Bianca masuk ke dalam kamar, ia melihat Raka sedang berusaha menghentikan tangisan Kiano sekarang ini. Namun usaha Raka tampaknya tidak berbuah manis, Kiano masih terus menangis.
Bianca menghela nafas, ia berjalan mendekati Raka lalu mengambil Kiano dari pelukan pria itu dan menggendong nya.
"Mami, hiks … aku nggak mau ketemu mbak lagi. Aku mau sama mami aja." Ucap Kiano dengan pelukan yang erat.
Bianca tidak bicara, ia hanya mengusap-usap punggung Kiano lembut dan berharap bahwa bocah itu akan tidur.
Raka ikut bangkit, ia mendekati istri dan anaknya, lalu mencium kening Kiano yang tangisannya mulai reda.
"Nanti setelah Kiano tidur, kita bicara ya, Sayang." Ucap Raka pelan.
Bianca hanya memutar bola matanya tanpa berniat menyahut. Tentu saja mereka harus bicara, bahkan Bianca ingin menghadiahi suaminya ini tamparan yang sama.
Pelan-pelan Kiano akhirnya tidur dalam gendongan Bianca. Sudah tidur saja nafas Kiano masih terdengar sesak, membuat Bianca tidak tega.
"Sayang, Kiano sudah tidur." Ucap Raka memberitahu.
Bianca pun lekas merebahkan tubuh Kiano di atas ranjang, ia juga menyelimuti bocah itu sampai batas perut.
"Bia." Panggil Raka, tangannya memegang tangan gadis itu.
"Lepasin, Mas. Aku mau mandi," pinta Bianca ketus.
"Bia, saya mau minta maaf. Kita bicara dulu ya, setelah itu baru kamu mandi." Ajak Raka dengan lembut.
Bianca menghela nafas, ia pun mengangguk lalu duduk di sofa yang ada di kamar.
Raka lekas menyusul, ia duduk di sebelah istrinya dengan perasaan bersalah. Tentu saja, karena Raka tidak mau mendengarkan ucapan istrinya dan terus percaya pada Susi.
"Bia, maafin saya ya. Maaf karena tidak percaya sama kamu, saya sangat menyesal. Entah sejak kapan semua ini terjadi, tapi selama ini saya melihat Kiano baik-baik saja, makanya saya kurang percaya." Ucap Raka panjang.
Bianca menoleh. "Iyalah menurut kamu baik, karena dia juga pintar bersandiwara apalagi di depan kamu, Mas." Timpal Bianca.
Kening Raka mengkerut, ia tidak mengerti maksud kata-kata Bianca barusan.
"Maksudnya gimana, Sayang?" tanya Raka lembut.
"Nggak tau deh, aku cuma mau bilang satu hal saja kamu." Ucap Bianca dengan serius.
"Tangan aku dari tadi udah gatel mau nampar kamu tahu nggak, apalagi kalo kamu belain si Susi terus." Lanjut Bianca.
Raka tersenyum. "kamu cemburu, Bia?" tanya Raka.
Bianca melengos. "Cemburu? Buat apaan! Nggak mungkin aku cemburu, aku aja nggak suka sama kamu." Jawab Bianca sewot.
Raka meraih tangan Bianca, ia lalu mencium tangan itu tanpa ragu sama sekali.
"Iya-iya. Yaudah, tadi katanya mau tampar aku, nih." Tutur Raka memalingkan wajahnya dan menunjukkan pipinya.
Bianca mengepalkan tangannya, ia menghela nafas lalu siap untuk menampar, namun ketukan pintu membuat gerakan nya terhenti.
"Permisi Tuan dan Nona. Di bawah sudah ada polisi, mereka menunggu untuk minta keterangan." Ucap seorang pelayan dari luar kamar.
Raka bangkit, ia lalu menarik tangan istrinya dan mengajaknya keluar dari kamar.
"Lepasin, nggak usah gandengan kan bisa. Bukan mau nyebrang!" cibir Bianca lalu melangkah ke lantai bawah duluan.
Sampai di lantai bawah, tampak dua orang anggota polisi yang sedang bicara dengan Susi.
"Siang, Pak." Sapa Raka duluan.
"Pak Raka, selamat siang. Kami datang atas laporan dari salah satu anggota rumah ini, katanya dia pengasuh yang melakukan tindak kekerasan pada anak anda." Ucap polisi itu.
"Benar, Pak." Balas Raka mengangguk tegas.
Mereka bicara sedikit tentang kesaksian Raka dan Bianca, lalu setelah di rasa cukup, Susi pun di bawa pergi untuk diperiksa.
Sebelum keluar dari rumah, Susi menoleh ke belakang, menatap tajam Bianca.
"Lihat saja, Nona. Aku akan membalas!" ucap Susi berteriak.
Bianca hanya diam sambil melipat tangan di dada. Namun ia dikejutkan oleh tangan Raka yang merangkul bahunya.
"Makasih, Bia. Andai kamu nggak samperin Kiano ke kamarnya tadi, mungkin Susi akan terus melakukan kekerasan sama Kiano." Ucap Raka menatap hangat Bianca.
Bianca terhipnotis oleh tatapan Raka, namun sesaat kemudian ia malah menghadiahi pukulan di pipi suaminya.
"Awww …" Raka meringis karena kaget, pukulan itu tidak sakit sama sekali.
"Itu akibat kamu terus dukung penjahat." Ketus Bianca lalu pergi ke kamarnya.
Raka meringis sambil mengusap pipinya, ia yang hendak pergi terhenti saat melihat para pekerja di rumahnya melongo menatapnya.
Raka berdehem, ia kembali ke gaya nya yang dingin.
"Lanjutkan pekerjaan kalian." Ucap Raka tanpa ekspresi.
Usai mengatakan itu, Raka pun melangkah naik ke lantai dua, tepatnya le kamarnya.
Saat Raka masuk, ia melihat Bianca sedang berbaring di sebelah Kiano. Gadis itu bisa di bilang memeluk Kiano walaupun tidak erat.
Jujur, Raka sangat bahagia melihatnya. Entah apa yang membuat Bianca akhir-akhir ini sayang pada Kiano, yang jelas ia sangat bersyukur.
***
Setelah makan malam, Raka berkumpul bersama anak dan istrinya di ruang tamu. Kiano bermain mobilan di sebelah Bianca yang asik menonton drama. Sementara Raka, pria itu sibuk dengan laptopnya.
"Papi, ayo main!" ajak Kiano dengan riang.
"Nanti ya, Sayang. Papi lagi banyak kerjaan, papi harus selesaikan semuanya dulu." Balas Raka tanpa menatap Kiano dan terus fokus pada laptopnya.
Bianca yang mendengar ucapan Raka lantas menoleh. Bianca menatap Raka dan Kiano bergantian, lalu geleng-geleng kepala.
"Makanya kalo nggak mau diajak main sama anaknya, jangan ada disini. Lagian kerja bukan di ruang kerja," ucap Bianca tanpa menatap suaminya.
Raka mengangkat wajahnya, ia tersenyum ke arah sang istri lalu meletakkan laptop di pangkuannya.
"Aku kerja supaya lusa bisa tenang bulan madunya sama kamu, Sayang." Jelas Raka lembut.
Bianca melotot, ternyata Raka masih ingin bulan madu. Bianca mengira karena kasus Susi, suaminya itu enggan meninggalkan Kiano, tapi ia salah.
Bianca tidak membalas, ia hanya mendengus lalu memilih untuk mengobrol dengan Kiano.
"Kiano main sendiri aja, nggak usah ajak papi yang sedang SIBUK." Ucap Bianca menyindir dengan menekan kata 'sibuk'.
"Oke, Mami." Timpal Kiano santai.
"Kiano, mami boleh tanya nggak?" tanya Bianca pelan.
"Boleh dong, Kiano kan sayang mami, jadi apapun yang mami mau pasti aku turutin." Jawab Kiano tulus.
Bianca tersentuh, ia tidak menyangka bahwa bocah 5 tahun itu akan berkata demikian.
Bianca pantas mengusap rambut Kiano, laiu mencium keningnya.
"Mami mau tanya, kenapa kamu dari dulu nggak ngadu sama papi soal mbak Susi?" tanya Bianca penasaran.
"Soalnya kata mbak, kalo aku ngadu nanti nggak ada yang kasih aku makan, nggak ada yang ajak aku main, dan nggak ada yang temani aku bobok. Papi kan sibuk kerja, kalo mami dulu aku nggak punya." Jawab Kiano dengan polos.
Kiano lalu duduk di pangkuan maminya, bocah itu menyandarkan kepalanya di dada Bianca lalu melingkarkan tangannya di leher sang mami.
"Tapi sekarang aku udah punya mami, jadi aku berani untuk bilang. Apalagi mbak kayaknya takut sama mami," tambah Kiano.
Bianca terkekeh, ia mengusap punggung Kiano lalu membalas pelukan bocah itu erat-erat.
"Oh, jadi sekarang udah pintar ya." Bisik Bianca lalu menggelitik perut Kiano.
Kiano tertawa lepas, begitupula dengan Bianca yang tampak menikmati kebersamaan dengan Kiano.
Raka yang sejak tadi memperhatikan dalam diam ikut tertawa sambil geleng-geleng kepala. Dalam hatinya, tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihat Bianca menerima Kiano.
"Mami, hahaha … perut aku geli!!" ucap Kiano masih dengan tawa.
Bianca ikut tertawa, bahkan tanpa sadar gadis itu terus mencium pipi Kiano dengan gemas.
Raka tersenyum, ia meletakkan kertas-kertas dan laptop di atas meja, kemudian mendekati anak dan istrinya itu.
"Papi nggak diajak?" tanya Raka.
Kiano berhenti tertawa dengan nafas yang terengah. "Papi kan lagi kerja." Jawab Kiano jujur sekali.
"Benar, tapi papi juga mau ikut bercanda." Kata Raka lalu menatap Bianca.
Kiano dan Raka sama-sama menatap Bianca, membuat gadis itu bingung bercampur takut.
"Kenapa tatap aku?" tanya Bianca mengerutkan keningnya.
"Sekarang giliran mami yang gelitik perutnya!!!" ucap Kiano dengan penuh semangat.
"Ayo kita gelitik perut mami." Ajak Raka ikutan semangat.
Bianca melotot, ia bangkit dari duduknya lalu berlari menjauhi Kiano dan juga Raka. Sambil berlari, Bianca terus tertawa sampai memenuhi ruang tamu.
"Mami, jangan lari." Ucap Kiano terus mengejar maminya.
Bianca dan Kiano terus berlari memutari sofa yang ada di sana, sementara Raka hanya melihat sambil ikut tertawa.
"Kejar mami, jangan sampai mami kabur." Ucap Raka memprovokasi.
"Awas kamu, Mas!!" timpal Bianca.
Bianca melempar tatapan permusuhan pada Raka, ia menghentikan tawanya lalu menangkap tubuh Kiano.
Bianca lalu membisikkan sesuatu di telinga Kiano.
"Oke?" Tanya Bianca menunjukkan ibu jarinya.
"Oke, Mami." Jawab Kiano manggut-manggut.
Kiano lalu mendekati Raka. "Sekarang giliran papi!!" ucap Kiano.
Raka terlonjak, ia ingin lari tapi kakinya malah tersandung karpet. Raka hanya bisa menghela nafas, ia pasrah di gelitik perutnya oleh anak dan istrinya itu.
Raka terus tertawa karena tak kuasa menahan rasa geli di perutnya.
"Sayang, tolongin saya." Ucap Raka memelas.
Bianca tertawa jahat. "Silahkan nikmati hukuman anda, Pak." Balas Bianca.
Raka memegang tangan istrinya yang hendak berdiri, dengan gerakan cepat pria itu langsung mendaratkan kepalanya di pangkuan sang istri.
"Mas, kamu ngapain!!" seru Bianca kaget.
Raka memeluk pinggang Bianca dengan kepala menghadap ke perut istrinya.
"Nah, kalo gini kan saya pasrah di gelitik sama Kiano sampai pagi juga." Ucap Raka full senyum.
Bianca hanya mendengus, ia berusaha untuk menjauhkan kepala Raka ataupun melepaskan pelukan pria itu, namun tidak berhasil.
ADA YG MANIS TAPI BUKAN GULA 😫
Bersambung..............................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Mami Radifa
Wahhhh jadi ikutan senang 😁😁😁🥰
2024-08-31
0
Jarmini Wijayanti
ikut 🤗🤗 seneng
2024-02-28
0
🌹Fina Soe🌹
perlahan tapi pasti bianca menerima semuanya..
2023-11-10
0