Episode 6

Kejadian di depan mataku ini berlangsung cepat. Para penyiar lain dengan sigap menghampiri tiga penyiar wanita yang sudah bertingkah aneh. Masing-masing dari mereka dipegang erat oleh beberapa penyiar lain termasuk Teh Opi dan Teh Hani untuk disadarkan.

"Woi Adul! Bantu pegangin nih! Katanya dulu kamu suka bantuin pak ustad megangin orang kesurupan," seru Teh Opi.

Adul menggeleng cepat. "Teteh, tolongin Adul," serunya padaku lirih. "Kaki Adul lemes. Adul takut, Teh.

"Xu, ayo bantuin pegang!" Teh Hani berkata menatapku.

"I-iya, Teh," ucapku susah payah dan bangkit menuju ke arahnya diikuti oleh Gia dan Remi. Tanganku gemetaran saat menyentuh kaki salah satu penyiar wanita yang sempat melotot tajam ke arahku saat Teh Hani membacakan Ayat Kursi.

Tenaganya seolah menjadi berkali lipat, sehingga lima orang yang sedang memeganginya merasa kewalahan.

"Gi! Jangan ngelamun, baca ayat kursi!" sentak Teh Opi ketika menatap Gia yang pandangannya yang mulai kosong.

Terlambat! Tubuh Gia rebah ke lantai dalam beberapa detik setelah Teh Opi selesai bicara. Aku dan Remi segera menghampiri dan berusaha menyadarkannya.

"Adul bantuin!" seruku pada Adul yang masih ketakutan. "Ini Gia pingsan, bantuin!"

Dengan merangkak, Adul menghampiri kami dan ikut membantu menyadarkan Gia dengan cara menepuk pipi serta menggoyangkan tubuhnya.

Kelegaan yang menghampiriku saat melihat mata Gia mulai terbuka tidak berlangsung lama karena detik berikutnya ia tertawa nyaring.

"Astagfirullah! Teh Gia ketempelan demit!" ceplos Adul kencang yang langsung mendapat tatapan tajam dari Gia.

"Saya mau anak saya!" ucap Gia dengan penuh penekanan.

"Dih, ngehalu si Teteh," balas Adul dengan menepuk lengan Gia. "Nikah aja belum udah nanya anak!"

"Kembalikan anak saya!" teriak Gia lagi.

"Anak yang mana maksud Teteh? Istigfar, Teh! Tomo belum juga jadi suami Teteh, tapi Teteh udah nanyain anak," jawab Adul lagi.

"Anak saya ma*ti! Anak-anak saya ma*ti saat mereka akan pergi mengunjungi nenek mereka di negeri yang jauh di sana!" teriak Gia lagi.

"Si Teh Gia kenapa sih, Teh?" tanya Adul padaku. "Ngomongnya ngaco."

"Kamu dari tadi teh ngga sadar situasi? Temen-temen pada kesurupan, ini Gia juga kayanya ikut kesurupan!" sentakku kesal. Sepertinya, rasa takut membuat cara berpikir Adul melambat.

Adul terbelalak setelah mendengar jawabanku, lalu dengan cepat melirik ke arah Gia yang sudah tertawa kembali.

Plak!

"Indit maneh! (Pergi kamu!)" ucap Adul dengan menepuk kening Gia kencang.

"Astagfirullah!" Aku dan Remi luar biasa kaget saat melihat Adul melakukan hal tersebut.

"Indit, indit, indit! (Pergi, pergi, pergi!)" ulangnya lagi sembari menepuk kening Gia berkali-kali. Dengan cepat Remi menahan tangan Adul yang hampir mendarat kembali di kening Gia yang sudah terlihat merah.

"Pegangin kepalanya, Dul. Teteh mau babacaan," suruhku. Aku menunduk ke arah telinga Gia dan membacakan Ayat Kursi dengan suara kencang sembari memegang salah satu tangannya. Remi memegang tangannya yang lain sedangkan Adul pindah ke atas kepala Gia dan memegangnya kuat.

Kepala Gia bergerak liar setiap aku mengucapkan ayat per ayat.

Plak!

Adul kembali menepuk kening Gia kencang karena kepalanya tidak berhenti bergerak yang membuatku serta Remi kembali terkejut. "Cicing! Rek dibacakeun doa ku Teh Inoxu! (Diam! Mau dibacakam doa oleh Teh Inoxu!)" serunya. "Cepet bacain lagi, Teh!"

Aku kembali membacakan Ayat Kursi berkali-kali hingga rasanya tenggorokanku kering. Lolongan dan teriakan para penyiar lain yang kesurupan semakin kencang memenuhi setiap sudut ruangan ini, bersahutan dengan Ayat Kursi yang dibacakan berulang-ulang.

Brak!

"Astagfirullah!" seru Adul kaget karena posisinya paling dekat dengan pintu depan yang baru saja dibuka dengan keras.

Sosok Pak Obi terlihat berjalan masuk. Dengan cepat, beliau mendatangi satu persatu penyiar yang kesurupan, membacakan sesuatu di telinga sebelum mengusap kepala mereka pelan.

Teriakan-teriakan berangsur menghilang sebelum akhirnya para penyiar yang kesurupan kembali kehilangan kesadaran. Tidak lama kemudian, listrik mulai menyala dan membuat ruangan seketika terang benderang. Terdengar derap langkah kaki mendekat, dan aku melihat Bang Win serta Kang Utep masuk dengan pandangan kaget.

"Bawa masuk ke ruang meeting," ajak Kang Utep. Kami semua serempak mengangkat para penyiar yang tidak sadarkan diri termasuk Gia.

***

"Perasaan Bapak ngga enak waktu meninggalkan kalian di sini," ucap Pak Obi membuka pembicaraan.

Aku, Bang Win, Kang Utep, Teh Hani dan Teh Opi berkumpul di teras bersama beliau setelah peristiwa yang melelahkan beberapa saat lalu terjadi. Semua penyiar lain sudah pulang ke rumah mereka masing-masing dan hanya menyisakan kami.

"Bangunan ini dari dulu memang udah terkenal angker. Para pembantu keluarga Neng Nday juga dulu ngga pernah ada yang betah bekerja di sini karena sering mendapat gangguan."

"Asli, kaget banget kita tadi, Pak," sahutku lirih. Pak Obi tersenyum menatapku.

"Bener, Pak. Apalagi pas ada sosok wanita pribumi yang merayap di tembok, sama sosok yang ngga punya kepala," tambah Teh Opi.

Bang Win menatapku lama dan mengeratkan genggamannya di tanganku.

"Mana tadi nyanyi lagu bahasa Belanda, lagi," sambung Teh Hani. "Bikin serem banget."

"Emang dulu rumah ini, yang punya orang Belanda?" tanyaku penasaran.

"Kabarnya sih gitu, Neng. Dulu, rumah ini dibangun oleh seorang pria berkebangsaan Belanda, yang menikahi wanita pribumi dan memiliki dua orang anak. Kisah tragis terjadi saat pria Belanda itu bermaksud pulang ke Belanda dan membawa kedua anaknya untuk bertemu nenek mereka yang belum pernah sekalipun mereka temui. Sayangnya, tepat saat mereka akan pergi, mereka diban*tai oleh tentara Jepang yang waktu itu sudah mulai berkuasa di Indonesia."

Kami semua mengangguk-angguk.

"Tragisnya lagi, istri dari pria itu menyaksikan langsung ketika kedua anaknya dibu*nuh, serta suaminya dipenggal. Sejak saat itu, wanita tersebut menjadi kurang waras hingga menemui ajalnya beberapa saat setelah kejadian."

Keheningan tercipta karena kami sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Jadi, yang tadi kami lihat itu, arwah pemilik rumah, ya Pak?" tanya Teh Opi lirih pada akhirnya.

Pak Obi terkekeh. "Jelas bukan. Ketika seorang manusia meninggal dunia, selesai sudah semua urusannya di dunia ini. Jika ada yang bilang pernah bertemu dengan sosok orang yang sudah meninggal, Bapak cuma bisa bilang kalau itu bukanlah orang yang bersangkutan. Pernah dengar kalau setiap manusia itu terlahir dengan pendamping?"

Kami semua mengangguk kembali.

"Setiap manusia terlahir dengan pendamping yang bernama Jin Qorin. Jin ini mengikuti dari sejak manusia lahir, hingga manusia tutup usia. Intinya sama persis seperti manusia yang diikutinya, termasuk mengetahui segala sesuatu yang manusia itu rasakan.

Saat manusia tersebut meninggal, Jin Qorin tetap berada di dunia dengan segala sesuatu yang sama seperti manusia tersebut. Termasuk jika ada perasaan yang mendalam terhadap seseorang atau suatu tempat. Sosok jin inilah yang sering dikira arwah manusia tersebut dan terkadang menampakkan diri."

"Jadi bukan arwah ya, Pak?" tanya Teh Opi.

"Jelas bukan, Nak. Arwah akan memasuki fase alam kubur, sebelum saatnya hari di mana semua manusia dibangkitkan kembali. Setau Bapak seperti itu, Wallahu a'lam bish-shawab," jawab Pak Obi menutup pembicaraan.

Terpopuler

Comments

Andini Andana

Andini Andana

antara pen ketawa, sebel dan takut.. disaat kesurupan masal begitu, tingkah Adul adaaa ajah 😂😂
btw kok Adul ga ikut kesurupan yaa? biasanya kan dia langganan 🙊

2023-01-11

7

Andini Andana

Andini Andana

mantap pak Obi penjelasannya.. dan othornya lebih mantap lagi 👍👍😍😍

2023-01-11

5

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

aih si Adul jelas weh atuh jurig na teu daek cicing 😩😫..da teu hayang di doakeun..hayang na di bere sajen meureunan 😣

2023-01-11

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!