Setelah mama Vena dan papa Farhan pulang, Bianca langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa mengatakan apapun pada Raka atau Kiano.
Raka yang melihat istrinya pergi lantas segera ingin menyusul, namun sebelum itu ia akan bertanya dulu kepada putranya yang masih asik bermain.
"Kiano, bobok siang yuk sama papi?" ajak Raka dengan lembut.
"Iya, Papi. Tapi aku mau mandi dulu, nanti mami nggak mau cium aku." Kata Kiano dengan wajah yang masih begitu polos.
Raka manggut-manggut. "Mbak!!" panggil Raka berteriak.
"Papi, aku nggak mau mandi sama mbak." Ucap Kiano memegang ujung baju sang papi.
Raka berlutut di hadapan putranya. "Kenapa nggak mau, bukannya selama ini kamu udah sering mandi sama mbak, hmm?" Tanya Raka lembut.
Kiano menggeleng, ia hendak menjawab pertanyaan dari sang papi, namun pengasuhnya datang.
"Iya, Tuan. Anda memanggil saya?" tanya Susi dengan sopan, pura-pura lebih tepatnya.
"Tolong mandikan Kiano ya, setelah itu ajak dia ke kamar saya." Jawab Raka.
Raka melempar senyum kepada Kiano, kemudian pergi. Raka langsung ke kamarnya dan memberikan tugas memandikan Kiano pada si pengasuh.
"Kiano, ayo mandi sama mbak. Awas ya, kalo kamu ngadu sama papi kamu, nanti mbak guyur terus di bawah shower, mau?" Bisik Susi dengan tatapan tajam.
Kiano ketakutan, ia hendak melepaskan tangannya namun tidak bisa. Bocah itu akhirnya pasrah saat di gendong oleh pengasuhnya itu ke dalam kamarnya.
Kiano di bawa masuk ke dalam kamar, ia dibukakan bajunya dengan kasar lalu di tarik paksa ke dalam kamar mandi.
"Cepetan! Jangan nyusahin mbak ya, Kiano. Kalo kamu nakal, Mbak tenggelamin." Ucap Susi dengan kejam.
Kiano sudah menangis, ia meraung memanggil papi dan mami nya. Hal itu tentu saja membuat amarah Susi semakin besar.
"Eh nih anak. Sini kamu!" Susi kembali menyeret Kiano lalu menyalakan shower dengan air dingin.
Susi menggendong Kiano, lalu mendekatkan wajah bocah itu agar terkena air dan tidak bisa bernafas.
"Rasain kamu, makanya jangan nakal!" ucap Susi tertawa puas.
Sementara Bianca, ia berniat untuk mandi, namun Raka tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan membuatnya jadi malas untuk mandi.
Melihat Raka yang datang sendiri tentu saja membuat Bianca bingung. "Kiano mana?" tanya Bianca ketus.
Raka mengulum senyum. "Saya senang banget tahu kamu udah mulai peduli sama Kiano, Bia." Ujar Raka tanpa menjawab pertanyaan Bianca.
"Kiano sedang dimandikan oleh mbak, nanti juga kesini." Tambah Raka baru menjawab.
Bianca melotot. "Gila kamu, Mas! Aku udah bilang dia itu pengasuh nggak benar, tapi kamu masih percaya sama dia!" Ucap Bianca marah.
Bianca pun segera keluar dari kamarnya, ia kesal pada Raka yang masih saja percaya, padahal jelas sekali bahwa Kiano terus menolak bersama pengasuh jahat itu.
Raka segera menyusul, ia melihat istrinya itu masuk ke dalam kamar Kiano. Dari tempatnya, Raka bisa mendengar tangisan Kiano.
Raka berlari cepat, ia masuk ke dalam kamar putranya dan melihat Kiano sedang menangis sambil dipakaikan baju.
"Kamu apain dia kali ini, Mbak?!" tanya Bianca murka.
Wajah Kiano tampak merah dengan tangisan yang semakin keras. Bahkan bocah itu langsung berlari memeluk Bianca erat.
"Tidak saya apa-apakan, Nona. Tadi Kiano nggak mau mandi, tapi saya paksa jadinya nangis." Jawab Susi berdusta.
"Nggak mungkin!" sarkas Bianca.
Bianca menatap Raka, ia benci sekali pada pria itu yang hanya diam melihat putranya menangis.
Bianca berlutut di depan Kiano yang masih belum mau menghentikan tangisannya.
"Kiano, kamu diapain sama mbak. Coba ngomong sama mami, jangan takut ya." Pinta Bianca lembut.
Kiano sesegukan, bocah itu menyeka air matanya dengan tangan kecilnya lalu memeluk leher Bianca erat.
"Mami, aku nggak mau sama mbak. Mbak jahat, dia buat aku nggak bisa nafas." Ucap Kiano kurang jelas, namun bisa di mengerti oleh Bianca.
Bianca menatap tajam Susi, ia lalu mengusap punggung kecil Kiano dengan penuh kasih sayang.
"Ssstttt … nggak apa-apa, udah ada mami, Nak. Jangan takut ya," bisik Bianca lalu melepaskan pelukannya.
Kiano lalu beralih memeluk papinya, bocah itu juga menceritakan apa yang ia alami di kamar mandi bersama pengasuhnya.
Raka tentu saja syok, ia langsung menatap Susi dengan tajam dan penuh amarah.
Susi gemetaran, ia menyesal karena terlalu emosi sampai-sampai lupa jika Kiano sekarang sudah pandai mengadu.
"Bangun kamu, Mbak. Pergi dari rumah ini, kamu saya pecat." Ucap Bianca pelan.
Susi menggeleng. "Nggak, Nona. Anda nggak berhak pecat saya, begitu kan tuan Raka pernah bilang." Sahut Susi menolak.
Bianca mengepalkan tangannya, ia langsung melayangkan tamparan di pipi kanan Susi.
Raka terkejut, ia buru-buru mendekati Bianca. "Sayang." Bisik Raka.
Bianca mendorong Raka untuk menjauh, ia akan mengurus masalah Raka nanti. Yang terpenting sekarang adalah Susi, pengasuh jahat ini.
"Lancang sekali mulut kamu bicara." Ucap Bianca dengan nada tinggi.
"Mungkin mas Raka terlalu baik sama kamu selama ini makanya kamu jadi melunjak, tapi sekarang saya nggak peduli. Sekalipun suami saya larang untuk pecat dan usir kamu, saya akan tetap melakukannya." Tambah Bianca dengan tegas.
Susi memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan dari majikannya itu.
"Tuan, tuan tolong saya. Saya sudah bekerja selama bertahun-tahun, apa anda tidak percaya pada saya." Pinta Susi memohon.
Raka hanya diam dengan wajah datarnya, ia lalu menoleh saat merasakan tatapan tajam Bianca ke arahnya.
"Mbak saya pecat. Ternyata saya salah sudah percaya sama mbak, saya salah tidak mendengarkan istri saya." Ucap Raka tanpa ekspresi.
"Mbak benar-benar seorang perempuan tidak punya hati, bahkan anak sekecil Kiano sampai anda siksa. Pantas saja Kiano selalu menolak, ternyata begini." Tambah Raka geleng-geleng tak menyangka.
Keributan yang terjadi di kamar Kiano ternyata berhasil membuat dia pelayan lain di rumah Raka datang dan menyaksikan semua itu.
Mereka berdua tidak terlalu kaget, sebab Susi memang wanita yang jahat, tapi akan berlagak baik jika di depan tuan mereka. Namun mereka berdua tidak menyangka jika Susi sampai tega menyiksa Kiano.
"Bi." Panggil Raka pada pelayan di rumahnya.
"Iya, Tuan?" sahut keduanya.
"Panggil polisi sekarang, saya tidak bisa membiarkan wanita seperti ini berkeliaran bebas. Bisa saja dia melakukan hal yang sama dengan anak orang lain." Ucap Raka.
Raka menggendong Kiano lalu membawanya keluar dari kamar bocah itu.
Bianca masih disana, ia menatap penuh permusuhan pada pengasuh anak suaminya itu.
"Bi, tolong ambil dompet saya di kamar." Ucap Bianca pada satu pelayan yang masih ada di sana.
"Baik, Nona." Pelayan itupun pergi untuk mengambil dompet milik nona mudanya.
Tidak lama kemudian pelayan tadi datang dan memberikan dompet milik Bianca.
Bianca mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya, lalu memberikannya kepada si pengasuh.
"Obati lukamu itu, saya juga nggak masalah kalo mbak mau lapor polisi. Lagipula, sudah sewajarnya saya menampar mbak sejak lama." Ucap Bianca lalu pergi meninggalkan kamar Kiano.
Sejujurnya Bianca tidak menyangka ia bisa menampar wajah Susi, tapi ia benar-benar sudah hilang kesabaran saat melihat Kiano menangis, apalagi setelah mendengar cerita bocah itu.
Kini hanya tinggal satu orang yang mungkin perlu Bianca tampar juga.
"Awas kamu, Mas." Gumam Bianca dengan nafas masih menggebu-gebu.
Bersambung.........................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Mana si Raka yg Bodoh itu,Dengar gak anaknya ngomong apa??Heran deh aku sama bapak kayak gini,Di kepalanya cuman modusin istrinya terus,Sampe perubahan anaknya aja gak di peduliin.. Bisa juga Bego harusnya kamu cerdik dikit dari Raka,Pasang CCTV diem2 di kamar Kiano,Tunjukin ke mukanya Raka sebagai BUKTI,kesel aku lama2..
2024-08-19
0
adning iza
tampar pake cinta aja bia🥰🥰🥰🥰
2023-10-22
0
ℳ𝒾𝒸𝒽ℯ𝓁𝓁 𝒮 𝒴ℴ𝓃𝒶𝓉𝒽𝒶𝓃🦢
orang model gini besok kalo punya anak sendiri gimana ya 🤔
2023-10-22
0