Setelah semalam menangisi mantan kekasihnya, pagi ini Bianca diajak oleh suami dan anaknya bermain di taman kota, sekalian Kiano mau bermain basket dengan Raka.
Awalnya Bianca menolak, namun karena paksaan dari Kiano dan juga Raka, ia akhirnya pasrah di ajak pergi.
Selama perjalanan menuju taman, Bianca hanya diam sambil menatap jalanan, ia sungguh malas pergi sebenarnya, apalagi masalahnya dan Raka belum selesai.
Ya, Bianca belum bicara dengan Raka kecuali semalam saat dirinya menangis karena Reza memasang foto bersama seorang gadis.
Bianca menghela nafas, ternyata Reza memang sudah bertekad untuk melupakannya, terbukti dia sudah bisa menerima orang lain di hatinya.
"Bia." Panggil Raka lembut.
Bianca menoleh singkat sebelum memilih kembali menatap jalanan, ia sudah bilang kan malas bicara dengan Raka, apalagi pria itu turut mengajak pengasuh Kiano bersama mereka.
"Mami, aku mau pindah duduk sama mami aja." Ucap Kiano dari belakang kursi penumpang.
Bianca menoleh, ia menatap pengasuh anaknya Raka itu dengan sinis. Bianca tahu bahwa wanita itu pasti sudah macam-macam, makanya Kiano sampai minta duduk di depan.
"No, Kiano. Kamu duduk disana aja ya sama mbak, kasihan mami nanti keberatan." Timpal Raka menolak.
Bianca melirik Raka sama sinis nya seperti dia melirik pengasuh Kiano.
"Sini sama mami." Bianca membuka kedua tangannya lebar ke arah Bianca.
"Nona, biar Kiano sama saya aja. Nanti nona keberatan." Ucap pengasuh yang tidak Bianca ketahui namanya.
Bianca tidak bicara apa-apa, gadis itu langsung mengangkat Kiano dan mendudukkan bocah itu di pangkuannya.
Raka tersenyum, ia biarkan Kiano duduk di pangkuan istrinya. Ia sejujurnya senang karena belakangan ini Bianca tampak peduli pada Kiano, walaupun ia tidak tahu kenapa istrinya itu sangat membenci pengasuh Kiano.
Raka sudah mempekerjakan pengasuh Kiano sejak anaknya masih baby, dan selama ini pengasuh itu tidak pernah melakukan kesalahan. Makanya kenapa Raka heran dengan istrinya.
"Mami, nanti mami ikut main sama aku dan papi ya." Ucap Kiano seraya menepuk-nepuk pipi Bianca.
"Hmm, lihat nanti ya." Balas Bianca singkat.
Tidak terasa akhirnya mereka sampai di taman. Karena hari ini adalah hari minggu, taman tampak begitu ramai sekali.
Kiano dan Bianca turun duluan, di susul oleh Raka dan pengasuh Kiano.
"Papi, ayo main!!" ajak Kiano tidak sabaran.
"Iya, Sayang." Balas Raka manggut-manggut.
Raka menatap istrinya, ia lalu menggandeng tangan gadis itu tanpa peduli jika nanti ditolak.
"Ayo, Sayang. Kita main sama-sama," ajak Raka.
Bianca tidak bicara, ia berusaha melepaskan pegangan tangan Raka, namun tidak bisa karena Raka menahannya.
Bianca menghela nafas, andai saja di rumah ia pasti sudah memaki-maki Raka karena asal menyentuhnya, tapi ini di tempat umum.
"Mbak, kamu tunggu disini sambil gelar karpetnya ya. Saya mau main dulu," kata Raka pada pengasuhnya Kiano.
"Baik, Tuan." Balas pengasuh itu disertai senyuman.
Bianca yang melihat itu hanya bisa berdecak pelan, sungguh jauh berbeda jika bicara padanya, tidak pernah ada senyuman sama sekali.
"Pengasuh menyebalkan dan kasar." Batin Bianca kesal.
Raka pun mengajak anak dan istrinya ke lapangan basket, tidak lupa juga mereka membawa bola sendiri.
Sepeninggalan majikannya, wanita bernama Susi itu terlihat sedang menggelar karpet sambil terus menggerutu.
"Tuan ini aneh, wanita jutek kaya nona Bianca kok dicintai, mendingan sama saya tuan tuan." Gerutu Susi tidak henti-hentinya.
"Anak sama ibu sama aja, sama-sama nyebelin, suka merengek. Untung cuma saya jewer, bukan saya pukul." Tambah Susi.
Sementara itu Raka dan Kiano sedang bermain di lapangan. Raka tampak asing mendribble bola lalu memberikannya pada Kiano yang hanya memegangnya.
"Pantulin, Sayang. Nanti papi gendong buat masukin ke dalam ring," tutur Raka pada putranya.
Bianca hanya duduk di kursi yang ada di sana sambil terus memperhatikan Kiano dan Raka.
Bianca merasa malas, ia hendak beranjak dari sana dan berjalan-jalan ke sekitar, namun Raka menghampirinya.
"Sayang, ayo main." Ajak Raka lembut.
"Aku nggak bisa, dan nggak suka." Tolak Bianca.
"Belajar pelan-pelan, Sayang. Belajar sama saya ya," tutur Raka penuh kelembutan.
Bianca hendak protes, namun tangannya sudah duluan ditarik oleh Raka ke tengah lapangan.
"Kiano, bolanya kasih mami. Kita main sama-sama ya," ucap Raka pada putranya.
Kiano berteriak senang, bocah itu bahkan sampai melompat-lompat saking bahagianya bisa bermain dengan mami dan papinya.
"Sini, Kiano. Mami masukkin ke dalam ring," pinta Bianca lembut.
Kiano segera memberikan kepada maminya, namun saat Bianca hendak mengambilnya, Raka malah merebut.
"Ambil, Sayang." Kata Raka seraya terus memantul-mantulkan bola berwarna orange itu.
Bianca mendekat, ia hendak merebut namun gagal. Kini ia malah terlalu dekat dengan Raka, bahkan Bianca bisa merasakan nafas pria itu di wajahnya.
Tangan Raka tidak berhenti mendribble, tapi tatapan pria itu terkunci di mata cantik Bianca.
"Mas Raka, mas Raka ganteng banget." Batin Bianca tanpa sadar.
Bianca begitu terpesona akan ketampanan ayah satu anak itu. Hidungnya yang mancung dengan bibir sedikit tebal dan mata sedikit sipit. Jangan lupakan rambutnya yang tampak menambah ketampanan nya.
"Kamu mau main, atau mau terus tatap saya, Sayang?" tanya Raka lembut.
Bianca tersadar, ia buru-buru menjauh dari Raka dan menatap ke lain arah guna menutupi wajahnya yang memerah karena malu.
Raka terkekeh, ia gemas sekali dengan Bianca yang sekarang malah diam saja tanpa menatap dirinya.
Raka mendekat, ia memberikan bola itu kepada istrinya.
"Masukin." Kata Raka menunjuk ke arah ring dengan kode mata.
Bianca tampak ragu, namun ia menerima bola dari suaminya itu dan siap dimasukkan ke dalam ring.
Saat tangan Bianca sudah terangkat ke atas, ia terkejut ketika merasakan tubuhnya diangkat.
Raka menggendong Bianca dengan memegang kedua sela-sela lutut belakang istrinya.
"Masukin, Sayang. Kok diam aja?" tanya Raka.
Bianca benar-benar syok, ia buru-buru memasukkan bola itu ke dalam ring sampai bola itu terjatuh dan kembali memantul ke tanah.
Raka menurunkan Bianca, ia menatap lamat-lamat wajah cantik istrinya, apalagi saat wajah mereka sejajar dengan tangan Raka yang berpindah ke pinggang Bianca.
Bianca dan Raka saling menatap, mereka berdua seperti terhipnotis oleh ketampanan dan kecantikan keduanya.
"Yeayy, mami pintar!!!" Suara Kiano yang keras disertai tepukan tangan membuat Bianca tersadar.
Bianca melepaskan tangan Raka dari pinggangnya, ia lalu mundur beberapa langkah untuk menjauhi suaminya itu.
Raka tersenyum menatap istrinya, namun setelahnya ia beralih menatap putranya yang masih bersorak kegirangan.
"Masih mau main?" tanya Raka berlutut di depan putranya.
"Nggak, Pi. Aku mau haus, mau minum." Jawab Kiano menggelengkan kepalanya.
Kiano langsung berlari meninggalkan lapangan, sementara Raka mengambil bola dulu sebelum menyusul anaknya.
Bianca pun segera menyusul, ia hendak berlari namun tangannya di pegang oleh Raka.
"Sama saya aja, ngapain sih lari-lari." Bisik Raka dengan tangan yang sudah merangkul pinggang ramping istrinya.
Bianca melepaskan tangan suaminya, ia berdecak kesal. "Apaan sih, nggak jelas." Ketus Bianca.
Raka tergelak, ia membiarkan istrinya pergi duluan dengan kepala yang menggeleng.
"Saya janji akan buat kamu melupakan rasa sedih kamu, Bia. Saya akan menggantikan posisi Reza di hati kamu," ucap Raka pelan.
KOMENTAR DAN LIKE NYA YA, SAYANG 🌹
Bersambung..........................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Ternyata orang yang belajar lulusan tinggi juga banyak yg BODOH ya..Bukan nya cari tau kenapa anaknya berubah,malah kepedean..Pantesan aja dia di selungkuhin istrinya pertama nya,karena Raka yang BEGO ..
2024-08-19
0
Jarmini Wijayanti
mas raka💪💪💪💪💪ngejar ❤😘
2024-02-28
0
Ernadina 86
ngaca woi ngaca
2023-11-02
0