Nadia duduk dengan canggung di hadapan semua anggota keluarga Anara. Tatapan tiga laki-laki berbeda usia yang tajam dan menghunus ke jantung membuatnya gugup. Bahkan anak kecil yang usianya masih dibawah 4 tahun saja tatapannya sudah mengintimidasi diri Nadia. Sebelumnya ia tak pernah mendapatkan tatapan seperti ini dari oranglain karena biasanya oranglain yang akan takut terhadapnya. Sungguh aura-aura mencekam seketika mengitari tubuh Nadia membuatnya sedari tadi hanya duduk dengan kaku tanpa bergerak sedikitpun.
Anara hanya terdiam dengan sibuk memakan berbagai kue kering yang ada dihadapannya, sedangkan Mama Anisa sedang ke dapur untuk meletakkan barang belanjaan.
"Hmm... Kok pada diam? Krikk... Krikkk..." ucap Papa Reza dengan tingkah absurdnya membuat suasana di ruang makan itu sedikit mencair.
Nadia bahkan sampai menganga mulutnya karena kaget dengan ucapan sang kepala keluarga. Ia tak mengira kalau suami dari Mama Anisa ini bisa bicara seabsurd ini sedangkan wajahnya saja tadi terlihat dingin saat dirinya datang. Sungguh keluarga yang ajaib.
"Ayo makan" seru Mama Anisa yang baru saja datang dari dapur untuk mengambil beberapa jajanan pasar yang dibelinya.
Akhirnya mereka pun sarapan dengan tenang dan tanpa suara, namun Nadia masih bisa merasakan kalau ada sepasang mata yang sedari tadi melihatnya dengan tatapan tak suka. Setelah sarapan selesai, Nadia membantu Mama Anisa mengumpulkan beberapa piring dan gelas kotor kemudian membantunya untuk mencuci.
"Sudah ayo Nadia kita ke depan. Biar tante kenalin sama suami, anak, dan cucu tante" ucap Mama Anisa dengan antusias.
"Baiklah, tante" pasrah Nadia yang kemudian berjalan mengikuti Mama Anisa yang sudah berjalan terlebih dahulu.
Sebenarnya tadi Nadia sudah ingin segera pulang namun ia tak enak jika tak membantu Mama Anisa yang sendirian dalam membereskan piring dan gelas. Untuk hari minggu memang tak ada ART yang masuk bekerja di mansion itu kecuali jika ada permintaan khusus dari sang majikan.
"Ndre, pa... Kenalin ini namanya Nadia. Dia ini yang tadi bantu mama buat gendong Anara sewaktu pulang dari pasar" ucap Mama Anisa setelah sampai di ruang tamu.
"Iya lho pa, kek... Tadi kak Nadia gendong Anara. Kak Nadia kuat kan bisa gendong Anara" seru Anara dengan antusiasnya menyahut.
"Iya dong, kak Nadia kuat gendong Anara kan kak Nadianya udah lebih besar dari Anara" ucap Papa Reza dengan terkekeh geli.
Respons berbeda terlihat dari Andre yang benar-benar memperlihatkan wajah tak suka akan kehadiran Nadia. Sedangkan Papa Reza sudah biasa-biasa saja.
"Mama apa-apaan sih? Kenapa main minta tolong sama orang asing untuk gendong anakku? Kalau dia orang jahat dan ingin culik Anara gimana? Memang mama mau tanggungjawab?" seru Andre dengan lantangnya.
"Bukan gitu, ndre. Anara ini tinggal di rumahnya Nenek Darmi jadi kalaupun berbuat jahat kita bisa langsung kesana untuk mencarinya" ucap Mama Anisa membela Nadia.
"Mama emang udah cek kalau wanita ini benar tinggal disana? Pasti belum kan? Cuma dari ucapannya dia aja kan. Pakaiannya aja kaya preman pasar gini masa mama bisa percaya gitu aja sih" kesal Andre dengan ucapan yang menghina Nadia sambil menilai penampilan Nadia dari atas ke bawah.
"Hmm... Mohon maaf tuan, saya memang berpenampilan seperti preman pasar bahkan saya juga orang miskin. Namun saya bukanlah orang yang seperti anda pikirkan. Penampilan boleh seperti preman, tetapi hati dan perasaan saya tetap seperti pada wanita biasanya yang akan mudah terluka jika mendengar ucapan yang menghina harga dirinya. Niat saya tadi hanya membantu Tante Anisa karena kerepotan membawa barang dan Anara menangis. Kalau memang menurut anda membantu orang kesusahan itu tak baik tak apa saya takkan pernah membantu oranglain lagi terutama keluarga anda" ucap Nadia menyela perdebatan antara ibu dan anak itu.
"Kalau gitu saya permisi karena sepertinya niat baik dan kehadiran saya tak diinginkan disini" lanjutnya dengan berpamitan sambil membungkukkan sedikit badannya.
Nadia segera saja berdiri dan berjalan menuju pintu rumah itu dengan sedikit berlari kecil meninggalkan tiga orang dewasa yang terpaku dengan kepergiannya. Sedangkan Anara dan Arnold sedari tadi tak bersuara karena mereka ternyata tertidur di atas karpet ruang tamu.
"Mulut kamu, ndre. Jahat banget, Nadia jadi tersinggung kan sama ucapan kamu" kesal Mama Anisa setelah melihat punggung Nadia yang kian menjauh.
"Biarin aja sih, ma. Kita tinggal di kota tuh harus hati-hati sama orang asing. Jangan mudah percaya sama orang, nanti kalau dia berbuat jahat kan berbahaya. Apalagi tadi mama bawa anak kecil, bisa jadi kan kalau itu salah satu bagian dari sindikat penjualan anak" ucap Andre dengan acuh tak acuh walaupun tadi sebenarnya dia sedikit merasa bersalah karena mengucapkan kalimat pedas terhadap Nadia namun ia segera menepisnya.
"Benar kata Andre, ma. Lain kali mama lebih berhati-hatilah. Besok kalau pergi mending bawa bodyguard deh" ucap Papa Reza yang membela Andre.
"Udahlah mama kesal sama kalian. Mama bisa ya bedain mana orang baik dan mana orang jahat. Ingat ini, don't judge people from the cover" ucap Mama Anisa yang kemudian pergi berlalu dari hadapan mereka.
"Tuh dua anakmu tidur, jangan lupa dipindahkan" seru Mama Anisa dari atas tangga.
Tanpa mempedulikan ucapan Mama Anisa, Andre dan Papa Reza hanya mengedikkan bahunya acuh. Kemudian mereka mengangkat dan memindahkan dua anak kecil yang tertidur itu ke kamarnya masing-masing.
***
Sedangkan disisi lain, Nadia tengah berjalan kaki untuk kembali menuju kontrakannya. Niatnya hari ini setelah sarapan nasi uduk tadi adalah membantu nenek Darmi membereskan taman yang ada di halaman rumah namun niat itu harus tertunda karena tadi ia harus tertahan di rumah Mama Anisa.
Nadia juga masih kesal dengan ucapan-ucapan yang dilontarkan oleh anak dari Mama Anisa tadi. Sepanjang jalan dia mengomel panjang lebar sambil menendang-nendang batu kerikil.
"Masih untung tadi gue mau bantuin, kalau enggak udah bengek kali tuh Anara karena nggak berhenti nangis" gerutu Nadia sambil mengepalkan kedua tangannya karena kesal.
"Moga aja gue nggak ketemu tuh tuan muda sombong. Main menilai orang dari penampilannya lagi. Emang sih penampilan gue kaya preman, tapi kan hati gue baik. Apa semua orang kota kaya gitu ya? Ah di kampung aja banyak yang nilai gue jelek walaupun udah kenal apalagi disini yang notabene nggak ada yang kenal" lanjutnya.
Karena terlalu asyik menggerutu, Nadia baru sadar kalau ia telah sampai di depan kontrakannya, Ia pun segera masuk ke dalam rumah lalu istirahat.
"Dah lah, nggak usah dipikirkan lagi. Anggap aja angin lalu" gumamnya lalu masuk kedalam kontrakan dengan kedikan bahu acuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
Ajusani Dei Yanti
lanjut thorrrr kuh semangat
2023-07-24
0
Ita Xiaomi
Udah Nad drpd bete mendingan bantu nenek Darmi rapikan taman.
2023-07-10
0
Kinan Rosa
udahlah NAD gak usah di rungokno yang penting niat kamu baik oke
2023-06-14
3