tanya Nadia dengan senyuman ramahnya.
"Benar, cu. Ini rumah nenek sendiri, yang mau nenek kontrakan yang sebelah kanan ini karena yang sebelah kiri untuk nenek tinggali" jawab nenek itu dengan senyumannya.
"Wah... Kalau begitu kebetulan karena Nadia mau cari kontrakan, nek. Ini satu bulannya berapa, nek? Oh ya kenalin nama saya Nadia, nek" ucap Nadia sambil memperkenalkan diri.
"Murah aja kalau kontrak di tempat nenek. 700ribu saja per bulannya. Oh ya nak Nadia, perkenalkan juga nama saya Darmi atau biasa dipanggil Nenek Darmi" ucap Nenek Darmi.
"Siap, nek. Kalau gitu aku ambil deh kontrakannya" putus Nadia setelah mengetahui berapa biaya kontrak satu bulannya.
"Ya udah ayo kita masuk dulu" ajak Nenek Darmi yang kemudian berjalan mendahului Nadia.
Nadia mengikuti Nenek Darmi untuk masuk ke dalam rumah yang akan ia tinggali. Nenek Darmi menunjukkan beberapa ruangan yang ada di rumah itu yang bisa digunakan oleh Nadia. Dimulai dari kamar tidur, dapur, dan kamar mandi.
"Terimakasih nek" ucap Nadia kepada Nenek Darmi setelah selesai menunjukkan semua ruangan.
"Sama-sama, semoga betah tinggal disini ya. Kalau ada perlu apa-apa, kamu bisa ke tempat nenek. Kalau gitu nenek pamit dulu" pamit Nenek Darmi dan diangguki oleh Nadia.
Setekah Nenek Darmi pergi, Nadia segera membereskan barang-barang yang ada di tas nya ke lemari yang sudah tersedia. Tak banyak barang yang perlu ia rapikan karena memang ia hanya membawa yang penting-penting saja. Setelah selesai dengan urusan itu, ia segera saja merebahkan badannya di atas kasur untuk menambah tenaga agar esok hari ia bisa mendapatkan tenaga lebih demi mencari pekerjaan.
"Selamat datang kehidupan baru, semoga di kota ini aku bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya" gumam Nadia yang kemudian memejamkan matanya dan menjelajah ke alam mimpinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
evvylamora
lagian ibu jg ngadi2 sih, rasain ditinggal sm anak
2023-07-31
0
Ajusani Dei Yanti
aku mampir lagi nih thorrrr kuh
2023-07-24
0
Nur fadillah
aamiiin
2023-07-17
0