Purnama bersembunyi di balik awan hitam. Mendung pekat menggelantung di langit malam Ibukota. Desir angin dingin berembus masuk meniup tirai putih panjang yang terikat pita simpul. Xiao Jun sengaja membuka jendela kamar lebar-lebar. Malam ini adalah waktu yang tepat untuk mencoba ritual lagi. Beralaskan karpet motif yin yang, sebuah dupa kuning yang menyala di atas hiolo, papan kompas patkwa, pedang panjang dan sebuah lonceng emas kuno, Xiao Jun berkonsetrasi merapalkan mantera dalam posisi berdiri.
“Gu rum o ram cat tap… tunjukkan siapa pengirim sihir itu. Lakukan sesuai perintahku!” Xiao Jun mengayunkan pedang panjangnya ke arah atas kemudian menacapkan di tengah symbol Yin Yang bawah karpet. Bulatan
berwarna hitam putih itu memancarkan sinar merah menyilaukan seluruh ruangan. Xiao Jun mengerahkan tenaga dalam untuk mengontrol sinar itu agar memancari papan kompas. Di luar sana hujan mulai turun, rintik yang berkolaburasi dengan suara petir makin mendramatisir keadaan. Pria muda itu nyaris kehabisan tenaga, ia merunduk dalam posisi masih menancapkan pedang.
Brukkk…. “Aaarrgghh!”
Xiao Jun terpental dengan punggung membentur dinding kamarnya. Sial! kenapa ini tidak berhasil lagi? Emosinya membuncah,ia tidak bisa menerima kegagalan untuk kesekian kali. Kemampuan sihirnya cukup baik di Hongkong, tetapi seakan tidak ada artinya saat berada di Jakarta.
“Tuan Muda, apa anda terluka?” Lau bergegas memapah Xiao Jun ke tempat tidur. Suara napas tidak beraturan dari majikannya membuat Lau sangat cemas. Xiao Jun segera berbaring saat Lau membawanya duduk di atas
ranjang.
“Paman, aku gagal lagi. Kenapa energiku sangat lemah di sini?” Lau menyodorkan segelas air mineral hangat kemudian segera diseruput Xiao Jun. Ia masih tidak mengerti sebab melemahnya kekuatan Tuan Muda itu.
“Ini memang aneh Tuan, anda buka orang awam di dunia sihir timur namun sepertinya ada sesuatu yang menghalangi energi anda.” Lau berspekulasi sesuai pemikiran dan kemampuannya menganalisa masalah. Walaupun ia tidak memiliki bakat sihir, namun sebagai keturunan dari marga Wei yang memang turun temurun unggul di bidang sihir, tuan mudanya pasti memiliki bakat turunan tersebut.
Xiao Jun tampak berpikir. Sesuatu yang menghalangi itu mungkin karena sihirnya belum selevel dengan pengirim sehingga ketika ia mendekati sumbernya, justru tenaganya yang terserap dan ia tidak bisa menembus kekuatan
pihak itu.
“Mungkin aku harus berlatih lagi sebelum menghadapinya.” Ya… dalam kondisi saat ini, Xiao Jun tidak punya pilihan selain itu. Ia tidak mungkin secepat itu kembali ke Hongkong atau Li San akan mencurigainya.
***
“Yak, pertahankan senyumnya!” Cekrek… cekrek…
“Weini, Steven lebih mesra lagi tatapannya. Nah gitu, tahan!”
Pemotretan sudah berlangsung kurang lebih satu jam. Weini dan Steven bekerja keras demi cover sinetron baru mereka yang akan mulai ditayangkan minggu depan. Semula Weini sempat canggung dengan pengalaman
pertamanya sebagai foto model. Untung saja Steven tak keberatan mengarahkannya, dan rasa gugup itu perlahan lenyap dari hati Weini.
“Oke bungkus! Mantap buat Weini dan Steven, chemistrynya dapet banget.” Fotografer memuji kecocokan sepasang kekasih dalam sinetron itu hingga membuat Weini tersipu.
Bams tak kalah senang melihat kelancaran pemotretan perdana Weini. Ia merasa feelingnya memilih Weini memang tepat. Gadis itu sangat cepat belajar hal baru. Bams menaruh harapan besar padanya. Ia yakin Weini akan menjadi bintang yang paling bersinar terang di dunia entertainment.
Plok plok plok… Bams menghampiri kedua pemainnya dengan sambutan tepuk tangan. “Nice Job today! Btw, Weini lo masih ada satu sesi pemotretan tunggal. Kita break sebentar buat prepare ya.”
“Buat cover juga ya kak?”
“No no no… buat CV lo. Tiap artis punya itu dan itu diharuskan dari managemen.”
Bams hendak menjelaskan lebih detail lagi pada Weini namun seorang staf creator menyita waktunya. Kedua pria itu terlibat percakapan serius di hadapan Weini, namun suara mereka nyaris tidak terdengar. Weini merasa geli akan itu, dua pria di hadapannya berbisik dalam obrolan yang serius ketimbang mencari tempat lain yang lebih prifat untuk bicara. Tanpa sadar Weini tertawa kecil.
“Ada yang lucu ya?” suara pria yang tak asing itu memotong pikiran Weini. Ia menoleh pada lawan mainnya yang manis dan tersenyum ramah.
“Emmm… ada deh.” Jawab Weini sengaja memancing penasaran Steven.
Mereka berdua sudah syuting beberapa episode bersama namun hingga sesi pemotretan sekarang, belum ada kesempatan terlibat obrolan yang santai. Weini selalu datang ke lokasi dalam waktu yang mepet dan segera
pulang setelah kelar. Ketika istirahat, mereka sibuk berganti kostum, menghapal script dan make up demi shooting scene berikutnya. Kali ini, Steven yang inisiatif untuk mengenal lebih dekat Weini. Kelincahan, kecantikan serta keramahan gadis berkulit kuning langsat itu memikat hatinya.
“Kita belum sempat ngobrol banyak ya sejak kenal. Btw, thanks banget berkat bakat acting lu yang luwes, syuting kita lancar mulu.” Steven menatap lekat pada Weini, pujian tadi benar dari hatinya.
“Ah, yang benar itu aku yang belajar dari kamu. Kita bisa lancar juga berkat kamu dan pemain lain yang udah professional.” Weini mengalihkan pandangannya agar tidak saling bertatapan. Mata Steven seakan memiliki magnet yang menariknya lekat. Ia tersipu harus beradu pandangan dengan seorang pria.
Steven tahu Weini salah tingkah dibuatnya, ia tersenyum penuh kemenangan. Selanjutnya ia akan teruskan pendekatan. “Oya, kamu tinggal di mana? Siapa tahu kita searah. Gue di Bintaro.”
“Aku di grogol hehe.”
Bams menghampiri mereka yang tengah akrab bersenda gurau. Suasana kerja terasa menyenangkan bagi Weini, bahkan lebih menyenangkan daripada di sekolah. Ia lebih dihargai di sini.
“Oke guys, stop dulu ngobrolnya. Weini lu ikut gue ke ruang casting sekarang!” Bams melirik sinis ke arah Steven, ia terang-terangan menunjukkan ketidak senangannya. Steven pun merasa risih dengan tatapan Bams namun tidak mengerti mengapa pak sutradara itu bersikap begitu.
Weini melambaikan tangan kepada Steven sebelum berbalik dan mengejar langkahnya yang ketinggalan dari Bams. Derap kaki Weini makin kencang saat Bams sudah menunggu di dalam lift yang masih terbuka untuknya.
Gedung production House di bawah managemen Bams memiliki lima lantai. Jumlah karyawan di sini kurang lebih dua ratusan orang yang terbagi dalam berbagai divisi. Weini merasa sangat beruntung dapat bergabung dalam managemen artis yang bergengsi ini. Terasa seperti mimpi, gadis yang terasingkan di sekolah bisa mendapat kesempatan menjadi seorang bintang.
“Gue barusan dapat tawaran dari sebuah perusahaan baru buat bikin iklan. Syarat yang diajukan calon klien ini agak menantang jadi gue harus open casting.”
Weini mendengarkan dengan serius meskipun belum mengerti tujuan Bams memberitahu hal ini untuk apa.
“Mereka minta bintang iklan yang memang menguasai kungfu, atau minimal ada basiclah. Setahu gue, artis naungan gue itu nggak ada yang ngerti kungfu. Tapi gue belum tahu kalau elu, secara lu anak kemarin sore.”
Weini auto nyengir saat mendengar kata ‘anak kemarin sore’. Bau-bau seniorita nih si bos.
“Jadi?” Tanya Weini singkat.
“Jadi sekarang gue mau casting elu!” Tegas Bams penuh semangat.
“A aku mana bisa…” Weini ragu. Meski ia menguasai kungfu yang diajarkan Haris, tetapi Haris selalu mengingatkannya agar tidak pamer dan mencari masalah karena kemampuannya. Selama inipun Weini tidak pernah unjuk kemampuan beladiri itu. Jika untuk keperluan kerjaan, apa Haris bisa memaklumi?
“Belum coba mana bisa tahu. Weini… jika lu lolos casting, ini sangat bagus buat karier lo. Bayangkan lu pendatang baru yang bentar lagi dikenal public, trus lu langsung dapat iklan. Wow… gue bisa ramalkan popularitas lu bisa ngalain primadona saat ini, tuh Si Lisa yang modal cakep doang.”
“Jadi… Lisa yang paling terkenal sekarang? Ntar dia makin benci aku dong, dikira rebut jobnya lagi.” Nada pesimis terlontar dari bibir Weini. Apa tidak ada cara lain untuk ngetop selain harus bersaing dengan yang namanya Lisa?
“Hahaha… ngapain harus dipikirin? Namanya juga dunia hiburan, pamor naik dan redup itu biasa. Kalau nggak ada skill juga susah mau dipake terus. Ya kecuali dia mau jadi artis sensasional yang dongkrak nama pake gossip murahan.” Bams masih enggan menyerah untuk mencoba kemampuan Weini. Ia belum sepenuhnya tahu bakat terpendam apalagi yang dimiliki Weini.
“Sekejam itukah persaingan kerja di sini?” Weini tidak pernah membayangkan kerumitan di balik kesuksesan seorang artis. Sebelum ia berkecimpung di profesi ini, ia selalu masa bodoh dengan gossip, sinetron atau
tayangan televisi. Tapi sekarang ia terlanjur nyembur, mau tidak mau ia harus ikut basah.
“Lebih tepatnya serealistis itulah faktanya. Oke kita tes saja dulu, kalau memang rejeki lu nggak bakal kemana. Yang penting lu jangan pendam apapun yang memang lu bisa. Keluarkan semuanya!”
“Baiklah.”
Jangan habiskan waktumu untuk orang yang tidak menghargaimu, tidak akan ada yang bisa menyakitimu jika kamu tidak mengijinkannya.
__Quote of Yue Hwa aka Weini__
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 553 Episodes
Comments
꧁༻๖ۣۜŁiຮka ꧂
keren bangat aku suka bacanya
2021-07-15
0
Puan Harahap
lanjut terus
2020-09-25
0
Dina⏤͟͟͞R
nice..i like it
2020-09-14
0