Kita menatap langit yang sama. Berpijak di atas bumi yang sama. Namun mengapa ada sekat pemisah yang menciptakan jarak antara kita? Untuk hati yang kurindu, akan kutemukan kau meski nyawa taruhanku.
--Quote of Xiao Jun--
Atas intruksi dari Bams, semua kru kembali menyiapkan setting mulai dari lighting, steril area dan semua talent menghapalkan dialog. Weini berganti kostum dan tengah dimake up oleh Make Up Artis porfesional. Sesekali ia mencuri waktu membaca buku kontrak , tanpa menyadari ada sepasang mata yang menyorot sinis ke arahnya. Artis utama yang tereliminasi karena kehadiran Weini itu akan membuat perhitungan padanya kelak.
“Selamat ya, lu berhasil rebut kerjaan gue.” Ujar Lisa ketus. Ia menyambangi Weini di ruang ganti.
“Terima kasih kak, tapi maaf banget aku tidak tahu kalau itu merebut kerjaanmu.” Weini mencoba bersalaman dengan Lisa, tangannya masih terjulur menanti balasan Lisa.
“Gue bukan kakak lu!” bentak Lisa menghiraukan permintaan maaf Weini. Seketika itu pula Weini menarik kembali tangannya. Percuma meladeni amarah artis cantik itu.
Bams masuk dan menyaksikan perseteruan senior dan junior di balik layar. Meskipun ia sudah berkecimpung di dunia entertainment selama dua puluh tahun, ia tetap benci melihat senioritas di kalangan sesama artis.
“Lisa, PH Gue akan kirim kompensasi pemutusan kontrak. Sorry banget tapi gue nggak bisa lanjut pakai lu buat produksi ini. Next kalau kemampuan acting lu udah mantep, lu bisa casting lagi buat judul lain.” Bams menyelamatkan Weini dari sorot kebencian rival baru. Lisa enggan berkata apapun dan melenggang pergi dengan wajah ketus.
“Cuekin aja artis kayak gitu. Modal tampan doang tapi skill nihil.” Bams menepuk pundak Weini pelan, memberinya dukungan moril. Weini mengerti dan tidak ambil pusing. Asam garam kehidupan yang ia lalui semasa kecil hingga remaja cukup membekali dirinya untuk tangguh. Ia lanjut membaca buku kontrak sebelum ditagih Bams.
“Harus ada persetujuan orangtua atau wali bagi talent di bawah tujuh belas tahun. Duh…” Weini sukses galau, apa dia harus meminta tanda tangan Haris dulu baru shooting? Tapi ia nyaris sempurna untuk shooting sekarang, penata rias dan rambut sudah berupaya membuatnya cantik. Apa nggak lucu kalau ia minta ijin ke Bams buat pulang minta tanda tangan?
“Emm… Kak Bams, poin persetujuan orangtua ini gimana? Aku harus pulang minta ijin dulu gitu?”
Bams menepuk jidatnya, baru sadar gadis itu remaja di bawah umur. “Lu belum tujuh belas tahun yak? Ai goooo… (logat korea muncul hehe) lu bawa pulang aja deh itu. Tugas lu harus bisa yakinkan bokap nyokap lu buat ngijinin lu jadi artis. Gue nggak bisa batalin shooting hari ini buat nunggu jadi kita tetap lanjut.
Huft apa boleh buat, kenapa juga aku tergiur nominal empat ratus juta? Sekarang gimana jelasin ke Pak Haris? Weini menggalau sejenak. Akhirnya dia pasrah mengikuti alur kehidupannya yang berubah drastis hanya karena terlambat lalu bolos sekolah dan jadi artis.
Weini muncul di hadapan semua kru dan talent. Semua mata tertuju padanya yang sangat berbeda setelah make up. Rambut hitam curly yang digerai membuatnya terlihat manis. Lawan mainnya bahkan tak berkedip menatapnya.
“Wow… lu jadi kayak orang lain. Kece badai!” Puji Bams dengan tulus.
“Oke Weini siap, Steven siap. Semua standby Kamera rolling… Tiga.. Dua… Satu… ACTION!”
***
Garuda airlines dari Hongkong mendarat di bandara Soekarno Hatta tepat pada pukul dua siang. Xiao Jun melepas pandangan keluar jendela dengan tatapan kosong. Jika petunjuk sihirnya tepat, kemungkinan besar ia dapat menemukan si pengirim sinyal. Di dunia ini yang bisa melakukan transfer sihir mungkin hanya ayahnya yang tersisa. Bukan mustahil pula jika ayahnya masih hidup dan berusaha memberi kabar kepada keluarga.
“Tuan muda, selamat datang di Jakarta. Silahkan berjalan turun dari pesawat, saya akan menjaga dari belakang.” Pengawal Lau membungkuk separuh badan memberi hormat. Xiao Jun risih melihat perlakuan special itu.
“Sudahlah jangan terlalu formal lagi. Ini bukan di Hongkong, Paman Lau.” Xiao Jun kemudian berdiri dan melangkah keluar dari bangku meninggalkan Pengawal Lau yang masih terguncang.
“Paman?” saking histerisnya Pengawal Lau sampai ia tak sadar ditinggal jauh oleh Xiao Jun.
***
“Frans gue mohon jangan tinggalin gue kayak gini. Gue masih cinta sama lu hiks.” Weini mencoba menahan pacarnya yang akan masuk ke bandara. Ia menarik tangan pria itu sambil berurai air mata.
“CUUUUUTTTT!” teriak Bams menghentikan adegan melodrama itu. Ia setengah berjingkrak dan melepas topinya. “Sumpah gue senang banget, tiga scene lagi bungkuuuuss!” bams kegirangan begitu pula kru-kru lainnya, mereka bersorak sorai dan tepuk tangan atas kelancaran kerja. Beberapa kru bahkan sempat bergosip ria membandingkan Weini dan Lisa. Dalam hitungan jam pula Weini sudah memiliki fans di lokasi.
Apa apaan ini, katanya cuman shooting di satu lokasi. Kenapa sekarang pindah ke bandara? Aku harus alasan pada Pak Haris kalau pulang telat? Dan yang paling Weini sesali, sekolahnya tidak memperbolehkan membawa handphone. Jadi ia terpaksa harus meminjam handphone dari Bams. Yah… hanya itu satu-satunya cara.
“Kerja bagus Weini, tidak disangka lu bisa lancar hapalin dialog dan acting lu natural banget. Jadi gue bisa kebut ketinggalan. Kalau lu bisa lancar juga di sini, gue jamin shooting kita kelar dalam tiga jam.” Bams celoteh panjang lebar padahal Weini sedang kebingungan dan mencoba berharap sesuatu darinya.
“Emmm…. Kak Bams, boleh nggak aku pinjem hapenya bentar? Aku harus ngabarin ayahku kalau pulang telat.”
“Nih… apa sih yang nggak buat lu.” Bams langsung menyodorkan Iphonenya pada Weini. Anak baru yang easy going dan berbakat seperti Weini sangat mudah meluluhkan hati sang Sutradara. Ketika Iphone nyaris pindah tangan, Bams menariknya lagi. “EITS… gue lupa unlock.”
Di koridor yang sama, Xiao Jun berjalan mendekati Weini yang tengah memencet nomor Haris. Langkah Xiao Jun terhenti saat hanphone berbunyi. Di satu sisi Weini sibuk mengulang panggilan lantaran Haris idak mengangkatnya. Pandangan Weini menjelajah ke sekeliling hingga akhirnya ia terhipnotis oleh sosok pria putih nan tampan dalam balutan kemeja formal Hitam. Pria itu berbicara dengan handphone sambil melangkah santai. Tangan kirinya dimasukkan dalam saku celana panjang hitam. Sesaat mata mereka saling beradu pandang ketika mereka berpapasan.
Deg! Weini tegugu kaku oleh tatapan itu walau sepintas lalu. Ia masih belum melepas target matanya padahal pria itu membelakanginya lumayan jauh.
“Ah… tungguuuuu… kakak tunggu…”
***
PERTANYAAN UNTUK PEMBACA!!!
Mengapa Weini memanggil Xiao Jun?
A. Ingin minta ditraktir
B. Mengenali Xiao Jun sebagai anak Haris
C. Ingin ikut Xiao Jun pulang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 553 Episodes
Comments
Den Lina
b
2021-02-10
0
Novelable uwwu
d.pengen kenalan
2021-02-01
0
Karina Kurniati
b
2020-04-25
4