Episode 11

"Kom, boleh dong Aa malem minggu nanti main ke rumah kamu," tanya Adul yang tidak sengaja kudengar saat baru saja memasuki pantry bersama Teh Hani.

"Woi! Ngapain berduaan di pantry?" tanya Teh Hani kencang sehingga keduanya kaget.

"Eh Teh Hani, ngagetin aja ish," seru Adul sembari memegang dadanya. Ia terlihat salah tingkah.

"Ngapain kaget dih? Emang kamu lagi ngapain?" tanyaku santai sembari membuka showcase untuk mengambil sekaleng kopi.

"Ngga ngapa-ngapain, Teh. Cuma lagi ngobrol aja sama Kokom."

"Ngobrol atau minta ijin mau ngapel?" tanya Teh Hani menahan tawa dan membuatku nyengir.

"Ih, aku nyariin kalian dari tadi, taunya pada di sini. Han, Inoxu, ikut bentar yuk kalian berdua. Adul juga deh sekalian, ke ruang penyiar yuk?" ajak Teh Opi dengan wajah tegang sembari melongokkan kepalanya di ambang pintu pantry.

Kami semua segera mengikuti langkah Teh Opi yang terlihat aneh pada malam ini.

"Kemaren malem, ada yang siaran ngga?" tanya Teh Opi saat kami bertiga sudah duduk di depannya.

"Kayanya ngga ada, Teh," jawab Teh Hani sembari melihat papan jadwal siaran harian para penyiar.

"Iya, kemaren malem mah ngga ada siaran program malem. Kisah Tengah Malam aja kan baru malem ini mau mengudara," tambahku.

"Ada apaan sih, Teh? Kok tau-tau nanyanya aneh gitu?" Pertanyaan Adul mewakili rasa ingin tahuku.

"Tadi pagi Teteh baca postingan para pendengar mengenai siaran Kisah Tengah Malam. Nih baca," jawabnya seraya memberikan tablet yang dipegangnya.

Adul dan Teh Hani sontak mendekat untuk ikut membaca. Semakin lama, keningku semakin berkerut tanda tidak mengerti.

"Utep sama yang lainnya udah ngecek, kalau-kalau ada kebocoran frekuensi dan ada siaran radio lain yang masuk ke saluran kita. Tapi nihil. Itu artinya, postingan pendengar yang tertulis di situ bener," ucap Teh Opi menunjuk ke arah tablet dengan dagunya.

"Axava Kalara?" gumamku lirih sembari membaca postingan paling atas.

@𝚙𝚕𝚞𝚟𝚒𝚘𝚙𝚑𝚒𝚕𝚎 : 𝙺𝚊𝚐𝚎𝚝 𝚙𝚊𝚜 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚎𝚛 𝙺𝚒𝚜𝚊𝚑 𝚃𝚎𝚗𝚐𝚊𝚑 𝙼𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚞𝚍𝚊𝚛𝚊 𝚖𝚊𝚕𝚎𝚖 𝚒𝚗𝚒, 𝚙𝚊𝚍𝚊𝚑𝚊𝚕 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚓𝚊𝚍𝚠𝚊𝚕𝚗𝚢𝚊. 𝙻𝚎𝚋𝚒𝚑 𝚔𝚊𝚐𝚎𝚝 𝚕𝚊𝚐𝚒, 𝚙𝚊𝚜 𝚝𝚊𝚞 𝚔𝚊𝚕𝚊𝚞 𝚙𝚎𝚗𝚢𝚒𝚊𝚛𝚗𝚢𝚊 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚃𝚎𝚑 𝙸𝚗𝚘𝚡𝚞 𝚍𝚊𝚗 𝙺𝚊𝚗𝚐 𝙰𝚍𝚞𝚕. 𝙺𝚊𝚝𝚊 𝚙𝚎𝚗𝚢𝚒𝚊𝚛 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚗𝚊𝚖𝚊 𝙰𝚡𝚊𝚟𝚊 𝙺𝚊𝚕𝚊𝚛𝚊, 𝚖𝚞𝚕𝚊𝚒 𝚜𝚎𝚔𝚊𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚍𝚒𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚗𝚓𝚊𝚍𝚒 𝚙𝚎𝚗𝚢𝚒𝚊𝚛 𝚜𝚊𝚝𝚞-𝚜𝚊𝚝𝚞𝚗𝚢𝚊 𝚍𝚒 𝙺𝚒𝚜𝚊𝚑 𝚃𝚎𝚗𝚐𝚊𝚑 𝙼𝚊𝚕𝚊𝚖. 𝚃𝚘𝚕𝚘𝚗𝚐 𝚁𝚊𝚍𝚒𝚘 𝚁𝚎𝚋𝚎𝚕, 𝚔𝚎𝚖𝚋𝚊𝚕𝚒𝚔𝚊𝚗 𝚃𝚎𝚑 𝙸𝚗𝚘𝚡𝚞 𝚍𝚊𝚗 𝙺𝚊𝚗𝚐 𝙰𝚍𝚞𝚕 𝚜𝚎𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒 𝚙𝚎𝚗𝚢𝚒𝚊𝚛 𝚝𝚎𝚝𝚊𝚙 𝙺𝚒𝚜𝚊𝚑 𝚃𝚎𝚗𝚐𝚊𝚑 𝙼𝚊𝚕𝚊𝚖. 𝚃𝚎𝚛𝚒𝚖𝚊 𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑.

***

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Inoxu dan Adul hadir menyapa para pendengar semua, dari studio dua Kisah Tengah Malam Radio Rebel Bandung 12,08 FM," kataku membuka siaran.

"Seneng banget, kami bisa menemani istirahat malam kalian ya gaes ya. Dengan kisah-kisah yang akan diceritakan narasumber kami. Tapi sebelumnya, Adul mau puterin dulu satu buah lagu permin—."

Prang!

Suara pecahan terdengar, bersamaan dengan padamnya listrik yang membuat ruangan gelap seketika.

"Aduh, listriknya ma*ti!" keluh Gia. Ia menyalakan lampu ponselnya segera. Aku dan Remi juga ikut menyalakan lampu ponsel kami masing-masing.

"Kacau euy, ini ma*ti semua. Genset sama UPS ngga berfungsi kayanya," ucapku putus asa menatap ke monitor.

"Oxu?" panggil Bang Win membuka pintu studio.

"Iya hadir," jawabku pendek.

"Ada apa Bang Win? Ini UPS ngga fungsi loh. Siaran belum kerekam sama sekali," ucap Remi.

"Listrik down total, kayanya gara-gara lampu yang di teras konslet. Pecah barusan," Bang Win menginfokan. "Ngga akan bisa lanjut siaran. Pada nunggu di teras aja, deh. Saya mau nyusul Utep sama Pak Obi yang lagi ngecek di belakang."

Kami segera mengambil tas masing-masing dan ke luar dari studio mengikuti Bang Win. Tepat di depan studio, Teh Hani dan Teh Opi yang baru keluar dari studio tiga, menghampiri.

"Server down juga, Win. Semua siaran ngga sempet kerekam semua ini mah," lapor Teh Opi lesu.

"Ya udah, pada nunggu di depan aja," respon Bang Win sebelum menuju ke luar.

Kami berjalan dengan penerangan seadanya menuju teras luar. Tepat di depan studio satu yang pintunya terbuka, aku melihat seorang penyiar masih berada di sana.

"Syn? Hayu keluar, kayanya bakal lama deh padam listriknya," ajakku sambil lalu.

"Iya, Teh," jawabnya segera.

Aku kembali berjalan menyusul yang lainnya, yang sudah lebih dulu ke teras depan.

"Ngapain, Xu?" tegur Teh Hani.

"Nungguin si Syn tuh. Dikiranya listrik bakal nyala cepet kali, makanya dia diem aja di studio," jawabku sembari duduk.

"Ey rabun ey! Si Syn tidak masuk malam ini, itu kenapa daku menggantikannya dan masih ada di sini hingga jam segini," jawab Teh Hani, yang meskipun diucapkan secara santai, namun membuat jantungku berdebar.

"Euh, harus pake kacamata dong aku sekarang," balasku lirih agar tidak menimbulkan ketakutan pada yang lain.

"Eh, si Kokom, mana?" tanya Remi tiba-tiba.

"Aduh, masih di pantry kali ya?" tanya Adul balik. "Adul susul dulu deh, kesian."

Aku menatap sosok Adul yang berjalan masuk. Tidak lama, Pak Obi dan Kang Utep datang dari arah halaman samping dengan membawa tangga.

"Punten dulu ya cewek-cewek. Utep mau lepas lampu di atas nih. Gara-gara lampu konslet, listrik down gini astaga!" serunya terdengar kesal. "Awas hati-hati, di lantai ada pecahan bola lampunya tuh."

Dengan segera kami bangkit berdiri dan pindah ke ruang tamu dalam dekat resepsionis.

"Sabar ya guys. Ini yang kata Teh Rebel, kalau kita harus kerja keras dari awal lagi," ucap Teh Opi.

"Santai," balasku.

"Aman kok, Teh," sambung Remi.

"No problemo," timpal Gia.

"Woles," lanjut Teh Hani.

Kami saling berpandangan dan tersenyum lebar satu sama lain.

"Ish, si Kokom ngga ada di pantry. Udah pulang kali ya dia?" tanya Adul berjalan menghampiri.

"Kayanya iya, udah malem juga kan?" respon Teh Hani.

Adul duduk di sebelah Gia dan menghembuskan napas panjang. "Tau gitu Adul tadi ngga nyusulin ke pantry. Mana gelap lagi, mana ada penyiar yang nyebelin. Masa gelap-gelapan sendiri di studio. Diajak keluar ngga mau."

Deg!

Aku merasakan ketegangan yang perlahan merambati seluruh tubuh. Ternyata, bukan aku saja yang melihat sosok yang awalnya kusangka Syn.

"Ja moeder, hier ben ik" ("Ya ibu, aku di sini")

"Dag lieve jongen," zegt zij, met een snik ("Salam dari cucumu," katanya dengan menahan tangis)

Ketegangan semakin terasa saat terdengar suara lirih seorang pria yang menyanyikan lagu berbahasa Belanda. Dengan raut ketakutan, semua duduk saling merapat dan melempar pandangan ke segala arah, seolah sedang menunggu sesuatu yang akan muncul.

Terpopuler

Comments

Andini Andana

Andini Andana

pd nunggu hantu tanpa kepala 🙀🙈
awal2 yg sulit, ekstra kerja keras untuk gangguan2 gaib yg bermunculan 😔💪

2023-01-12

8

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!