Episode 19

"Berapa kali dibilangin, kalau jualan di sini itu ada yang namanya uang keamanan!"

Suara bentakan seseorang membuatku mengangkat wajah. Niat hati ingin menikmati semangkok bubur ayam harus buyar, karena mood yang memburuk.

"Hoi! Masih pagi udah malak duit keamanan. Bisa ngga sih kalo mau malak tau waktu?! Sorean kek! Liat itu si ibu baru juga beres-beres mau buka lapak, udah digangguin!"

"Teteh siapa?!" tanya salah satu diantara mereka berdua dengan nada tinggi.

"Saya yang kerja di Radio Rebel. Mau apa?! Mau diviralin sekalian? Biar kelakuan kalian sampe ke telinga walikota?!" balasku tanpa sedikitpun rasa takut.

Keduanya melihatku dengan pandangan ragu-ragu.

"Apa liat-liat? Mau dico*lok?!" tanyaku lagi sembari mengarahkan dua jari ke mataku lalu ke arah mereka.

"Neng Inoxu," tegur Pak Obi membuka pagar dan menatapku keheranan. Dua orang preman yang berdiri di depanku mendadak salah tingkah.

"Ini ada apa?" tanya Pak Obi memandang kami bertiga secara bergantian.

"Punten Pak Obi, kita berdua ngga tau kalau Teteh ini kerja di kantor radio. Hapunten," ucap salah satu dari mereka menatap takut-takut ke arah Pak Obi.

"Udah-udah, mendingan kalian pergi aja. Pagi-pagi udah ribut, nanti rejeki ngga mau mendekat," ucap Pak Obi lembut yang membuat mereka mengangguk segan. Aku kembali mengacungkan dua jari ke arah mataku, lalu ke arah mereka, sebelum keduanya berbalik pergi.

"Neng Inoxu kenapa udah di sini aja? Ini langit masih gelap loh, belum juga jam setengah enam," tanya Pak Obi dengan nada keheranan.

"Mau buang sampah," jawabku pendek sembari duduk di kursi plastik yang disediakan ibu penjual bubur ayam. Pak Obi semakin menatapku tidak mengerti.

"Tadi saya keluar rumah buat buang sampah waktu tiba-tiba ngebayangin kalau bubur ayam di sini kayanya enak."

"Ya Allah, pantes Neng masih pake baju tidur, pake sendal boneka juga," balasnya tertawa dan menatap ke arah kakiku. Aku memang hanya menggunakan sandal khusus di dalam rumah bermotif Marvin The Martian.

"Iya, ngga sempet ganti baju, Pak. Cuma ngambil uang aja," sahutku memperlihatkan gulungan uang di tangan.

"Hahaha! Ibu hamil mah memang ya? Ada aja kelakuannya." Tawa Pak Obi membuatku tersenyum lebar. Kabar kehamilanku sudah dipastikan menyebar. Bagaimana tidak, aku pingsan di tengah-tengah crew Radio Rebel yang sedang berkumpul, beberapa hari lalu sesudah event gerak jalan.

"Bu, bikinin bubur buat Neng ini. Ngidam ini kayanya," Pak Obi terkekeh.

"Ayo bareng, Pak? Sarapan sama saya, uang saya cukup kok," sambungku, kembali memperlihatkan gulungan uang di telapak tangan.

"Terima kasih, Neng. Tapi maaf, Bapak lagi puasa," jawabnya.

"Emang ini hari kamis ya, Pak?"

"Bukan, ini hari Rabu. Bapak puasa Daud," jelas Pak Obi.

"Oh, puasa yang sehari puasa, sehari ngga ya, Pak?" tanyaku yang diangguki oleh beliau.

"Bu, buburnya jangan di mangkokin ya?" ucapku tiba-tiba saat melihat ibu penjual bubur menyiapkan mangkok yang baru dikeluarkannya dari dalam gerobak.

"Hah? Gimana Neng? Terus mau digimanain buburnya?" tanya beliau terheran.

"Plastikin aja," jawabku pendek.

"Oh, mau makan di dalem ya?" tanya beliau lagi.

"Ngga juga, mau disedot lewat plastik. Jangan pake kacang ya bu? Sambelnya dua sendok pas. Jangan kurang, kalau lebih boleh," terangku panjang lebar yang membuat Pak Obi dan ibu penjual bubur tertawa.

"Iya-iya, Neng, ibu turutin. Mumpung mau makan ya? Biasanya yang hamil muda mah suka susah makan karena mual-mual. Makanya, begitu minta sesuatu, mending langsung diturutin. Bukan biar anaknya nanti ngga ileran, tapi biar bisa makan," ucapnya terkekeh.

Setelah pesananku selesai dan menerima uang kembalian, aku berjalan masuk ke Radio Rebel dengan ditemani Pak Obi.

"Neng, mau Bapak buatkan teh manis?" tanyanya ketika kami sudah sampai di teras.

"Ngga usah, Pak, makasi. Saya minum air putih aja. Nanti saya ambil sendiri," ucapku sembari duduk, lalu mengeluarkan plastik bubur ayam.

"Oh, iya atuh. Kalau perlu apa-apa, jangan sungkan panggil Bapak, ya?"

Aku mengangguk, dan mulai memakan bubur dalam plastik begitu Pak Obi kembali ke pos jaga. Udara Bandung yang dingin nyaris tidak terasa olehku. Netraku memandang hamparan langit berwarna jingga, karena sinar matahari yang mulai bersinar terang.

'Fabiayyi Ala Irobbikuma Tukadziban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?)' ucapku dalam hati sembari tersenyum sendiri.

Ketika bubur tersisa setengah, aku berniat ke pantry untuk mengambil sebotol air mineral dingin. Saat sedang menambahkan es batu ke dalam air di gelas, suara kran kamar mandi yang dibuka mengalihkan perhatianku.

Sudah jelas, di kamar mandi ada seseorang, dan jelas pula jika itu bukan Pak Obi. Dengan berjinjit, aku menghampiri satu kamar mandi yang pintunya tertutup, dan tidak lama terdengar suara guyuran air dari dalam diikuti senandung lirih.

Lumayan lama aku berdiri di depan kamar mandi sembari memegang gelas berisi air es. Suara senandung yang menurutku fals, ditambah suara air dari kran, entah kenapa membuat emosiku terbit.

Aku berusaha mendorong pelan pintu kamar mandi yang ternyata terkunci. 'Ish, gaya banget itu demit! Ke kamar mandi aja pake dikunci, kaya manusia!' ucapku dalam hati.

Dengan melangkah mundur, aku memasang kuda-kuda dan bersiap. Dalam hitungan ketiga, dengan sekuat tenaga aku menendang pintu plastik kamar mandi hingga terlepas dari engselnya dan menimpa kepala sosok yang sedang fokus keramas. Tidak itu saja, aku juga menyiramkan air es ditanganku dengan cepat.

"Hiyaaaa!" teriakan nyaring seketika memenuhi atmosfer sekelilingku, dan membuatku lari ke arah pintu pantry untuk bersembunyi.

"Neng Inoxu!" seru Pak Obi dari ambang pintu yang menghubungkan ruang belakang dengan ruang depan. Dengan cepat aku menghampirinya dan berbisik, "Ada setan lagi mandi, Pak. Nyanyi-nyanyi ngga jelas. Jadi, saya tendang aja pintunya."

Pak Obi mengucap istigfar dan menyentuh keningnya. "Itu Adul Neng. Dia semalem nginep di sini karena dipaksa emaknya buat dijodohin. Bapak kembali ke sini mau ngasi tau Neng Inoxu, barangkali kaget. Tapi kayanya Bapak telat."

Aku menatap Pak Obi, lalu mengalihkan pandangan ke arah kamar mandi, di mana sosok Adul yang lagi-lagi kusangka setan, masih melolong kesakitan dan memanggil Pak Obi.

***

Aku menatap Adul yang duduk di depanku dengan pandangan tajam. "Makanya kalo mandi itu diem! Gosah nyanyi-nyanyi. Mana suara fals gitu, bikin kesel!" ucapku yang membuatnya menatap heran.

"Ish, Teteh yang bikin kepala Adul benjol. Bukannya minta maap, malah marah-marah."

"Maap," ucapku singkat sembari memicingkan mata.

Bang Win yang duduk di sebelahku mengusap keningnya berkali-kali. "Pertama, kamu pergi cuma bilang mau beli bubur. Aku kira kamu belinya di taman komplek, taunya beli bubur di sini. Aku nyariin keliling komplek udah kaya orang gi*la tau ngga? Kedua, kamu ngejebol pintu kamar mandi, bikin Adul benjol, terus nyiram air es. Abis ini apa lagi?" ucapnya lirih.

"Tau nih Teh Inoxu! Lagi hamil bukannya rebahan di rumah, malah ke sini. Mana galak lagi," keluh Adul menatapku.

"Diem! Mau aku co*lok?" balasku mengangkat dua jari dan mengarahkannya ke mataku, lalu ke arah Adul.

"Duh, Bang Win. Si Teteh, hamil kok barbar gini sih? Bawaan bayi apa emang ini aslinya si Teteh?" tanya Adul pada Bang Win yang direspon dengan gelengan.

"Ngga tau saya juga, Dul."

"Yang sabar ya Bang Win. Masih tersisa sembilan bulan lagi," lanjut Adul dengan nada putus asa.

"Ngga masalah, Dul. Mau Oxu kaya gimana juga, saya sayang kok," jawab Bang Win yang seketika membuatku gemas, dan menggigit lengannya kuat-kuat.

Terpopuler

Comments

irva 😍

irva 😍

aduh, bikin ngakak mules,,,, 😂😂😂😂

2023-01-17

5

Andini Andana

Andini Andana

waaa.. ini sih emang dasar nya galak mereun 😂😂😂

2023-01-14

5

Andini Andana

Andini Andana

apes bener Adul..😂😂

2023-01-14

6

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!