Bianca membuka matanya tatkala merasakan sinar matahari yang mengenai wajahnya. Ia bangkit dari posisinya dan berubah menjadi duduk. Kedua tangan gadis itu terangkat di sertai sebuah lenguhan panjang.
Bianca mengedarkan pandangannya, ia menoleh ke samping dan sudah tidak ada Raka di sebelahnya.
"Jam berapa ini?" gumam Bianca, kepalanya menoleh dan matanya melirik jam diatas nakas.
Waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi, ia lalu turun dari ranjang dan langsung pergi ke kamar mandi.
Tidak ada rasa panik atau tidak enak dalam hati Bianca karena bangun siang. Ini memang kebiasaan nya, ia selalu bangun siang saat di rumah.
Ya, Bianca tahu dia sudah menikah, namun meski begitu ia tetap akan bangun siang. Sejak awal ia sudah mengatakan pada Raka, maupun keluarganya bahwa ia belum siap untuk menikah.
Bianca selesai mandi, ia mengeringkan rambutnya yang sengaja ia keramas karena semalam tidak ia lakukan.
Bianca berjalan ke dekat lemari pakaian, lalu mengambil sebuah dress selutut berwarna cokelat susu dan langsung memakainya.
Setelah memakai baju, Bianca lalu duduk di kursi meja rias untuk mematut diri di depan cermin.
Ia cukup senang karena semua peralatan makeup nya sudah ada di sana, sehingga ia bisa memoles wajahnya dengan sedikit sentuhan makeup.
Selain makeup, Bianca juga men-curlly rambut panjangnya agar terlihat lebih cantik. Ia harus pergi ke kampus 1 jam lagi.
Bianca meletakkan liptin bewarna merah soft di tempatnya, ia lalu tersenyum sembari menatap dirinya di pantulan cermin.
"Sudah selesai." Ucap Bianca, ia lalu beranjak dari tempat duduknya kemudian merapikan buku-buku dan memasukkan ke dalam tas miliknya.
Bianca tidak lupa menyemprotkan beberapa titik tubuh nya dengan parfum yang ia punya, setelah itu barulah ia keluar dari kamar.
"Selamat pagi, Nyonya Bianca." Sapa seorang asisten rumah tangga yang tugasnya bersih-bersih.
"Pagi." Balas Bianca tersenyum ramah.
Bianca pun pergi meninggalkan kamarnya yang tidak ia rapikan. Tentu saja, Bianca terbiasa meninggalkan kamar dalam keadaan berantakan dan akan rapi saat ia kembali.
Berjalan menuruni anak tangga, Bianca langsung di sambut oleh panggilan penuh suka cita dari seorang bocah laki-laki yang sedang bermain di ruang tamu bersama papanya.
"Mami!!" panggil Kiano dengan kedua tangan yang melambai ke arah Bianca.
Bianca menghela nafas, ia memutar bola matanya tanpa menyahuti panggilan Kiano padanya.
Bianca lalu beralih menatap Raka yang tersenyum padanya. Bukan membalas senyuman suaminya, Bianca malah melengos begitu saja.
"Bia." Panggil Raka berhasil menghentikan langkah Bianca.
Bianca menoleh, ia melipat tangannya di dada kemudian menatap Raka dan Kiano yang mendekatinya.
"Apa, Mas? Aku sedang buru-buru mau ke kampus!" sahut Bianca dengan sedikit ketus.
Raka hanya bisa tersenyum mendengar suara Bianca yang ketus dan sedikit kasar menurutnya.
"Mami mau pergi, apa aku boleh ikut? Papi bilang hari ini mami akan bermain denganku." Ucap Kiano seraya meraih tangan Bianca lalu menggenggamnya.
Bianca berdecak sebal, ia menatap Raka yang malah tersenyum padanya.
"Papi mu kan yang bilang, bukan aku. Aku tidak punya waktu untuk bermain denganmu." Balas Bianca cuek.
Bianca melepaskan pegangan tangan Kiano lalu segera pergi keluar dari rumah.
Raka yang melihat Bianca keluar lantas segera menyusul, ia memegang pergelangan tangan gadis itu untuk mencegahnya pergi.
"Kamu amnesia apa gimana sih, Mas. Berapa kali harus aku katakan untuk jangan menyentuhku!" ucap Bianca sedikit membentak.
Penjaga rumah dan tukang kebun tampak syok melihat majikan mereka yang seperti bertengkar.
"Bia, bisa kan bicaranya pelan-pelan. Saya suami kamu, jangan lupa itu." Ucap Raka dengan penuh kelembutan.
Bianca berdecak. "Aku memang begini, jika mas keberatan maka cari saja istri baru dan lepaskan aku!" balas Bianca.
"Bia, hati-hati dengan ucapanmu." Tegur Raka masih dengan suara yang begitu lembut.
Bianca mendekati Raka selangkah, ia menatap pria yang merupakan suaminya dengan tatapan tajam.
"Aku nggak suka di nasehati, aku memang seperti ini. Mas sudah bilang akan menerima ku apa adanya kan, maka terima lah aku yang seperti ini." Ucap Bianca penuh penekanan.
Bianca pun kembali melangkah, namun Raka juga kembali mencegah istrinya. Kali ini Raka menarik tas Bianca.
"Mas, mas kenapa sih!!" kesal Bianca membentak.
Raka hanya diam, ia memperhatikan wajah Bianca yang sudah hampir menangis.
Raka heran, ia tidak melakukan apa-apa tapi Bianca malah mau menangis. Sedangkan ia, ia dibentak oleh istrinya tetap berusaha untuk sabar.
"Bia, kita baru saja menikah. Apa kamu akan langsung pergi ke kampus, meninggalkan saya dan Kiano?" tanya Raka pelan.
"Jika perlu aku lebih baik meninggalkan mas dan Kiano selamanya, aku nggak sanggup menerima semua ini!" timpal Bianca lalu berlari masuk ke dalam rumah.
Raka segera menyusul masuk, ia hendak langsung ke kamarnya, namun langkahnya terhenti mendengar panggilan dari Kiano.
"Papi, apa yang terjadi pada mami? Kenapa mami nggak mau main sama aku! tanya Kiano sedih.
Raka berlutut di depan putranya, ia mengusap kepala Kiano lalu turun memegang pipi gembul Kiano.
"Maafin papi ya, papi akan coba bujuk mami supaya mau main sama kamu." Tutur Raka lalu memeluk putranya.
Raka mengusap punggung putranya, ia kasihan pada Kiano yang sudah menunggu Bianca sejak pagi untuk bermain bersama, namun hasilnya nihil.
Kiano hanya ingin bermain dengan seorang ibu, bocah itu begitu merindukan sosok ibu yang bisa menemaninya bermain dan tidur.
"Maafin papi, Kiano. Papi janji, suatu hari nanti mami akan menerima dan menyayangi kita." Batin Raka sedih.
BIANCA KOK TEGA YAA ...
Bersambung......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Jenike Amaliyah
bianca ibu tiri yg jahat hahaha /Facepalm/
2024-09-04
0
Jarmini Wijayanti
gimana to Bianca ini
2024-02-27
0
Ratna Wati Manik
anak itu gah salah lo Bianca
dia ingin seorang mami
2023-11-05
0