Pulang dari taman, ternyata ada kedua orang tua Bianca. Gadis itu langsung berlarian memeluk mama dan papanya bergantian.
Bianca menangis, ia rindu sekali dengan mereka. Sejak menikah, baru hari ini Bianca kembali melihat orang tuanya, sebab mama dan papanya pergi keluar negeri sehari setelah acara.
"Heh, kok nangis. Malu tuh sama suami dan anak." Celetuk mama Vena sembari memukul pelan bahu putrinya.
Bianca cemberut, ia lalu beralih menatap sang papa dan langsung memeluknya dengan manja sambil mengadu.
"Papa, masa mama gitu sama aku." Adu Bianca dengan manja.
Papa Farhan tertawa, ia mengusap punggung putrinya pelan. "mama kamu benar, malu sama suami dan anak." Sahut papa Farhan.
Wajah Bianca semakin cemberut, dan siapa sangka jika hal itu membuat Raka dan Kiano yang menyaksikan sama-sama tertawa.
"Mami mukanya lucu." Ucap Kiano sambil tertawa.
Semua orang semakin tertawa kecuali Bianca yang malah menekuk wajahnya.
"Mami kamu lucu ya, cengeng juga. Sini sama Oma, Oma bawa cokelat loh buat kamu." Ujar mama Vena membuka kedua tangannya.
Kiano lekas mendekati Oma dan Opa nya, sementara Bianca bangkit dan memilih duduk di kursi lain.
Saat Bianca hendak duduk di single sofa, Raka dengan cepat menariknya dan mendudukkan Bianca di sebelahnya.
Bianca menoleh kesal, ia ingin marah namun tidak bisa karena ada orang tuanya diana. Jika sedikit saja Bianca bicara nada tinggi dengan Raka, ia pasti akan langsung habis dimarahi sang mama.
"Jangan marah-marah mulu, Sayang. Muka kamu makin cantik tahu nggak," bisik Raka dengan senyuman misterius.
Bianca menoleh kesal, ia tidak membalas apa-apa selain mendorong Raka menjauh darinya.
"Mami, lihat!! Aku dapat banyak cokelat dari Oma." Ucap Kiano dengan senang.
Kiano menunjukkan cokelat bola yang mama Vena berikan padanya ke Bianca.
"Jangan makan banyak-banyak, nanti gigi kamu ompong." Ucap Tiara.
"Iya, Mami. Aku makan satu, boleh?" tanya Kiano meminta izin.
Bianca hanya memberi anggukkan kepala saja.
Bianca lalu menatap kedua orang tuanya dengan wajah yang masih ditekuk. "Ma, Pa. Hadiah aku?" tanya Bianca meminta.
Papa Farhan tertawa, namun ia merogoh saku jas dan memberikan sebuah amplop pada putrinya.
"Wahh apa nih?" tanya Bianca penasaran.
Bianca pun segera membuka amplop yang sang papa berikan. Ternyata di dalam situ, ada dia tiket pesawat tujuan Bali.
"Tiket bulan madu untuk kalian, kami berempat juga sudah siapkan hotel untuk kalian menginap disana. Pokoknya hotel paling nyaman." Ucap mama Vena dengan penuh semangat.
"Berempat, maksudnya dengan orang tua saya juga, Ma?" tanya Raka.
"Iya, kami sengaja mau kalian bulan madu. Biar Kiano cepat dapat adik," jawab mama Vena malu-malu.
"Ck, Ma!" tegur Bianca sedikit kesal.
"Kenapa mama dan papa nggak bilang-bilang dulu sih … maksud aku itu untuk sekarang aku belum siap." Tambah Bianca.
"Belum siap untuk apa?" tanya papa Farhan.
Bianca terdiam, haruskah ia menjawab bahwa ia belum siap di inboxing oleh Raka atau belum siap punya anak. Yang jelas Bianca tidak mencintai Raka.
"Pokoknya aku nggak mau pergi!" ucap Bianca menolak.
"Nggak bisa, kamu sama Raka harus pergi." Timpal mama Vena tidak kalah keras kepala.
Bianca menoleh ke arah Raka dengan maksud meminta bantuan pria itu, namun Raka malah senyum-senyum saja.
"Kalian akan pergi lusa, dan itu sudah wajib." Kata mama Vena dengan keputusan terakhir.
Bianca mengepalkan tangannya, ingin rasanya ia menyobek tiket pesawat itu, namun semakin ia murka maka semakin keluar tanduk sang mama.
Bianca kesal pada Raka, pria itu bukan membantunya dan malah senyum-senyum sendiri bagai orang aneh.
Bianca menghela nafas, ia lalu menatap Kiano. Bianca yakin bisa menjadikan Kiano sebagai alat pembatalan bulan madu.
"Tapi siapa yang akan jaga Kiano, Ma, Pa?" bukan Bianca yang bertanya, melainkan Raka.
Raka sudah bisa menangkap gelagat istrinya yang menatap Kiano, oleh sebab itu ia bertanya agar Bianca berpikir bahwa ia sedikit membantu. Padahal dalam hati Raka, ia ingin sekali pergi berdua dengan istrinya.
"Kamu jangan khawatir, Raka. Ada kami, ada orang tua kamu yang jaga." Jawab mama Vena.
"Tapi Kiano akan menangis jika mami dan papinya pergi, lihat ya." Timpal Bianca.
Bianca lalu memanggil Kiano, ia meminta bocah yang sedang asik main sambil memakan cokelat itu untuk mendekat.
"Kiano, kamu nggak mau kan kalo papi dan mami pergi tanpa Kiano?" tanya Bianca lembut.
Raka menahan tawa, ia bahkan sampai menggigit jarinya untuk menahan gelak tawa yang bisa saja keluar kala menyaksikan bagaimana Bianca berusaha lari dari bulan madu.
"Tidak mau, aku nggak mau ditinggal papi dan mami." Jawab Kiano langsung memeluk Bianca.
Bianca lega, ia lalu menatap Raka dan beralih ke orang tuanya dengan bangga.
"Mama sama papa lihat kan, dia nggak mau ditinggal kami. Kalaupun ajak Kiano, masa bulan madu ngajak anak." Ujar Bianca.
"Jadi kamu maunya berdua sama saya aja?" tanya Raka usil.
Bianca semakin melotot, ia bahkan memberikan cubitan pedas di paha kanan Raka karena kesal.
Mama Vena menyipitkan matanya curiga, ia tahu pasti Bianca sengaja menggunakan cucunya agar tidak pergi.
"Kiano, sini Nak." Pinta mama Vena dan Kiano langsung menurut.
"Coba jawab, mau punya adik nggak?" tanya mama Vena.
Bianca menggigit jarinya, ia khawatir jika sudah pertanyaan itu yang keluar.
"Ciee takut, pasti Kiano jawab mau lah." Bisik Raka semakin menjahili istrinya.
"Diem kamu. Ketus Bianca tanpa sadar terdengar kedua orang tuanya.
"Oh, begitu cara kamu ngomong?" tanya mama Vena.
"Nggak, Ma. Cuma lagi bercanda aja," jawab Bianca tersenyum garing.
Kembali lagi kepada Kiano yang tampak sedang berpikir.
"Mau nggak punya adik?" tanya papa Farhan.
"Mau, mau adik laki-laki biar bisa main bola sama aku." Jawab Kiano dengan penuh semangat.
Bianca menghela nafas. Habis sudah kesempatan untuknya menolak karena Kiano menjawabnya dengan penuh semangat.
"Kalo mau adik, berarti harus biarin mami sama papi pergi ya?" tutur mama Vena.
"Mami dan papi pergi untuk menjemput adik?" tanya Kiano polos.
"Bukan menjemput, tapi memproses adik." Jawab papa Farhan.
"Memproses itu apa?" tanya Kiano semakin polos.
"Eumm … pokoknya, kalo Kiano mau punya adik, maka Kiano harus biarin papi dan mami pergi ya." Jawab mama Vena kebingungan.
"Baiklah." Balas Kiano dengan riang.
Saat itu juga Bianca langsung memasrahkan tubuhnya untuk bersandar di sofa. Bianca sudah lemas, ia tidak punya tenaga lagi.
Sementara Raka, pria itu tertawa melihat istrinya. Raka meraih tangan Bianca lalu mencium punggung tangan istrinya.
"Sabar ya, Sayang. Kali ini saya menang dengan dukungan Kiano," ucap Raka pelan.
"Oke, kamu main lagi gih." Tutur mama Vena lembut.
Mama Vena dan papa Farhan menatap Bianca. "Sudah dengar kan, Kiano mengizinkan kalian pergi." Ucap mama Vena.
"Jadi sudah diputuskan bahwa kalian akan pergi." Tambah papa Farhan.
"Baiklah, Ma, Pa. Terima kasih sudah memikirkan kami," balas Raka dengan sangat bahagia.
Bianca hanya diam saja, ia sesekali melirik Raka yang full senyum.
Bersambung........................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
adning iza
bia siap² bucin loh🥰🥰🥰
2023-10-22
2
Katherina Ajawaila
Raka menang banyak
2023-10-18
0
Tatikkim
Tiara siapa thor
2023-10-13
1