Gerimis mulai turun ketika guru private Xiao Jun menyudahi pelajaran hari ini. Semenjak statusnya berubah
menjadi anak tuan besar Li, Xiao Jun tidak bisa menikmati kehidupan layaknya anak biasa. Segala aktivitasnya serba terjadwal, ia kehilangan hak bermainnya. Pukul 05.00 pagi ia wajib beranjak bangun, tak peduli selelah apa tubuhnya atau apa yang telah ia lakukan kemarin, ia tidak boleh melanggar aturan itu. Meskipun pembantunya
sigap melayani aapapun yang ia inginkan, tetap tidak ada kebebasan yang dirasakan. Sepanjang hari belajar berbagai ilmu, mulai dari sastra China, bahasa Inggris, pelajaran berhitung, belajar musik, hingga belajar kungfu. Xiao Jun tidak berani mengeluh, ia berharap sikap patuhnya dapat berguna untuk meluluhkan hati Tuan Besar untuk membebaskan ibunya dari status pembantu.
Siang ini tak seperti siang sebelumnya, Xiao Jun tiba-tiba merasa rindu kepada ayahnya. Hasrat ingin melepas rasa kangen itu amat membuncah, ia ingin berkunjung ke rumah lamanya. Tetapi bagaimana cara keluar dari sangkar emas ini? Ia duduk di sudut jendela perpustakaan rumah, meratapi rintik air yang mulai deras.
“Tuan muda, saatnya makan siang. Tuan ditunggu Tuan besar dan nyonya di ruang makan.” Penjaga Lau
membuyarkan pikiran Xiao Jun yang tengah rumit. Xiao Jun menoleh tanpa sepatah kata, menatap tajam body guardnya. Pria tinggi kekar yang masih cukup muda kisaran awal kepala empat, raut wajahnya yang ramah dengan setelan baju qi pao membuatnya terlihat seperti pendekar kungfu. Tiba-tiba akal jahat Xiao Jun muncul.
“Aku kurang napsu makan, hari-hari yang membosankan rasanya semangatku hilang.” Xiao Jun berkeluh
kesah agar mendapat perhatian dari pengawalnya.
“Tuan muda, apa sedang tidak sehat?” Pengawal Lau meraba dahi Xiao Jun, barangkali suhu tubuhnya
panas. Namun ia mengernyit kala dahi kecil itu terasa normal.
“Aku hanya bosan, setiap hari rutinitas membuatku hilang semangat. Aku tidak ingin makan.” Celoteh Xiao Jun.
“Tapi Tuan besar bisa marah jika Tuan tidak segera datang.” Pengawal Lau mencoba merayunya.
“Pengawal Lau, apa kau kasian padaku?” Xiao Jun mulai menjalankan taktik. Ia harus bisa mendapatkan
hati pengawalnya untuk melancarkan misi.
Pengawal Lau segera bersujud dan menunduk, “Hamba tidak berani Tuan Muda.” Rupanya ia salah paham,
ia mengira Xiao Jun tersinggung karena ucapannya.
“Bangunlah, kau tidak salah. Aku hanya ingin kau melakukan sesuatu untukku.” Xiao Jun menepuk lengah
Pengawal Lau, sebuah isyarat agar ia segera berdiri.
“Tuan Muda, apa yang bisa saya lakukan?” pengawal Lau bertanya dengan mata tertunduk. Aturan yang
kaku di kediaman Li ini memang sangat merepotkan. Tetapi sudah berlaku turun temurun selama tujuh generasi, siapa sangka di generasi ke tujuh keluarga bermartabat tinggi ini kehilangan garis penerus. Terkadang fakta inilah yang dierunungkan oleh Xiao Jun, apakah sebuah kebetulan ia yang diangkat sebagai anak? Atau inikah yang dinamakan takdir?
Xiao Jun meminta Pengawal Lau mendekat kemudian membisikkan sesuatu. Awalnya ia terkejut namun
tak lama pengawal Lau mengangguk patuh. Mereka bergegas menuju ruang makan. Tidak baik membiarkan harimau menunggu terlalu lama, bisa-bisa ia yang jadi mangsanya.
Kehadiran Xiao Jun disambut dengan tatapan hangat Li San, matanya berbinar melihat anak laki-lakinya
muncul. Sementara itu Nyonya Li hanya memberi senyum datar nyaris tanpa ekspresi.
“Xiao Jun memberi hormat kepada ayah dan ibu.”
“Hmm… Mari kita makan, Xiao Jun.” Li San memulai acara makan bersama dengan keluarga kecilnya. Hanya
ada dia, Liang Jia dan Xiao Jun. ketiga putrinya sudah ia kirim keluar negri dengan alasan meneruskan pendidikan, namun pada kenyataannya ia sengaja menjauhkan Xiao Jun dari putri-putrinya. Ia tidak ingin ada satupun yang
mengungkit Ywe Hua atau membandingkan gadis itu dengan Xiao Jun.
“Pelajaran hari ini sudah selesai? Apa kau merasa kesulitan?” Li San mulai interogasi kegiatan Xiao
Jun, dan selalu ia lakukan saat makan siang bersama.
“Saya tidak merasa sulit tetapi merasa bosan, Ayah.” Xiao Jun mulai pasang perangkap, ia mulai
memahami kebiasaan Li San dan mencoba memanfaatkan kelengahannya.
“Hmm… Kenapa begitu?” Li San menaruh sumpit di atas mangkuk. Makanan di hadapannya tidak lagi menarik
ketimbang ucapan Xiao Jun barusan.
“Sudah dua bulan saya di rumah, melakukan segala aktivitas di sini. Tetapi saya rindu melihat lingkungan di luar. Ayah bolehkah saya pergi sebentar saja hari ini?” pinta Xiao Jun, dalam hati ia berdoa semoga Dewa menolongnya.
“Baru dua bulan di rumah, masih banyak yang harus segera kau kuasai. Ayah tidak bisa memberi ijin!”
Tegas Li San tanpa mau kompromi lagi.
“Mohon ampuni kelancangan hamba, Tuan. Tapi hamba perhatikan tuan muda akhir-akhir ini kehilangan semangat. Hamba khawatir jika terus-terusan akan membuat dia makin terpuruk.” Pengawal Lau berlutut demi membela majikan kecilnya.
“Kau juga pasang badan untuknya. Sekali aku bilang tidak tetap tidak! Aku selesai makan, kalian lanjutkan saja.” Li San mengelap mulut kemudian beranjak dari kursi. Meninggalkan Xiao Jun dan Liang Jia yang mematung. Pengawal Lau bahkan masih bersujud hingga sosok Li San tidak tampak lagi.
Liang Jia menatap ibu kepada Xiao Jun, anak yang masih polos untuk dijadikan korban keegoisan suaminya. Ia mencoba mencairkan suasana tegang, ditatapnya lembut Xiao Jun seperti ia menatap Yue Hwa. Anak laki-laki dari Wei ini terus mengingatkan Liang Jia pada pengorbanan Wei. Ia akan memperlakukan Xiao Jun dengan penuh
kasih, mungkin itu bisa meringankan rasa bersalahnya kepada pengawal paling setia itu.
“Xiao Jun, setelah makan kau bisa berkunjung ke kamarku. Kita bisa bercerita untuk mengusir
kebosananmu.” Liang Jia menawarkan diri untuk menemani Xiao Jun.
Lama terdiam, Xiao Jun masih mencoba mencerna ajakan Ibu angkatnya. Rasanya ia tidak punya banyak pilihan selain mengangguk setuju. Ia pun perlu teman bicara, dan Liang Jia adalah orang yang bisa ia percaya di sini.
Aroma bunga lily semerbak dalam ruangan kamar elegan Liang Jia. Desain interior kamar ini bernuansa oriental dengan banyak ukiran dari emas murni. Ini kedua kalinya Xiao Jun memasuki kamar nyonya penguasa rumah bak istana yang ditempatinya. Saking luas area rumah, ia tidak bisa secara sengaja berpapasan dengan ibu kandungnya.
Pengawal Lau membiarkan Liang Jia dan Xiao Jun bertemu empat mata, ia undur diri dan menjaga di depan
pintu yang tertutup rapat. Kendati sudah tinggal berdua, Xiao Jun masih kaku untuk memulai pembicaraan.
“Rasa Jenuh, bosan, terkekang itu makanan sehari-hariku. Aku merasakan itu hampir 20 tahun di sini.
Mendengar keluhanmu tadi membuatku iba padamu, entah sampai kapan kita terkungkung kuasa Tuan besar. Tabahkan hatimu, Nak.” Liang Jia menasihati Xiao Jun, ia berharap motivasinya darinya dapat meringankan beban batin anak malang itu.
“Aku rindu ayahku dan tiba-tiba rasa ingin pulang ke rumah lamaku begitu kuat. Aku yang tidak becus
menahan perasaan. Maafkan aku, ibu.”
Giliran Liang Jia yang terpukul hebat mendengar pengakuan Xiao Jun, ia dihinggapi rasa bersalah yang berkecamuk di hatinya. Bagaimana cara menebus dosa ini pada keluarga Wei?
“Semua ini salahku, aku yang membuat keluargamu menanggung hukuman berat dari tuan besar. Maafkan aku,
Xiao jun.” Liang Jia meraih kedua tangan Xiao Jun dan menggenggamnya.
“Ayahku meninggal karena bertugas, bukankah itu tindakan terhormat?”
Liang Jia mengangguk, “Lebih dari terhormat, dia sangat mulia.”
“Ibu, kau mengundangku untuk berbincang. Bolehkah kau menceritakan tentang anak perempuanmu yang hilang itu?” Xiao Jun terngiang kejadian tempo hari saat ia rela memakai Hanfu demi menghibur Liang Jia yang merindukan putrinya. Ia belum pernah melihat, bahkan belum tahu siapa nama anak itu.
Liang Jia tidak keberatan berbagi cerita. Saat ini ia dan Xiao Jun harus saling mendukung hingga sampai pada masanya, masa di mana kekuasaan Li San tidak sekuat sekarang. Liang Jia begitu yakin hari seperti itu akan tiba. Ia melepas genggaman tangannya pada Xiao Jun kemudian berjalan menuju lemari.
Saat laci lemari terbuka, Liang Jia menatap sejenak seutas senyum dari potretnya bersama Yue Hwa. “Namanya Yue Hwa, bunga yang mekar di atas bulan. Ia baru berusia enam tahun, polos, keras kepala dan sangat ingin tahu apapun yang membuatnya penasaran.”
Liang Jia menyerahkan foto Yue Hwa kepada Xiao Jun. Spontan Xiao Jun terkejut melihat wajah yang sangat familiar itu. Ia belum pernah bertemu Yue Hwa, namun wajah itu sangat lekat di ingatannya. Tapi kapan dan di mana ia melihatnya? Bertubi-tubi pertanyaan memberondong batinnya hingga mengaburkan suara Liang Jia yang masih larut dalam nostalgianya.
“Di mana aku melihat anak ini?”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 553 Episodes
Comments
Oi Min
Mngkin Xiao Jun dan Yue Hwa berjodoh nnti
2021-10-31
0
Puan Harahap
keren banget mba,
2020-09-20
0
Dina⏤͟͟͞R
makin seru
2020-06-19
0