Thanks God it’s Saturday!
Weini tidak perlu melihat wajah-wajah menyebalkan di sekolah, pelajaran rumit dan suasana kelas yang membosankan. Ia bahkan menikmati akhir pekannya dengan nongkrong di Starbucks Central Park, sesuai
yang dijanjikan dengan pemilik Handphone. Ia sengaja datang lebih awal dari perjanjian dan menikmati satu cup besar Frappuccino. Shooting libur, sekolah libur, inilah surga dunia.
***
Sebuah telunjuk memencet tombol GF dalam lift yang berisi enam orang. Xiao Jun dan Lau berada di dalam dan hendak menemui gadis yang menemukan Iphonenya. Mereka berkeliling pusat perbelanjaan di lantai tiga sebelum turun memenuhi janji. Xiao Jun mulai beradaptasi dengan lingkungan baru meskipun belum sepenuhnya cocok dengan makanan lokal yang rentan membuat perut sensitifnya kumat. Penyesuaian lainnya soal bahasa, beruntung ia memiliki pengawal Lau yang sudah menguasai bahasa Indonesia sejak lama. Interaksi sosialnya saat ini sangat bergantung pada Lau untuk sementara.
Lift berhenti. Xiao Jun dan Lau melanjutkan langkah menuju Starbucks. Setiap berpapasan dengan gadis muda, wajah Xiao Jun selalu membuat mata mereka terpesona. Namun Xiao Jun tidak tertarik untuk menyadarinya. Ia tetap melangkah dengan pandangan lurus.
“Tuan, sebaiknya anda kembali ke apartemen beristirahat sejenak. Biar saya yang urus gadis itu.” Lau menawarkan diri untuk menghandel masalah sepele itu seorang diri. Xiao Jun masih harus memeriksa beberapa tawaran investasi dari calon mitra kerjanya.
“Kau urus dia sendiri. Aku hanya perlu ngopi di tempat yang agak jauh dari kalian.” Xiao Jun menolak saran Lau dengan alibi klasik. Lau menyadari itu hanya alasan semata, aslinya Xiao Jun penasaran siapa gadis itu.
Suasana akhir pekan membuat tempat nongkrong itu dipadati pengunjung. Lau dan Xiao Jun harus menyebar pandangan demi mencari sebuah sosok.
“Ah, dia duduk di teras” Xiao Jun menunjuknya dengan sorot mata dan Lau cukup mengerti bahasa isyarat tuannya.
“Pergilah. Aku duduk di dalam saja.” Lanjut Xiao Jun memberi titah.
Lau berlalu menghampiri Weini. Posisi duduk gadis itu membelakangi ruang dalam, dari kejauhan yang terlihat hanya punggungnya. Lau menebak gadis dengan setelan jumpsuit warna pastel dan rambut tergerai itu
memiliki wajah yang manis, mata yang sipit dan hidung yang bangir.
“Permisi, Nona. Apa anda yang bernama Weini?” sapa Lau sopan, ia masih berdiri di hadapan Weini sembari menunggu jawaban pasti dan dipersilahkan duduk.
Weini baru menyeruput Frappuccino pesanannya yang baru dapat antrian. Spontan ia menjeda sejenak untuk meneguk minuman favoritnya lagi. “Ya, paman. Silahkan duduk.” Weini berdiri kemudian berjabat tangan
dengan Lau sebelum mempersilahkannya duduk.
Hmmm… dia nggak datang. Weini melihat sekeliling dan menyisakan rasa kecewa. Sikap diam itu ditangkap Lau, rupanya gadis di hadapannya itu berharap Xiao Jun yang menghampirinya. Suasana terlalu pasif sehingga Lau mencari topik untuk mencairkannya.
“Nona sudah memesan minuman. Anda datang lebih awal ternyata. Ada tambahan lainnya jangan sungkan, silahkan dipesan.”
Weini menggeleng. Frappuccino sudah cukup membuatnya senang, bahkan kesialan kemarin terasa sirna sekejab setelah meminumnya. “Tidak Paman ini sudah cukup. Saya santai hari ini jadi sengaja datang lebih awal menikmati suasana. Silahkan paman pesan untuk pribadi.” Ujar Weini apa adanya.
“Oh iya…” Weini hampir lupa tujuan awal pertemuan ini. Ia segera membuka resleting tas slempangnya dan mengeluarkan sebuah Iphone.
“Paman, ini barangnya. Tapi sudah low bat, Silahkan diperiksa.” Iphone itu berpindah tangan, Lau mengambilnya tanpa mengecek namun langsung menaruhnya ke dalam saku kemeja.
“Terima kasih atas kebaikan Nona. Ini ada sedikit ungkapan terima kasih. Harap nona menerimanya.” Lau menyodorkan sebuah angpao merah yang tebal.
Perhatian Xiao Jun tidak lepas dari objek yang terhalang dinding kaca di depan. Sayangnya ia hanya menyimak kedua orang yang bertransaksi di luar itu dari kejauhan. Dari Gestur sewaktu menyapa Lau, gadis itu terlihat sopan. Hanya saja Xiao Jun mendapatkan spot yang kurang pas untuk melihat wajahnya, yang tampak hanya punggung saja.
Apa yang membuat mereka begitu lama? Hanya transaksi hape saja sudah lima belas menit. Ia tak kuasa membendung rasa penasaran, reflek kedua kakinya berdiri lalu melangkah menuju teras.
***
“Tanpa mengurangi rasa hormat kepada nona, tidak ada maksud apa-apa dari ini. Hanya ungkapan terima kasih nona telah direpotkan.” Lau masih meyakinkan Weini yang enggan menerima angpao itu. Bungkusan merah itu
tergeletak di atas meja bundar tanpa disentuh oleh Weini.
“Jika kebaikan selalu dihargai dengan imbalan, lalu di mana letak ketulusan? Maaf paman, saya tidak bisa menerima itu.” Weini tetap bersikukuh pada prinsipnya. Ia mendorong angpao itu ke depan Lau dan berdiri
hendak pamit dari hadapannya.
“Ah… Tunggu Nona…” Lau mencegah gadis itu berlalu tanpa membawa apa-apa. Xiao jun tidak suka penolakan dan itu bisa membuat tuannya kesal.
Weini menahan langkah saat pria paruh baya di hadapannya masih mencegatnya. Ia tergelitik untuk kepo lebih lanjut apabila pria itu masih memaksanya menerima imbalan.
“Apa yang kau inginkan sebagai ganti angpao ini? Ini syarat dari apresiasi saya atas kebaikan anda.” Tatapan Lau begitu dalam, sorot matanya memohon agar Weini tidak mempersulit dirinya.
“Jika itu yang kau mau, baiklah… aku tidak minta imbalan uang dari paman, cukup katakan padaku kenapa paman bersedia menggantikan pria itu untuk datang? Ini milik pria muda itukan, paman?” yup… ini kesempatan Weini mencari kebenaran, siapa suruh paman ini begitu ngotot.
Gadis yang cukup cerdas. Lau membatin sambil memikirkan kebohongan yang bisa menutupi identitas tuannya.
“Jadi kamu yang mengambil handphoneku?”
Xiao Jun muncul di waktu yang tepat. Ia melirik Lau yang mengisyaratkan agar Lau segera menerjemahkan kepada Weini.
Ucapan Xiao Jun mengejutkan Weini. Rupanya pria muda itu tidak bisa berbahasa Indonesia, Weini bahkan mengira itu alasan mengapa yang menemuinya adalah Lau.
“Aku tidak mengambil tapi menemukannya. Kau harusnya bilang terima kasih!” Weini segera menjawab sebelum Lau membuka suara. Betul-betul kejutan bagi Lau dan Xiao Jun, kata-kata Weini sangat fasih dalam bahasa
Mandarin. Ditambah lagi dengan jawaban yang menohok hingga Xiao Jun merasa kesal pasca rasa kagetnya hilang.
“Oke, terima kasih.” Ujar Xiao Jun dengan cepat. Ia membalikkan badan dan meninggalkan Weini. Lau menyusul tuannya setelah mengangguk pada Weini sebagai bentuk perpisahan.
“Hei… tunggu!” teriak Weini. Karma terasa begitu cepat matang, beberapa menit lalu Lau yang mencegahnya pergi. Sekarang gantian ia yang tidak rela ditinggalkan begitu saja oleh mereka.
Panggilan itu tidak mengalihkan perhatian Xiao Jun, langkahnya tetap bergerak menjauh dari sumber suara. Hatinya bersenandung kecil menyorakkan kepuasan bisa membuat gadis itu kesal. Tanpa ia sadari Lau
mengamati ekspresi wajahnya yang tertawa kecil mendengar teriakan gadis keras kepala itu yang terus mengulang kata, ‘Tuan, tunggu!’
Tidak tahu terimakasih. Cecar Weini. Ubun-ubunnya seakan terbakar saking jengkel. Ia dicuekin separah itu dan berteriak sekencang toa di depan umum. Padahal bukankah dia yang minta pria itu mengucapkan terima kasih? Ia malah lupa atas keangkuhannya tadi. Tenggorokannya mulai kering, dan akhirnya ia menyerah.
“Eh… Angpaonya…” arrrgghhhhhh… Weini merasa sukses dijebak menerima angpao ini. Bagaimana mengembalikannya jika orangnya saja sudah pergi jauh. Diraihnya tas dan angpao itu kemudian berlari mengejar jarak yang terlampau jauh dikejar.
“Tungguuu!!!”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 553 Episodes
Comments
Puan Harahap
lanjut terus
2020-09-25
0
Chiee
xiao jun ini tipe2 cowo tsundere ya trnyta 😍
2019-11-05
2