Episode 17

"Bang Win, Youtuber mana sih yang mau syuting di sini?" tanya Gia, saat kami sudah berkumpul di sofa teras sesudah sholat magrib berjamaah.

"Senja Mataram nama channelnya," jawab Bang Win singkat.

Rencananya, malam ini Radio Rebel akan kedatangan seorang Youtuber yang katanya ingin membuat konten penelusuran, di bangunan yang dianggap berhantu.

"Kaya baru denger," gumam Remi. Ia segera mengetik sesuatu di layar ponselnya.

"Ya emang baru," lanjut Bang Win. "Tapi kalau udah ketemu sama orangnya, pasti kenal deh. Dia udah duluan terkenal di Tiktok dan Instagram. Ngga tau kenapa, pas di Youtube banting stir banget dan ngangkat tema yang baru."

"Ngga ada mukanya, tapi suaranya mah familiar," celetuk Remi memperlihatkan layar ponselnya.

Bang Win hanya tersenyum simpul dan sontak semakin membuatku bertanya-tanya. Di saat bersamaan, terlihat Adul berjalan gontai memasuki halaman.

"Si Adul masih patah hati gara-gara Kokom?" tanya Gia lirih. "Kan ada si Kekey. Ya walaupun awalnya settingan, tapi kan lumayan dari pada manyun."

"Iya ya? Kayanya anaknya ngga macem-macem. Mau diajak ke pasar malem aja girangnya bukan main," sambungku.

"Ssshh, diem. Orangnya nyampe tuh," tegur Remi.

"Assalamualaikum," seru Adul lirih sebelum menghempaskan tubuhnya di sofa kosong sebelah Remi.

"Waalaikumusalam," jawab kami serempak.

"Ih kamu teh, liat-liat kalo mau duduk!" seru Remi sewot karena tubuhnya terhempas saat Adul duduk.

"Pandangan Adul gelap, Teh Remi," sahutnya lagi dengan suara pelan.

"Ah lebay! Heh, pernah denger ngga kalo di dunia ini satu laki-laki punya jatah empat perempuan?" tanya Gia.

"Buat dinikahin semua?" Adul bertanya penasaran.

"Ya bukan-lah! E*dan apa? Buat dipilih yang terbaik diantara yang paling baik. Jadi kalau Kokom lewat, masih ada tiga lagi. Nah, cari dah tuh!"

"Nyari di mana yang semodel Kokom, Teteh?" tanya Adul lagi setelah menghembuskan napas panjang.

"Santai aja, Dul. Saya telat nikah aja dapet yang speknya unggulan," timpal Bang Win. "Ngga usah terlalu buru-buru. Kalau udah waktunya pasti bakal ketemu."

"Betul, akan indah pada—."

"Pada waktunya?" tanya Adul memotong ucapanku.

"Pada-hal ngga!" lanjutku menyeringai.

"Ish Teh Inoxu mah!" keluh Adul sinis.

Aku tertawa melihat wajah Adul yang nelangsa, saat dari pintu gerbang sebuah mobil masuk dengan menekan klakson berkali-kali.

"Siapa sih? Norak banget deh!" maki Gia.

Kami menatap dengan penasaran ke arah mobil yang baru saja berhenti di tempat parkir, dan seketika menganga waktu melihat pengemudinya turun dengan menenteng sebuah kamera.

"Dokter Abo?!" seru Remi heran.

Dokter itu bukannya masuk, namun berdiri di depan bangunan dan terlihat seperti sedang merekam.

"Halo semuanya," sapanya setelah menghampiri kami di teras. "Ngga ada penyambutan buat kedatangan saya nih? Kok crew Radio Rebel cuek-cuek banget sih?"

"Selamat datang di kantor baru Radio Rebel," ucap Bang Win berdiri, pada akhirnya. "Saya udah membaca email kiriman dari dokter, dan saya persilakan untuk membuat konten di sini. Mohon maaf, saya tinggal dulu. Untuk selanjutnya nanti bisa dibantu sama temen-temen yang lain."

Dokter Abo tersenyum jumawa dengan melipat kedua tangan di dada dan melihat ke arahku.

"Halo Teh Inoxu, makin cantik aja deh. Kok, pas nikah ngga ngundang sa—."

"Yank, aku keluar dulu ya? Mau jemput Utep, mobilnya lagi di bengkel," potong Bang Win cepat yang membuat dokter Abo meliriknya tajam.

"Hati-hati sayangku!" balasku mengerti kode yang Bang Win berikan. Selama ini, ia tidak pernah lagi memanggilku dengan panggilan sayang di depan yang lain. Namun, dokter Abo pengecualian. Bang Win secara tidak langsung menegaskan batasan pada pria itu.

"Silakan duduk, dokter," Remi mempersilakan. "Ngomong-ngomong, gimana ceritanya bisa banting stir bikin konten horor?"

"Iseng aja. Saya pengen ngasih sesuatu yang baru buat para fans saya. Dan lagi—," dokter Abo mencondongkan tubuhnya ke arah Remi setelah ia duduk. "Sejak terakhir kali saya ikut siaran di Radio Rebel yang lama, saya jadi bisa liat yang aneh-aneh. Sepertinya, kemampuan terpendam saya baru muncul."

"Ya jelas aja, si kemben nempel sama dia mulu," celetuk Adul yang dengan segera membuat Gia menutup mulutnya.

"Heh! Kamu jangan deket-deket saya! Nanti kesurupan kaya waktu itu, terus peluk-peluk, lagi! Geli tau ngga!" ucap dokter Abo begitu melihat Adul.

"Ey gaya banget! Dikira, Adul juga suka kali peluk-peluk dia," balas Adul menatapku. "Najong!"

"Jadi rencananya, dokter mau gimana ini?" tanyaku menengahi.

"Saya mau ambil dulu video pendek bangunan ini, terus nanti ikut siaran. Nah abis siaran, saya mau keliling buat bikin video, sambil liat spot-spot yang serem," jawabnya.

"Oh oke," jawabku singkat menutup pembicaraan.

***

"Standby! Hoi, Adul, standby!" seru Remi melihat Adul yang menelungkupkan kepalanya di atas meja.

"Teh Inoxu aja siaran sendiri. Adul nanti yang nelpon narasumber," jawabnya lesu.

"Dih, makan gaji buta! Ngga siaran tapi gaji full," celetuk dokter Abo yang membuat Adul sontak mengangkat wajah, dan memberikannya tatapan tajam.

"Ngga usah diladenin," bisikku sembari menarik jaket Adul. Tidak lama, ia kembali menelungkup di meja.

"Xu! 3, 2, 1, on air!" Remi mengangkat jempolnya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat malam saya ucapkan untuk semua pendengar setia Kisah Tengah Malam di mana pun berada. Saya Inoxu dari studio dua Radio Rebel Bandung 12,08 FM akan menemani istirahat malam kalian dengan sajian kisah yang berasal dari narasumber. Selamat datang juga saya ucapkan untuk dokter Abo, atas kunjungannya ke kantor baru Radio Rebel.

Sebelum memulai kisah, saya akan memutarkan satu lagu, permintaan Ratih Dwi Astuti dari Ari Lasso dengan Hampa, salam-salamnya untuk para pendengar Radio Rebel dan untuk kamu yang sekarang entah berada di mana. Selamat mendengarkan dan stay tuned terus ya!"

Aku mematikan mic dan melihat ke arah Adul yang dengan lesu menghubungi narasumber. Setelah tersambung, ia meminta seseorang di ujung sambungan telepon untuk menunggu.

Di mejanya, Gia melirikku dengan tatapan kesal karena dokter Abo yang duduk di depannya, meminta untuk memegang kamera sementara dokter tersebut merekam pembukaan video.

"Itulah dia Ari Lasso dengan Hampa. Selamat datang saya ucapkan untuk para pendengar yang baru saja bergabung di Kisah Tengah Malam. Di ujung sambungan, sudah ada narasumber kita untuk malam ini. Halo, dengan siapa di mana?" tanyaku melanjutkan siaran setelah lagu berakhir.

"Halo Teh Inoxu, dengan Ita di Astana Anyar."

"Halo Ita, mau cerita apa?"

"Mau cerita pengalaman waktu kerja di Subang, pas ikut sama kaka saya, Teh."

"Mangga, Ita," aku mempersilakan.

"Awalnya, saya ikut tinggal sama kakak saya dan kakak ipar. Pas udah gajian, saya niat nyari tempat tinggal sendiri, biar lebih leluasa gitu, Teh."

"Iya bener, terus dapet?" tanyaku.

"Dapet. Pas nanya ke temen, ada kontrakan petak deket sama kontrakannya, dan letaknya tepat di depan pabrik tempat kerja saya. Posisi kontrakan saya, di bagian belakang kontrakan petak yang lebih besar. Lebih mirip kamar kost karena cuma ada satu ruangan sama kamar mandi yang ngga ada pintunya.

Keanehan pertama terjadi setelah seminggu tinggal di situ. Sepulang kerja, saya lagi rebahan waktu kedengeran ada suara, kaya orang lagi jedotin kepala ke tembok, dan asalnya dari kamar mandi. Saya perhatiin, suara itu bersamaan sama suara pasir yang jatuh di atap kontrakan saya. Saya tuh takut, tapi luar biasa penasaran, makanya saya liat ke kamar mandi. Pas saya liat, suara di tembok berhenti, dan ngga ada tumpukan pasir yang suaranya kedengeran jatuh. Akhirnya saya balik rebahan, dan suara itu juga kedengeran lagi. Karena cape banget, ya saya abaikan aja.

Pas ngga sengaja ketiduran, saya mimpi didatengin sama seorang gadis, cantik banget! Dia nangis, terus meluk saya sambil minta tolong. Lama kelamaan pelukannya makin kenceng sampai bikin sesak napas. Waktu saya berusaha ngelepas pelukan gadis itu, tiba-tiba dia ketawa cekikikan. Serem banget pokoknya, Teh. Dan untungnya saya kebangun. Walaupun cuma mimpi, tapi jelas banget kalau saya ikutan sesek napas.

Ngga lama, kedengeran pengajian dari mesjid tanda azan subuh mau berkumandang. Saya langsung aja turun dari tempat tidur buat mandi, sholat dan siap-siap kerja. Pas udah siap, karena masih pagi banget, saya duduk-duduk di kontrakan temen saya, yang nunjukin kontrakan tempat saya tinggal. Sekalian aja saya cerita kejadian tadi malam. Eh, pas lagi cerita, kedengeran lagi suara dari dalam kontrakan saya. Anehnya, saya aja yang denger, temen saya ngga denger apa-apa waktu saya tanya. Karena takut, saya mutusin buat langsung ke tempat kerja.

Pulang kerja, saya inisiatif buat ngaji sesudah sholat isya. Harapan saya, biar malem ini ngga akan ada gangguan lagi kaya malem sebelumnya. Tapi, perkiraan saya salah. Suara dari kamar mandi semakin kenceng, sampai-sampai saya ngga bisa tidur. Karena cape dan ngantuk, jadinya saya kesel, terus ngomong sendiri."

"Ngomong apaan?" tanyaku lagi.

"Saya bilang, heh setan! Kontrakan ini tempatnya manusia, dan saya yang bayar. Kalau kamu mau numpang, jangan ngeganggu. Kan saya yang bayar, kamu cuma numpang. Gara-gara kamu ganggu, saya jadi ngga bisa tidur, kerja juga jadi keganggu."

"Ada efeknya ngga?" Aku teringat Teh Hani, Bang Win, serta aku sendiri, saat membentak makhluk tak kasat mata di kantor lama Radio Rebel.

"Ada teh. Suara gedoran sama suara pasir jatuhnya berhenti, akhirnya malem itu bisa tidur nyanyak. Pas paginya, saya cerita lagi ke temen, dan dia baru bilang kalo yang ngontrak di tempat saya biasanya ngga pernah lama. Paling lama dua minggu, karena penghuni sebelumnya sakit, sampai harus berhenti kerja.

Dan pas cerita ke kakak, dia juga bilang kalo emang yang ngontrak di tempat yang saya tinggali, ngga pernah bertahan lama. Gosipnya, yang punya kontrakan ngelakuin pesugihan.

"Lah, serem banget atuh kalau pesugihan mah," celetukku kaget. "Terus, Ita masih tinggal di sana?"

"Udah ngga, Teh. Cuma sebulan, sekalian ngabisin masa sewa. Abis itu pindah ke mess karyawan yang disediain tempat kerja."

"Alhamdulillah. Aman atuh ya sekarang mah?"

"Alhamdulillah aman, Teh. Ya segitu aja pengalaman saya, makasi ya Teh Inoxu, udah ngehubungin buat jadi narasumber. Salam buat penyiar Radio Rebel yang lain."

"Sama-sama Ita. Makasi juga ya, udah mau berbagi pengalaman. Sehat selalu!" ucapku sebelum mematikan sambungan.

"Akhir dari cerita Ita menandakan jika harus berakhir juga Kisah Tengah Malam kali ini. Satu lagu sebagai penutup, akan saya putarkan, permintaan Anggi Aningtias dari Once dengan Dealova. Salamnya untuk mantan, yang katanya ngga bisa hidup tanpa saya, namun sampai sekarang masih hidup, bahkan bahagia dengan pasangan barunya. Waduh! Mantannya Teh Anggi bisa aja gombalnya. Hahaha! Akhir kata, terima kasih sudah bergabung bersama saya, Inoxu dan tim mohon pamit. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Aku mematikan mic dan melepas headohone, di saat yang sama dengan dokter Abo yang berdiri dan mulai merekam ke sekeliling.

"Ayo anterin saya keliling!" ucapnya pongah.

Aku berdiri dengan yang lainnya dan berjalan mengekor di belakang dokter Abo, ke luar studio. Adul yang berjalan di belakangku dan Gia, mendekat dan berbisik lirih.

"Bawa ke studio satu, biar kapok sekalian! Adul sebel liatnya."

Aku mengangguk pelan sedangkan Gia mengangkat jempolnya.

"Coba dong, Teh Inoxu. Tunjukin ruangan yang menurut penyiar di sini, paling serem," dokter Abo menengok ke arahku.

Aku menunjuk studio satu, dan mengajak dokter Abo memasuki ruangan tersebut.

"Kayanya biasa aja ini mah! Kantor baru Radio Rebel cuma menang luas aja sama arsitektur kolonial. Kalo serem mah, kayanya masih serem di kantor lama," ucap dokter Abo melihat ke sekeliling sebelum ia meletakkan kameranya di sebuah tripod lipat yang dibawa, dan duduk di sebuah kursi, tepat di depan kamera. "Ayo dong, mana penampakannya? Banyak postingan di twitter bilang kalo kantor baru ini angker. Mana-mana? Masa ngga muncul? Payah! Berlebihan banget emang para fans Radio Rebel. Lebay!"

Aku dan yang lain hanya tersenyum, serta pelan-pelan berjalan mundur menuju pintu studio, setelah Adul tersentak dan memberi tanda dengan lirikan matanya.

Tep! Lampu ruangan padam, disusul dengan sebuah nyanyian lirih berbahasa Belanda.

Ja moeder, hier ben ik

Dag lieve jongen, zegt zij, met een snik

Dokter Abo menatap ke arah kami yang sudah berada di luar pintu studio dengan tatapan mulai takut. Ia berlari ke arah kami, tepat saat Adul menutup pintu dan menguncinya dari luar. Di dalam, nyanyian berbahasa Belanda itu semakin terdengar jelas.

Bruk! Sepertinya dokter Abo menabrak pintu.

Gubrak gubrak gubrak!

Kami tersenyum simpul satu sama lain saat membayangkan keadaan dokter Abo, yang ketakutan di dalam sana, dan sedang mencoba membuka pintu sekuat tenaga.

Terpopuler

Comments

alena

alena

si adul puas bisa ngerjan dr.abo 🤣🤣🤣

2023-03-11

1

Andini Andana

Andini Andana

dokter Abo tadi aja teriak2 nyariin, pas disamperin,langsung gubrak gubrak 😂

2023-01-14

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!