Aktivitas perkantoran mulai sepi menjelang jam pulang kerja, namun Xiao Jun tetap menjadi orang terakhir yang menghuni ruang kerjanya. Ia melirik jam dinding digital yang menempel di dinding, angka yang muncul menunjukkan waktu sudah mendekati pukul enam sore. Seseorang membuat janji untuk bertemu hari ini, dan ia masih menanti kehadirannya.
“Semua karyawan sudah pulangkah, paman?” Xiao Jun mengesampingkan ipad di tangan dan fokus dengan lawan bicaranya.
“Kecuali seorang resepsionis. Saya mengijinkannya pulang setelah nona Weini datang. Anda ingin minum teh sambil menunggu?” Lau menawarkan sesuatu yang bisa mengusir kepenatan setelah seharian bekerja.
“Boleh juga. Terima kasih, paman.”
Lau memberi hormat dengan gesture tubuh separuh membungkuk sebelum meninggalkan ruangan. Xiao Jun merasa antusias dalam penantian, ia ingin segera melihat gadis itu lagi. Berkali-kali ia melirik jam dinding dan merasa waktu berjalan sangat lambat.
Sebuah ketukan pintu terdengar. Xiao Jun langsung membetulkan posisi duduk dan mempersilahkan orang di luar masuk.
“Permisi, Pak. Nona Weini sudah datang.” Resepsionis menyampaikan kehadiran tamu yang dari tadi ditunggu Xiao Jun.
“Suruh dia masuk dan kau boleh pulang.”
Wanita muda itu mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Ia melangkah keluar dan melaksanakan tugas terakhirnya hari ini.
Suara ketukan pintu kembali terdengar. Anehnya bunyi itu bisa membuat ritme jantung Xiao Jun lebih cepat. Ia harus menata napas sebelum menyahutnya. Daun pintu bergeser, pandangan Xiao Jun melirik dari bawah hingga ke atas. Akhirnya orang yang dia tunggu berada di depan mata.
“Kamu…” gadis itu tersontak kaget. Ia gagal menyapa seorang bos muda dengan sopan, justru kalimat pertama yang ia ucapkan terdengar seperti bentakan. Telunjuk Weini mengarah pada Xiao Jun seakan baru saja menangkap
maling sandal jepit.
“Halo Nona Weini.” Xiao Jun membalas sapaan Weini dengan nada bicara yang enak didengar. Senyum manis ia sunggingkan dari lekuk bibir. Tangannya terbuka mempersilahkan tamu istimewa itu duduk di kursi hadapannya.
Weini masih mematung sejenak dengan beragam pikiran.
Apa ini jebakan? Apa aku dipermainkan? Kenapa orang ini? Aku harus gimana,
mendekat atau di sini saja?
Pintu kembali terbuka, Lau masuk membawa nampan berisi segelah teh panas. Ia baru sadar Weini yang telah datang. “Halo nona, anda baru sampai? Silahkan duduk.” Lau membuyarkan kecanggungan kedua anak muda itu.
Weini merasa lega melihat Lau, setidaknya ada seorang pria yang ramah dan baik di dalam ruangan ini. Ia menuruti permintaan Lau dan duduk di kursi yang disediakan untuknya.
“Saya akan ambilkan minuman untuk anda.” Lau mengangguk pada Weini dan berbalik badan.
“Oh tidak paman. Tidak perlu repot, bolehkah anda di sini juga?” Weini mencegahnya berlalu, ia enggan merasa canggung berduaan dengan pria arogan yang sempat membuatnya kesal dan kacau beberapa hari lalu.
Lau melirik Xiao Jun, ia menunggu isyarat dari tuan mudanya. Xiao Jun mengangguk tanpa menoleh ke arah Lau. Ia tahu pengawal itu menanti keputusan darinya.
“Baiklah nona.” Lau berjalan mendekati meja Xiao Jun, dalam posisi berdiri ia siap menjadi juru bicara tuannya.
“Terima kasih sudah memenuhi panggilan kami untuk berbincang sejenak mengenai kerjasama kita. Seperti yang nona setujui, kami mempercayakan anda sebagai brand ambassador produk utama kami yang akan launching dua bulan lagi. Kami harap anda dapat melakukan yang terbaik dan menaati syarat yang berlaku selama masih terikat kontrak.” Lau membuka topik utama dalam pertemuan sore mereka.
Weini melihat tatapan tajam Xiao Jun kepadanya. Disoroti sepasang mata dingin itu nyaris meluluhkan kepercaya-diriannya. Bagaimana ini aku nggak nyaman. Kalau aku bilang putus kontrak sepihak, dendanya besa banget
sampe dua kali lipat harga kontrak. Aduh kenapa sih aku sangat tergiur angka besar sehingga buru-buru tanda tangan kontrak.
“Nona Weini, bagaimana tanggapan anda?” Lau membuyarkan kegalauan Weini.
“Ng… Aku… Ya, terima kasih paman.” Sial kok aku jadi gelapan? Jawaban apaan tuh! Gerutu Weini kesal pada diri sendiri. Tapi ia langsung teringat misi utama, sesuatu yang membuatnya begitu bad mood hingga sekarang lantaran teringat kejadian menyebalkan.
“Ah, Aku tidak menyangka kita akan bertemu di sini. Sebuah kebetulan yang menyenangkan jadi aku bisa mengembalikan barang anda yang tertinggal, Tuan.” Sindir Weini, jelas ia tidak merasa siap apalagi senang
dengan pertemuan ini. Ia mengeluarkan ampao merah dalam tas ranselnya. Sesuatu yang ia bawa kemanapun dan bertekad mengembalikannya jika bertemu si pemiliknya lagi.
“Apa kau percaya di dunia ini tidak ada yang kebetulan, Nona?” Xiao Jun memancing perdebatan, tidak afdol tanpa menggoda gadis itu.
“Ini… Aku kembalikan. Ah iya, jika memang di dunia ini tidak ada yang kebetulan maka pertemuan kita sekarang juga hasil settingan?” Weini tertawa dalam hati merasa menang.
Xiao Jun dan Lau melihat angpao yang diletakkan di atas meja. Gadis itu keras kepala juga enggan menerima sampai harus dikembalikan.
“Kau ikut casting dan lolos, kemudian perusahannku mengontrakmu. Bukankah itu lebih pantas disebut timbal balik? Saya hargai prinsip anda, tapi ini adalah reward dari saya. Tanpa bermaksud melukai harga diri anda.” Tiba-tiba bahasa Xiao Jun berubah formal hingga membuat Weini ingat bahwa pria itu sebelumnya tidak bisa berbahasa Indonesia, tetapi sekarang kenapa begitu lancar bahkan bisa bahasa baku.
“Eh, bagaimana kau bisa belajar bahasa dengan cepat? Bukankah minggu lalu kau masih ngomong bahasa Mandarin?” saking takjubnya Weini hingga ia mengalihkan topic pembicaraan.
“Tidak butuh waktu lama bagiku untuk menguasai bahasa baru.” Xiao Jun ikut terpancing, ia lupa perdebatan mereka yang belum kelar. Memang dengan bakat dan kepintarannya, bukan hal sulit bagi Xiao Jun untuk belajar bahasa. Ia hanya perlu menonton dari Youtube untuk menghapal semua kosakata.
“Wow… bakat yang langka. IQ mu pasti di atas rata-rata.” Weini berdecak kagum, sedangkan Lau terdiam dalam kebingungan. Mengapa dua anak muda itu begitu cepat beralih fokus? Tadi sedang sengit sindir-sindiran secara halus, sekarang yang satunya sedang terkagum-kagum.
“Ya… Begitulah. Jadi… Nona Weini, tidak ada yang gratis di dunia ini. Aku menghargai kejujuranmu dengan ini secara suka rela. Mohon tidak menolak rejeki. Kau tahu kan, menolak angpao merah itu pertanda tidak baik.” Xiao Jun menyodorkan balik angpao itu ke depan Weini. Sekejab kemudian, perubahan ekpresi wajah Weini sangat mencolok hingga Xiao Jun tak mampu menahan tawa kecilnya.
Lau terperanjat. Sejak ia mengasuh Tuan muda dari kecil, baru sekarang ia melihat Xiao Jun tertawa. Tuan muda yang memiliki sifat tertutup, penyendiri, giat belajar dan tidak dekat dengan lawan jenis, ternyata mempunyai keterbukaan terhadap gadis keras kepala ini.
“Baiklah, jika memang menolak angpao itu tidak boleh.” Weini mengambil angpao itu dan mengundang senyum kemenangan dari Xiao Jun. Ia membuka bungkus merah itu lalu menarik keluar semua uang di dalamnya. Puluhan
lembar uang seratus ribu itu ia letakkan kembali di atas meja.
“Tidak boleh nolak angpao kan? Aku simpan angpao ini dan kau ambil kembali isinya ya, Tuan.” Nada bicara Weini sengaja dilembutkan. Giliran ia yang tertawa kecil, inilah kemenangan mutlak.
Lau tertunduk menahan tawa, ia tidak menyangka gadis itu begitu cerdas dan bersikukuh menolak Tuan muda. Bahkan Xiao Jun yang tegas itu bisa bungkam dibuatnya.
Kau bukan gadis biasa. Gumam Xiao Jun dalam benak. Percuma bersitegang hanya karena sebuah angpao. Ia tidak mau perpanjang masalah lagi dan menerima kekalahannya. Pertemuan kedua ini menggelitik rasa penasarannya yang semakin dalam terhadap gadis ini. Firasat Xiao Jun merasakan bahwa Weini memiliki sesuatu yang tersembunyi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 553 Episodes
Comments
Puan Harahap
lanjut semangat
2020-09-25
0
Janjola Sidam
aku juga penasaran, gmn reaksi mrk ketika masker weini dibuka
2020-05-05
5