Setelah memastikan ketiga bocah kecil itu tertidur pulas dan meminta tolong pada Mbok Imah untuk menemani mereka sebentar, Nadia segera menyusul Andre. Melihat Andre dalam keadaan terpuruk membuatnya iba karena bagaimanapun dia seorang perempuan yang perasa. Nadia tak bisa membayangkan kalau itu akan terjadi pada anaknya kelak, bisa jadi ia akan menjadi gila. Nadia mendekati Andre yang terduduk didekat tembok sambil menangis setelah kelelahan memukul tembok.
Nadia berjongkok di depan Andre kemudian menghapus air mata yang mengalir di pipi laki-laki itu dengan jempolnya. Usapan lembut yang menyapu pipinya membuat Andre menatap seseorang yang kini tengah menatap lembut kepadanya. Sejenak Andre memejamkan matanya menikmati usapan lembut itu, entah mengapa kini hatinya terasa bergetar dan menghangat. Selain ibunya, baru Nadia yang berani menyentuh wajahnya dan entah kenapa dia tak merasa marah.
"Abel seperti ini karena keegoisanku, andai saja aku tetap kukuh mempertahankan hak asuhnya jatuh padaku pasti dia takkan seperti ini. Andai saja aku bertemu lebih cepat dengannya pasti hidup Abel takkan semenderita ini. Semua ini aku yang salah" lirih Andre.
"Aku gagal... Aku gagal menjadi seorang ayah bagi anak-anakku" lanjutnya.
Nadia yang mendengar curhatan dari Andre hanya diam mendengarkan sembari terus mengusap air mata yang terus mengalir di pipi laki-laki itu. Memang benar yang diucapkan Andre, bahwa ini memang salahnya namun bukanlah sepenuhnya kesalahannya karena seharusnya dua orang dewasa yang berpisah sebaiknya tetap saling komunikasi dalam mengasuh anak-anaknya. Namun disini, Andre tak pernah bisa berkomunikasi dengan Abel karena Aneta menutup semua akses itu. Sedangkan Aneta tak bisa juga bertemu dengan kedua anaknya yang lain karena Andre menutup akses untuk itu. Jadi yang salah siapa? Yang salah adalah mereka berdua.
Setelah semua kejadian ini terjadi, hanya ada kata andai yang bisa mereka ucapkan. Harusnya bukanlah menyesali semua yang sudah terjadi, namun juga harus memperbaiki diri dan menggali informasi sebanyak-banyaknya mengenai kejadian ini. Semua yang dilakukan pasti ada alasannya dan dalangnya.
"Yang harus kamu lakukan sekarang adalah memperbaiki semuanya. Berikan kasih sayang yang tulus kepada Abel. Tak mungkin juga setelah mengalami kejadian seperti itu, dia tidak trauma. Apalagi menurutku kejadian itu sangat mengerikan, apalagi yang mengalami adalah anak seusia Abel. Pasti dia akan terus mengingat kejadian itu sampai dewasa. Berikan support agar dia bangkit dan tak mengingat kejadian itu lagi" ucap Nadia.
Andre yang mendengar saran Nadia terdiam sejenak, dalam hatinya dia menyetujui apa yang diucapkan oleh gadis itu. Dia tak boleh seperti ini, apalagi jika Abel melihatnya pasti akan sedih. Dia harus menjadi tiang penguat bagi ketiga anaknya. Apalagi nanti ketika kedua orangtuanya tahu tentang kejadian ini, pasti mereka juga tak kalah terpukulnya seperti dirinya terutama sang mama. Sungguh Andre tak bisa membayangkannya.
"Tolong... Tolong bantu aku untuk menjaga anak-anakku. Aku memang gagal menjadi seorang suami, tapi aku tak ingin gagal menjadi seorang ayah" mohon Andre dengan lirih.
Nadia yang mendengar hal itu menjawab dengan anggukan kepala mantap. Terlebih dirinya kini sudah sangat menyayangi ketiga anak kecil lucu itu. Sebisa mungkin Nadia akan menjaga dan menyayangi ketiganya. Awalnya Nadia akan mengundurkan diri saja dari pekerjaan ini, namun setelah dua hari ini bekerja sebagai pengasuh ternyata sangat menyenangkan menurutnya.
Tiba-tiba saja, Andre berdiri dengan kedua tangan mengepal, matanya berkilat marah, dadanya naik turun, bahkan otot-otot dilehernya terlihat menonjol kembali. Andre tersenyum smirk saat beberapa ide cemerlang terlintas di kepalanya. Banyak rencana-rencana yang akan ia lakukan demi membalas rasa sakit yang dirasakan Abel.
"Kita akan lihat bagaimana aku akan membalas segala kesakitan fisik dan mental yang dialami anakku" batin Andre.
Nadia yang melihat Andre berdiri pun ikut berdiri kemudian memberanikan diri untuk mengelus tangan Andre yang mengepal. Nadia tahu kalau Andre kini tengah memikirkan sesuatu untuk membalas perbuatan keluarga mantan istrinya. Andre juga akan membalas mantan istrinya yang tak peduli dengan Abel sampai dia sadar dan berubah menjadi lebih baik.
Usapan lembut di kepalan tangannya membuat Andre mengalihkan pandangannya ke arah seseorang yang mengelus tangannya itu. Tak sengaja tatapan keduanya bertemu dan saling menatap dalam.
Deg... Deg... Deg...
Jantung keduanya berdetak lebih kencang saat tatapan keduanya bertemu. Ada perasaan hangat di hati keduanya saat mereka menatap dalam mata masing-masing. Namun keduanya berusaha menepis semua itu dan menganggap kalau mereka hanya partner untuk mengasuh ketiga anak kecil yang sangat butuh kasih sayang.
Nadia memutuskan pandangannya terlebih dahulu setelah mendengar suara teriakan dari Mbok Imah yang memanggil namanya dan Andre. Nadia dan Andre segera saja berlari ke arah ruang keluarga untuk menuju ke tempat Mbok Imah berada.
"Tolong... Tolong... Nadia... Den Andre... Tolong..." seru Mbok Imah.
***
Saat Mbok Imah sedang duduk menonton acara TV sambil menunggu ketiga anak kecil yang sedang tertidur pulas, tiba-tiba saja dia tersentak kaget. Ia kaget karena salah satu dari ketiga anak kecil itu tertidur sampai mengigau bahkan menangis. Dia adalah Abel.
"Tolong... Papa tolong Abel..."
"Dingin... Sakit... Jangan pukuli Abel"
"Abel nggak salah"
"Sakit... Sakit..."
Mbok Imah panik saat melihat Abel tidur dengan gelisahnya, bahkan keringat terlihat bercucuran di dahi dan pelipisnya. Saat akan membersihkan keringat Abel, tangan Mbok Imah terasa sangat panas saat menyentuh dahi gadis kecil itu. Ternyata Abel demam tinggi bahkan badannya sedikit menggigil. Tanpa menunda waktu lagi Mbok Imah berteriak meminta tolong dan memanggil nama Nadia juga Andre. Akibat teriakan itu Anara dan Arnold yang tidurnya terganggu pun terbangun kemudian menangis.
Hal itu membuat Mbok Imah tambah panik dan berteriak minta tolong sambil mencoba menenangkan kedua anak kecil yang menangis itu. Apalagi kini Abel sama sekali tak bangun walau sudah ada suara tangis menggelegar dari dua saudaranya.
"Tolong.... Den Andre.... Nadia.... Tolong...." seru Mbok Imah.
Tak berapa lama, Andre dan Nadia sampai di ruang keluarga dengan nafas terengah-engah. Keduanya membelalak kaget melihat suasana disana kacau karena Anara dan Arnold menangis sedangkan Abel tengah tidur meringkuk sambil menggumamkan kata dingin.
"Bawa non Abel ke rumah sakit, dia demam tinggi" perintah Mbok Imah tanpa membiarkan Nadia dan Arnold bertanya tentang kejadian yang sebenarnya terjadi.
Andre segera memeriksa badan Abel dan apa yang dikatakan oleh Mbok Imah memang benar adanya. Tanpa basa-basi, dirinya segera membawa Abel kedalam gendongannya kemudian membawanya lari keluar rumah untuk pergi ke rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
Nur Qamariah
semgat abel ya
2023-07-26
0
Eli Supriatna
lapori dre kasih pelajaran
2023-07-16
0
Aniza
semoga abel cpat sembuh dan nggak kenapa² dan smoga abel isa melupakan traumany lnjutthooor
2023-01-26
7