Raka berlari menyusul istrinya yang masuk ke dalam kamar. Ia hendak ikut masuk, namun sayangnya pintu dikunci dari dalam.
Raka menggedor pintu kamar itu, sambil terus memanggil nama istrinya.
"Bia, buka pintunya. Kita harus bicara, Bia." Ucap Raka seraya terus mengetuk pintunya.
Tidak terdengar apapun, antara Bianca yang diam atau Raka yang tidak bisa dengar, sebab kamar itu kedap suara.
Raka menghela nafas, sepertinya Bianca menangis dan butuh waktu untuk sendiri. Akan lebih baik ia membiarkan itu sementara, dan mereka bisa bicara nanti.
Raka pun memilih untuk pergi, ia akan mengajak Kiano jalan dan melupakan penolakan yang Bianca lakukan tadi.
"Kiano, Sayang. Jalan-jalan yuk sama papi," ajak Raka dengan wajah sumringah.
Walaupun pikiran dan hatinya kacau, sebisa mungkin Raka akan bersikap selayaknya ia baik-baik saja.
"Aku tidak mau, papi. Aku mau main sama mami, papi kan sudah berjanji padaku." Tolak Kiano dengan wajah sedihnya.
Raka terdiam sesaat, ia lalu tersenyum sembari berlutut di hadapan putranya yang tampan.
"Mami lagi sibuk, Sayang. Nanti kita bujuk mami bareng-bareng ya buat main," tutur Raka sembari mengusap wajah putranya.
Kiano menggeleng, pipinya menggembung sebagai tanda bahwa bocah sedikit merajuk pada papinya.
"Nanti papi ingkar lagi." Balas Kiano sedih.
"Mami nggak mau main sama aku ya, Pi? Apa aku nakal makanya mami nggak mau main sama aku?" tanya Kiano dengan polos.
Hati Raka terasa tercubit mendengar pertanyaan dari putra kecilnya. Ia hanya bisa tersenyum lalu memeluk Kiano, tanpa bisa menjawab pertanyaan bocah itu dengan kata-kata.
"Kiano main sama mbak dulu ya, papi nggak janji lagi, tapi papi akan berusaha untuk membujuk mami kamu." Tutur Kiano.
Raka lalu beralih menatap pengasuh Kiano, ia memberi kode pada wanita seumuran mamanya itu untuk membawa Kiano main di taman.
Kiano pun akhirnya pergi ke taman belakang rumah untuk bermain dengan pengasuhnya, sementara ia akan mengerjakan pekerjaan kantornya sambil menunggu Bianca keluar dari kamarnya.
Sementara itu Bianca, gadis itu menangis sejadi-jadinya di atas ranjang. Tubuhnya yang telungkup dengan bantal sebagai pelampiasan air matanya.
"Hiks … nggak ada yang bisa mengerti aku selain Reza. Semua orang egois! mama, papa apalagi mas Raka." Ucap Bianca seraya memukuli bantal di depannya.
Bianca tidak jadi pergi ke kampus setelah Raka tadi mencegahnya, dan hal itu kini membuatnya menangis di dalam kamar.
Bianca menganggap bahwa Raka egois, selalu mau permintaannya di turuti, tapi tidak mau menuruti permintaan orang lain.
Andai saja kedua orang tuanya mau mengerti perasaan nya, mungkin dia akan hidup bahagia bersama Reza, kekasih yang sangat dicintainya.
Namun sayang seribu sayang, hanya karena Reza belum memiliki pekerjaan tetap, ditambah lagi dengan silsilah keluarganya yang pecah membuat kedua orang tuanya tidak menyetujui hubungan mereka.
Kedua orang tua Bianca sangat menjunjung tinggi silsilah keluarga calon menantu mereka. Mereka tidak mau Bianca menikah dengan pria yang belum memiliki pekerjaan tetap.
"Mau dikasih makan apa kamu sama dia, Bia. Hidup harus realistis!" begitulah kata mama Bianca.
Mengingat hal itu seketika membuat Bianca kembali sedih. "Jika saja boleh, lebih baik aku bunuh diri saja." Lirih Bianca sambil terus menangis.
Bianca menenggelamkan wajahnya di bantal. Sayup-sayup telinganya mendengar suara tawa anak kecil dari arah jendela.
Bianca pun bangkit, ia berjalan mendekati pintu kamar yang menghubungkan ke balkon yang menghadap taman belakang rumah.
Saat ia berdiri disana, Bianca melihat Kiano sedang bermain bola bersama pengasuhnya.
Ia memperhatikan bagaimana bocah itu tertawa riang sambil menendang bola ke dalam gawang.
"Kenapa ibu kamu sama papa kamu harus pisah, Kiano. Jika saja mereka tidak bercerai, aku tidak perlu menjadi istri papamu." Ucap Bianca seorang diri.
Masih terus memperhatikan Kiano, sampai tiba-tiba bocah itu mendongak sehingga melihat keberadaannya di balkon kamar.
"Mami!!!" Teriak Kiano dengan riang, tangannya melambai-lambai dengan senyuman manis yang tercipta.
Raka yang saat itu sedang memainkan laptop di sofa yang berada di dekat taman lantas menghampiri putranya ketika mendengar panggilan Kiano.
Raka sampai di taman, ia lalu mengikuti arah pandang Kiano yang mengarah ke kamarnya dan Bianca.
"Bia." Panggil Raka lembut.
Bianca tidak menyahut panggilan Kiano, ataupun Raka. Gadis itu hanya melirik sekilas dan sinis kepada Raka.
"Bia." Panggil Raka lagi saat Bianca hendak masuk ke dalam kamar.
Bianca menghentikan langkahnya, ia menatap Raka dengan wajah datar dan tatapan yang dingin.
"Buka pintunya, Bia. Saya mau bicara sama kamu," tutur Raka.
"Mami, ayo kita main. Aku mau main bola sama mami!!" ajak Kiano sambil melompat-lompat.
"Aku nggak punya waktu untuk bicara mas, atau bermain dengan Kiano." Ucap Bianca lalu segera masuk ke dalam kamar, dan tidak lupa menutup pintu balkonnya.
Raka hanya bisa menghela nafas, ia menatap Kiano yang juga menatapnya dengan tatapan sedih.
"Lanjut mainnya sama mbak ya, papi masih ada kerjaan." Tutur Raka lalu kembali ke sofa dimana ia duduk tadi.
***
Bianca keluar dari kamarnya saat merasa perutnya sakit. Tentu saja, Bianca belum makan apapun sejak pagi, dan sekarang sudah sangat sore.
Saat Bianca keluar dari kamar, ia melihat ada nampan berisi makanan dan minuman di meja kecil yang ada disana.
Bianca tersenyum tipis, ia langsung mengambil nampan berisi makanan itu lalu membawanya masuk ke dalam kamar.
Saat Bianca hendak menutup pintu, tiba-tiba saja Raka menerobos masuk, dan menutup bahkan mengunci pintu kamar.
"Mas, ngapain kamu?" tanya Bianca kaget.
Raka tersenyum manis, ia hendak mengusap wajah istri kecilnya itu namun Bianca menolak dengan memundurkan tubuhnya.
Raka hanya diam, ia menatap tangannya yang nyaris menyentuh wajah istrinya tadi, lalu menariknya menjauh.
"Kamu makan saja dulu, saya akan menunggu kamu sampai selesai, lalu kita bicara." Tutur Raka. Suaranya lembut seperti biasa.
"Nggak! Aku nggak mau makan kalo mas disini." Sahut Bianca menolak.
Raka menghela nafas, ia mengusap-usap kedua bahunya sendiri lalu tersenyum tipis.
"Mas mending–" Ucapan Bianca berhenti ketika Raka menatapnya dan langsung bicara.
"Makan, Sayang." Potong Raka dengan cepat.
Bianca mengepalkan tangannya, ia akhirnya duduk di pinggir ranjang dan memakan makanannya.
Sementara Raka duduk di sofa sambil memperhatikan Bianca yang sedang makan. Ia tersenyum melihat betapa cantiknya Bianca. Gadis cantik itu adalah miliknya, istrinya dan itu selamanya.
"Saya itu benar-benar mencintai kamu, Bia. Dan semoga saja, suatu hari nanti perasaan saya ini terbalas." Batin Raka dengan tatapan yang tidak teralihkan sama sekali dari wajah Bianca.
MAS RAKA ORANGNYA SABAR BANGET 🥲
Bersambung.........................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Ortu yg MATRE terus apa gunanya kalian sebagai ortu,Apa kalian akan langsung jatoh miskin kalo kalian mempekerjakan pacar Bia di perusahaan kalian??
2024-08-19
0
Qaisaa Nazarudin
Mananya Bianca gak shock di PAKSA nikah sama DUDA,sepaket dgn ANAKNYA lagi..
2024-08-19
0
Ira Susana
aku pon mau,, klo ada jantan cam Raka ni, penyabar, penyayang,, mslh reza, lm2 lupa jg, krn cinta bisa ada seiring wkt
2023-11-01
0