Makan malam kali itu tampak sangat sepi. Bianca yang marah pada Raka benar-benar memilih untuk diam, bahkan sejak tadi Raka berusaha untuk mengajak istrinya itu bicara, Bianca selalu menolak.
Memang sudah bisa Bianca diam, tapi kali ini benar-benar diam. Bianca seperti tidak punya mulut jika sama Raka, sedangkan dengan Kiano masih ada bicaranya sepatah dua patah kata.
"Mami, aaa …" ucap Kiano seraya menyodorkan satu buah nugget huruf pada Bianca.
Bianca memakan suapan Kiano, ia bahkan tanpa sadar tersenyum setelah memakannya.
"Terima kasih." Kata Bianca pelan.
Raka yang melihat interaksi istri dan anaknya lantas tersenyum, ia senang melihat Bianca mulai bisa berinteraksi dengan baik pada Kiano.
"Wahh, papi nggak disuapi?" tanya Raka di tengah interaksi anak dan ibu itu.
Kiano mengangguk, ia lalu memberikan nugget miliknya pada Bianca.
"Mami suapi papi." Kata Kiano dengan senyuman manis.
Raka menatap Bianca berbinar, ia harap Bianca mau menyuapinya. Sayang sekali, harapan tinggal harapan. Bianca tidak menyuapi Raka dan malah memasukkan ke dalam mulutnya sendiri.
"Maaf ya, Kiano. Mami masih pengen soalnya." Ucap Bianca dengan nada biasa.
Lagi-lagi Bianca menyebut dirinya mami, entah mengapa ia jadi agresif setelah tahu jika pengasuh bocah itu kasar, di tambah lagi Raka membelanya.
Bianca menenggak minumnya, ia bangkit dari duduknya tanpa mengucapkan apa-apa setelah menghabiskan makan malamnya.
Saat Bianca hampir pergi dari ruang makan, tiba-tiba saja pengasuh Kiano datang dengan senyuman miring dilemparkan kepada Bianca.
"Den Kiano, makan sama mbak yuk. Biar mbak suapi," ajak pengasuh itu dengan lembut.
Bianca membalik badan, ia menyipitkan matanya melihat pengasuh Kiano itu sedang berusaha membujuk Kiano untuk makan disuapi olehnya.
Kiano tampak menolak, namun Bianca masih ingin melihat tanggapan Raka setelah menyaksikan langsung bagaimana Kiano ogah bersama pengasuhnya itu.
"Kiano, nurut sama mbak ya. Kamu makan disuapi saja, daripada berantakan dan merepotkan bibi yang nanti membersihkan meja." Tutur Raka lembut.
Kiano menggeleng cepat, hal itu membuat Bianca benar-benar geram dan langsung mendekati Kiano.
"Nggak usah, Mbak! Kiano biar makan sama saya." Ketus Bianca lalu mengambil makanan Kiano dan mengajak bocah itu untuk pergi.
Sebelum meninggal ruang makan, Bianca melirik Raka dengan sangat tajam. Ia benci sekali pada Raka yang masih saja membela pengasuh itu, bahkan tidak mau mendengar penjelasannya.
"Dasar keterlaluan." Kecam Bianca sebelum pergi.
Raka menghela nafas, ia menyudahi makan malamnya itu kemudian memilih untuk pergi.
"Mbak boleh kerjakan yang lain." Kata Raka sebelum pergi, bahkan tanpa menatap pengasuh putranya itu.
Raka pun pergi ke ruang tamu, ia melihat Kiano sedang makan bersama Bianca yang menyuapinya.
Raka bisa melihat dengan jelas raut kekesalan di wajah cantik Bianca, dan itu membuat Raka gemas sekali.
Raka berjalan, ia lalu langsung duduk di sebelah Bianca yang tampak ikut menonton televisi bersama Kiano.
"Bia, jangan diam aja. Kita bicarakan soal masalah tadi sore ya." Ucap Raka lembut.
Bianca tidak menyahut, ia memilih untuk menyuapi Kiano daripada bicara dengan pria menyebalkan di sebelahnya ini.
"Bia." Panggil Raka seraya memegang bahu istrinya.
"Nggak usah pegang-pegang aku." Ketus Bianca seraya menepis tangan Raka.
"Kiano, sekali suapan lagi. Ayo habiskan, aku mau istirahat." Tutur Bianca, kembali menyebut dirinya 'aku' bukan 'mami'.
Kiano pun melahap suapan terakhir dan langsung minum, ia mengusap-usap perutnya yang besar karena kenyang.
"Papi, aku sudah kenyang." Ucap Kiano memberitahu.
Raka tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. "Enak ya disuapi mami?" tanya Raka.
"Iya, makan dari tangan mami enak. Aku suka, Pi." Jawab Kiano antusias.
Bianca meninggalkan bekas makan Kiano di meja ruang tamu, gadis itu pun beranjak meninggalkan anak dan ayah itu tanpa bicara apa-apa.
Raka menatap kepergian Bianca dengan helaan nafas, ia benar-benar kesulitan untuk mengajak Bianca bicara.
"Kiano, malam ini tidur sendiri ya. Papi mau bicara sesuatu sama mami, oke?" rayu Raka demi bisa bicara dengan istrinya.
"Iya, Papi. Tapi besok aku tidur dengan mami lagi ya." Pinta Kiano dan Raka hanya tersenyum.
Raka pun mengajak Kiano untuk ke kamarnya, ia ingin meminta pengasuh yang membawa Kiano, tapi dirinya takut Kiano akan kembali menangis.
"Kamu tidur sendiri nggak apa-apa ya, belajar. Mau punya adik 'kan?" tanya Raka setelah dirinya sudah ada di kamar Kiano.
"Iya, Papi. Aku mau punya adik bayi," jawab Kiano manggut-manggut.
Usai bicara begitu, Kiano pun memejamkan matanya. Bocah itu tidak memiliki waktu lama untuk pulas dalam tidurnya.
Setelah melihat Kiano tidur, Raka bergegas keluar dari kamar anaknya dan pergi ke kamarnya sendiri bersama Bianca.
Raka membuka pintu perlahan, dan saat itulah ia melihat Bianca sedang duduk terdiam di dekat jendela kamar.
"Bia." Panggil Raka
Hal itu menyadarkan Bianca dari lamunannya, ia melirik Raka sebentar lalu memilih untuk menenggelamkan wajahnya di lututnya yang ia tekuk.
Melihat itu tentu saja membuat Raka khawatir, ia mendekati Bianca dan berdiri di depan istri kecilnya itu.
"Bia, ada apa?" tanya Raka lembut.
Suaranya yang selalu lembut biasanya tidak pernah dihiraukan oleh Bianca, namun kali ini berbeda.
Bianca mengangkat wajahnya, ia mendongak menatap laki-laki tinggi yang berdiri di depannya dengan raut wajah penuh kekhwatiran.
Bianca tiba-tiba menangis, bahkan tangannya langsung melingkar di pinggang Raka dengan wajah yang ia tenggelamkan di perut berotot suaminya.
Raka terkejut, namun ia tidak bisa menyangkal bahwa dirinya senang mendapat pelukan yang pertama kali diberikan oleh istrinya itu.
"Bia, ada apa?" tanya Raka lagi, tangannya mengusap kepala Bianca dengan lembut.
Bianca menggeleng, ia tidak bicara apapun dan terus saja menangis. Raka yang semakin khawatir hendak bertanya, namun matanya tanpa sengaja menangkap sesuatu di ponsel Bianca.
Itu mantan kekasih Bianca. Dalam foto tersebut, terlihat mantan Bianca bersama seorang gadis dengan senyuman lebar.
Kini Raka tahu alasan mengapa Bianca sampai menangis, itu karena mantan kekasihnya sudah memiliki pacar.
"Reza udah punya pacar, hiks … dia udah melupakan aku." Lirih Bianca.
Bianca seperti orang mabuk, ia seakan tidak sadar jika semua itu mengucur bebas dari mulutnya, apalagi dia berucap di depan laki-laki yang merupakan suaminya.
Hati Raka cukup sakit, namun ia tidak bisa mengatakannya. Raka hanya pasrah dijadikan pelampiasan air mata oleh Bianca yang bersedih karena mantan kekasihnya.
"Segitu besarnya kamu mencintai dia, Bia." Batin Raka dengan perasaan berkecamuk.
Raka sudah dewasa, ia tidak akan mungkin marah-marah hanya karena ini. Ia pasti akan bicara soal ini, tapi dengan kata-kata yang lembut.
Mustahil bagi Raka untuk membentak Bianca, ia sudah berjanji pada dirinya sendiri dan semoga ia bisa menepatinya.
MAS RAKA KESABARANNYA SETEBAL MARTABAK 😭😭
Bersambung..............................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Kenapa harus menangis? Kamu yg duluan ninggalin dia,Malah kamu yg kayak tersakiti,Aneh..
2024-08-19
0
Qaisaa Nazarudin
Raka ini ogeb apa oon sih? Heran aku,Ingin meluluhkan istri tapi sikapnya selalu bikin Bianca kesel dan Marah..🤦🤦
2024-08-19
0
Jarmini Wijayanti
suka banget sabarnya mas raka
2024-02-28
0