Kamu percaya takdir tidak bisa diubah? Aku percaya… seperti aku mempercayai tiada yang kebetulan dalam hidup ini. Meski tak pernah tahu apa sebabnya, hanya mencoba tidak menyesali apapun yang telah terjadi. Seperti halnya perasaan ini, tanpa alasan mulai mencintai dan berharap dicintai.
--Quote of Yue Hwa aka Weini--
Derap langkah sepasang kaki jenjang menapaki lantai keramik dengan pelan. Sembari menjinjing tas sekolah yang beratnya nyaris setara gas elpiji lima kilogram, Weini mengendap masuk ke dalam rumah. Ia sudah menyiapkan segudang jawaban brilian untuk mengadapi ocehan Haris. Namun ia tetap berharap tidak bertemu dengannya sekarang, atau ia akan mati kutu seketika. Langkah kakinya persis di depan pintu ruang kursus, Weini tahu pria
yang sudah ia anggap ayah itu pasti berada di dalam. Ia menjinjit untuk meringankan tekanan telapak kakinya. Padahal hal itu konyol karena lantai keramik tidak akan memantulkan bunyi derap langkah.
Krieeeet… pintu kayu berwarna coklat tua itu terbuka. Weini hampir lupa bernapas saking gugupnya. Haris menatap dengan sorot tenang dan senyum yang menenangkan, tapi bagi Weini seperti singa yang tersenyum pasca menakhlukkan mangsa.
Ini terlalu menakutkan… jerit batin Weini memohon ampun.
“Baru pulang?” singkat, jelas dan menancap. Haris melontarkan sebuah pertanyaan yang sukses membuat otak Weini jadi Pentium satu.
“NG… Anu… I iyaa Pak. Aku…” duuuhh kenapa harus terbata-bata sih? Aku sudah susun jawaban dengan mantap.
Plis tenang dong tinggal ngomong sesuai scenario. Weini menelan ludah, menghela napas sejenak dan ajaib ia berubah tenang.
“Tadi aku menghubungimu beberapa kali dengan handphone temanku. Aku bisa jelaskan apa yang terjadi. Yang jelas sekarang aku udah pulang dan baik-baik saja kan hehe…” ujar Weini penuh percaya diri. Namun Haris masih bergeming, ekspresinya masih datar hingga meruntuhkan keyakinan Weini bahwa jawabannya mempan.
“Ada apa dengan wajahmu? Kenapa kau berdandan menor?”
“Eh… itu…” Weini menghapus lipstick, mengucek mata hingga luntur eyeliner hitamnya mengitari kelopak mata. Dia lebih mirip seekor panda betina daripada gadis belia.
“Maaf pak, bolehkah saja ijin bersihkan diri dulu. Kita bicarakan setelah kelasmu selesai bagaimana?” weini mencoba bernegosiasi dengan walinya. Haris mengangguk setuju kemudian kembali masuk ke dalam ruang Kursus. Lutut Weini langsung lunglai, ini kali pertama ia membuat Haris khawatir dan terpaksa harus bertele-tele mengulur kebenaran.
***
Dari sudut sebuah jendela apartemen yang menampakkan kondisi kemacetan lalu lintas di kawasan jalan S.Parman, Xiao Jun menempelkan telapak tangannya di kaca transparan dengan lebar dua meter itu. Malam pertama di kota metropolitan tidak menarik perhatiannya, dalam hatinya tak sabar melacak keberadaan si pengirim sinyal sihir. Tetapi ketika mencoba ritual barusan, aura sihir tidak terdeteksi sama sekali. Xiao Jun terus berpikir
mungkinkah ia yang melakukan kesalahan prediksi? Jika sumber energinya memang dari sini harusnya Xiao Jun peka dengan gelombang power itu. Yang terjadi malah jarum kompasnya tidak bergerak sama sekali saking lemahnya arus energi.
“Tuan, istirahat dulu! Mungkin energi tuan belum stabil untuk mendeteksi sihir itu.” Pengawal Lau turut resah melihat tuan mudanya berdiri galau.
“Aku tidak lelah. Paman Lau, apa aku yang salah prediksi?”
Panggilan paman membuat pengawal Lau merasa kurang nyaman. Ia sangat canggung diperlakukan seakrab itu oleh majikannya. Sejak kecil mereka terbatas aturan ketat keluarga Li, kuping pengawal Lau belum sanggup
merespon positif panggilan ramah itu. Ia menghargai kesopanan Xiao Jun yang tahu tata karma dengan memanggil yang lebih tua penuh hormat, tapi status di antara mereka terlampau jauh hingga ia tidak pantas menerima penghormatan dari tuannya.
“Paman Lau aku bicara denganmu.” Xiao Jun membuyarkan lamunan Lau.
“Maaf Tuan saya melamun. Menurut pendapat saya, tuan tidak keliru membaca prediksi. Sinar merah yang ditunjuk jarum kompas mengarah pada kota ini.”
“Lalu kenapa aku gagal?” Xiao Jun mengepalkan tangannya. Emosi mulai menguasai batinnya, ia pertaruhkan diri meyakinkan Li San agar mengijinkannya kemari. Sesampai di sini justru sihirnya tak bekerja. Ia belum bisa kembali ke Hongkong untuk memastikan lagi. Li San menaruh harapan besar padanya untuk mengembangkan bisnis.
Xiao Jun menjatuhkan diri di atas spring bed king size. Matanya terpejam membayangkan Xin Er, ibu yang ia tinggalkan demi ambisi pribadinya. Jika semua itu gagal, hanya Li San yang memperoleh kebahagiaan atas
hasil kerjanya di sini, sedangkan ia harus menghabiskan waktu konyol selama dua tahun tanpa bisa melanjutkan penyelidikan misteriusnya.
Getar handphone dari saku celana mengalihkan pikiran Xiao Jun. Ia meraba benda itu dalam kondisi berbaring. Ketika melihat nama panggilan dari layar handphone, Xiao Jun menyunggingkan senyum bahagia.
Teks di layar : Ibu Liang Jia memanggil…
***
“Apaaa? Kau mau jadi artis?” suara bariton Haris mencuat. Gadis remaja yang masih berstatus pelajar itu hendak berprofesi sebagai publik figur. Dan hari ini tanpa seijinnya, gadis itu sudah mulai bekerja dengan mengabaikan
sekolahnya.
“Pak Haris, sutradara itu bilang akan menyesuaikan jadwal sekolahku. Ia menjamin tidak akan mengganggu aktivitas belajar. Aku mohon pak, tanda tangani kontrak ini untukku.” Weini merangkapkan tangannya memohon
belas kasih Haris.
“Tapi kau tahu apa resiko menjadi orang terkenal? Bukan hanya sekolah yang terganggu, Kehidupan pribadimu akan terusik dan aku juga mungkin ikut disorot.”
“Apa yang perlu ditakutkan dengan itu? Wajah kita sudah berubah, tidak ada orang dari masalalu yang bisa mengenali kita. Aku hanya ingin berkarya, nggak umbar sensasi.” Weini masih adu kuat argument dengan
Haris. Bukan kali pertama mereka berselisih pendapat, namun kali ini ia enggan mengalah.
Haris terdiam sejenak. Memang benar yang diungkapkan Weini, mereka sudah sepenuhnya menjadi orang baru. Lagipula Weini hanya menjadi artis lokal, kecil kemungkinan akan disorot oleh keluarganya di Hongkong.
“Kau sungguh menyukai kerjaan ini?”
“Iya”
“Sudah kuduga kau bosan menjadi asistenku.” Haris memasang tampang sedih, sesekali ia perlu menggoda Weini.
“Ah… Bukan begitu. Aku tetap membantumu ngajar jika jadwal kosong.” Weini merasa sedikit bersalah membuat Haris terabaikan.
“Ha ha ha… aku bercanda Weini. Kau harus fokus pada sekolah dan karirmu, jadi jangan capekkan diri membantu. Itu karirku sebagai guru.” Haris terbahak sambil menyodorkan tangannya, menanti secarik kertas mendarat di genggaman.
“Kau merestuiku? Ah terima kasih Pak Haris.” Weini kegirangan hingga menganggurkan tangan Haris yang masih menjulur.
***
Malam mulai larut ketika Weini tak kunjung masuk ke alam mimpi. Rasa gelisah terkoneksi dengan tubuhnya yang sedari tadi bolak-balik seperti ikan di penggorengan di atas kasur. Ia bernostalgia dengan adegan menatap pria asing tampan di bandara siang tadi. Sebenarnya apa yang membuat ia begitu terpesona, padahal wajah rupawan bukan hanya orang itu yang punya dan Weini nyaris setiap hari melihat maha karya Tuhan yang ganteng-ganteng di
sekolah, di jalanan, di mal. Perasaan apa yang mengalihkan perhatian Weini pada pria itu? Apesnya lagi Weini diabaikan saat berteriak memanggilnya.
Memori diputar…
“Ah… tungguuuuu… kakak tunggu…”
Weini melihat sebuah handphone jatuh dari saku celana pria itu dan segera memungutnya. Ia berteriak kencang sambil melambaikan handphone itu, pria tampan (nggak tahu namanya) itu terus melangkah pergi menuju sebuah mobil hitam. Saat Weini hendak berlari mengejarnya, ia terlanjur dicegat Bams yang menarik tangannya kembali meneruskan shooting.
Memori selesai…
“Apa ia belum sadar kehilangan hape? Kenapa nggak menelpon sampai sekarang?” Weini menatap Iphone keluar terbaru itu. Satu-satunya harapan ia dapat mengembalikan alat komunikasi itu dengan menerima panggilan.
Kapan kau bunyi?
***
SSSSTTTTT!!!! BOCORAN UNTUK EPISODE SELANJUTNYA…
“Jadi kamu yang mengambil handphoneku?”
“Aku tidak mengambil tapi menemukannya. Kau harusnya bilang terima kasih!”
Apakah pertemuan mereka berkesan manis?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 553 Episodes
Comments
Den Lina
brantemmm
2021-02-10
0
Puan Harahap
nomer 2
2020-09-20
0
Dina⏤͟͟͞R
kayaknya ribut dulu deh pertemuan mereka wkwkwk
2020-06-20
0