Saat ini Raka sedang berada di rumah orang tuanya. Sepulang dari kantor, Raka tidak langsung ke rumah, melainkan ke rumah orang tuanya dulu.
Kini dirinya sedang duduk di hadapan mama Wina dan papa Dewa. Mereka bertiga duduk di ruang tamu bersama.
"Bagaimana Bianca, Ka. Dia sudah bisa menerima semuanya?" tanya mama Wina lembut.
Raka menghela nafas. "Belum sepenuhnya, Ma. Tapi setidaknya dia sedang berusaha, aku tahu itu." Jawab Raka.
Meski Raka tahu bahwa sampai sekarang Bianca masih seringkali mengeluh padanya yang dicap sudah merenggut kebahagiaannya, namun Raka tidak akan membongkar itu semua kepada orang tuanya.
"Lalu Kiano, dia bahagia kan punya mami lagi?" tanya papa Dewa setelah meminum teh hangat miliknya.
"Tentu saja, Pa. Kiano yang paling bahagia disini," jawab Raka penuh senyuman.
Kali ini Raka tidak berbohong, putranya memang yang paling bahagia setelah tahu bahwa dia akan memiliki mami lagi seperti teman-temannya.
"Kami senang jika kamu bisa bahagia dengan Bianca, mama selalu berdoa setiap hari untuk kamu. Sudah cukup penderitaan yang kamu rasakan selama ini, Ka." Kata mama Wina dengan penuh kehangatan.
Mama Wina masih sangat ingat bagaimana dulu putranya dikhianati, bahkan sampai di tinggalkan oleh istrinya. Dia sudah cukup membuat hidup putranya berantakan dengan perjodohan, karena itulah kali ini ia mengiyakan permintaan Raka yang mau menikah dengan Bianca.
"Sejujurnya papa nggak habis pikir sama kamu, Ka. Bisa ya mencintai gadis SMP." Celetuk papa Dewa sambil tertawa.
Raka ikut tertawa, jika ditanya soal itu, maka Raka sendiri tidak bisa menjawabnya. Raka tidak tahu kenapa ia begitu terpesona oleh seorang gadis belia yang kini sudah menjadi istrinya.
"Aku juga nggak tahu, Pa. Tapi yang jelas, aku memang sangat mencintainya dari dulu." Balas Raka.
Raka melirik jam tangannya, ini sudah terlalu sore dan ia harus segera pulang. Kiano dan Bianca pasti sudah menunggu kepulangan nya.
"Ma, Pa. Sudah sore, aku pulang ya." Ucap Raka mencium punggung tangan kedua orang tuanya bergantian.
"Iya, Nak. Hati-hati ya, ingat! Dirumah ada istri dan anakmu yang menunggu." Tutur mama Wina.
"Lain kali ajak menantu dan cucu papa juga kesini ya," kata papa Dewa.
Raka mengangguk, ia pun pamit meninggalkan rumah keluarganya untuk pulang ke rumahnya sendiri.
Sementara itu di rumah, saat ini Kiano belum mandi karena terus menolak ajakan pengasuhnya yang ingin memandikan bocah itu.
Bianca saat ini sedang mandi, dan entah bagaimana pengasuh Kiano berani masuk ke dalam kamar.
"Kiano, mandi sama mbak ya. Mbak minta maaf kalo nakal sama Kiano, ayo sama mbak." Ucap pengasuh Kiano dengan lembut.
"Nggak! Mbak selalu jahat sama aku, mbak galak." Tolak Kiano dengan lantang.
Pengasuh itu terlihat kesal. "Kiano, kamu selama ini mbak yang ngurusin." Ucap pengasuh itu dengan marah.
Kiano menangis, ia berjalan ke arah kamar mandi lalu menggedor pintu kamar mandi sambil berteriak memanggil maminya.
"Mami, hiks … aku nggak mau sama mbak!!" Teriak Kiano.
Bianca yang saat itu baru saja menyelesaikan mandinya lantas terkejut. Ia buru-buru memakai bathrobe nya dan keluar.
"Lhoo, kenapa kamu?" tanya Bianca.
Kiano tidak langsung menjawab, bocah itu berdiri di belakang Bianca seperti mencari perlindungan.
"Mbak, sejak kapan kamu disini?" tanya Bianca tampak tidak suka.
"Baru saja, Nyonya. Saya mau memandikan Kiano," jawab pengasuh itu sopan.
Bianca memegangi tangan Kiano, dia menggandeng bocah itu lalu memintanya untuk duduk di kasur.
"Kamu duduk sini, aku mau ngomong sama mbak dulu." Kata Bianca dan Kiano langsung nurut.
Bianca pun mengajak pengasuh Kiano keluar dari kamarnya, ia menatap wanita itu dengan tatapan biasa saja.
"Saya udah bilang kan tadi sama mbak, kita bicara setelah ayahnya Kiano pulang." Ucap Bianca dengan pelan.
"Tapi saya takut dipecat, Nyonya." Balas mbak itu dengan kepala tertunduk.
"Itu resiko mbak yang berani main tangan, mau bagaimanapun saya nggak membenarkan hal itu." Tukas Bianca, suaranya pelan namun terkesan tegas.
"Mbak sekarang jangan dekat-dekat sama Kiano dulu, saya nggak mau dia merengek dan menangis terus." Ucap Bianca lagi setelah beberapa saat terdiam.
"Tapi saya kasihan sama Kiano, Nyonya. Dia pasti kesulitan tanpa saya," kata pengasuh itu.
"Ada saya." Balas Bianca dengan cepat.
"Tapi Nyonya kan nggak suka sama Kiano." Cicit wanita itu menundukkan kepalanya.
"Mbak! Kiano anak saya." Tegur Bianca tidak suka.
Pertama kalinya Bianca mengakui jika Kiano adalah anaknya, dan bersama dengan ucapannya itu, Raka datang.
"Sayang." Panggil Raka mendekati Bianca.
Bianca tidak menyahut. "Mbak, kamu saya pecat." Kata Bianca tegas.
Raka terkejut, ia memegang bahu Bianca dengan tatapan penuh pertanyaan.
"Hei, ada apa? Kenapa memecat mbak?" tanya Raka lembut.
Bianca melepaskan tangan Raka dari bahunya, ia lalu menatap pengasuh Kiano itu dengan tajam.
Ya, Bianca akui dia memang tidak sayang pada Kiano, tapi dia tidak pernah menggunakan tangan kepada bocah itu. Bianca sudah cukup melihat perlakuan kasar wanita itu pada Kiano.
"Pergi kamu, Mbak." Usir Bianca pelan, tidak ada kata-kata yang kasar dari mulut Bianca sama sekali.
"Bia, kamu nggak bisa pecat dia." Timpal Raka memegangi pergelangan tangan istrinya.
Bianca menoleh kesal, Raka tidak tahu saja apa yang sudah wanita itu lakukan pada Kiano.
"Mas, kamu nggak tahu–" ucapan Bianca yang ingin menjelaskan terhenti karena Raka menggelengkan kepalanya pelan.
"Saya tahu, Bia. Dia sudah bekerja lama disini, jadi kamu nggak bisa asal memecatnya." Kata Raka lembut.
Bianca menepis tangan Raka, ia lalu masuk ke dalam kamar dengan pintu yang ia banting kesal.
Raka pun menyusul istrinya masuk setelah meminta pengasuh Kiano itu pergi dan melanjutkan pekerjaannya yang lain.
Saat Raka masuk, ia cukup terkejut melihat Kiano ada di kamarnya.
"Papi!!" panggil Kiano riang.
Kiano berlari memeluk Raka dengan penuh semangat.
Raka membalas pelukan putranya, namun matanya melirik ke arah Bianca yang saat ini sedang mencari baju untuk dikenakan.
"Papi, besok kita jadi main basket kan. Papi sudah janji mau ajarin aku main," ucap Kiano dengan suara cemprengnya.
Raka masih terus menatap Bianca yang kini sudah masuk ke dalam kamar mandi.
"Papi!" panggil Kiano menyadarkan Raka.
"Iya, Sayang. Besok papi ajarin, jangan lupa ajak mami juga." Balas Raka menganggukkan kepalanya.
Kiano bersorak kegirangan, sementara Raka kini benar-benar bingung. Raka harus bicara pada istrinya, meski ia tahu bahwa ini akan sulit.
DUH, MARAH BANGET MBAK BIA😌
Bersambung..........................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Rumah sultan tapi gak ada CCTV nya ya...😂😂😂
2024-08-19
0
sherly
kenapa ngk boleh pecat Hadew pak Raka tu pegasuh dah main tangan sama kiank
2024-02-20
0
adning iza
raka sikapmu yg ini bkin gregetan
2023-10-22
1